Dark/Light Mode

Cegah Konflik Pertanahan

Perkuat Sistem Kearsipan

Kamis, 31 Oktober 2024 07:15 WIB
Anggota Komisi II DPR Ahmad Irawan. (Foto: Istimewa)
Anggota Komisi II DPR Ahmad Irawan. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Senayan berharap konflik pertanahan diminimalisir melalui penguatan sistem kearsipan dan riwayat tanah lewat digitalisasi dokumen. Pasalnya, banyak masalah pertanahan muncul karena persoalan administrasi yang belum tertata rapi.

Anggota Komisi II DPR Ahmad Irawan mengatakan, penyelesaian sengketa tanah itu kerap menghilangkan warkah (riwayat tanah).

“Kalau ada proses pembangunan kantor atau pemindahan kantor, prioritaskan dulu data informasi dan arsipnya,” katanya dalam rapat kerja Komisi II DPR bersama Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Na­sional (BPN) Nusron Wahid di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/10/2024).

Dia mewanti-wanti agar do­kumen dan arsip terkait warkah ini benar-benar diperhatikan. Sebab, tak jarang dokumen dan warkah ini belum tertata rapi melalui digitalisasi dokumen di kantor pertanahan/agraria tata ruang. Sementara dokumen ini penting untuk memasti­kan kebenaran asal usul tanah, terutama tanah yang merupakan milik negara.

Baca juga : Pertamina Kembangkan Empat Terobosan Swasembada Energi

“Jangan sampai kantor pin­dah, warkahnya juga hilang,” sambungnya.

Aspek lainnya adalah peng­gunaan Hak Guna Usaha (HGU) yang tersebar di seluruh Indone­sia. Jika merujuk pada UU No­mor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, HGU memang bisa diagunkan ke bank untuk kredit ke perbankan. Namun masalahnya, HGU ini sebenarnya bukan hak milik, tapi lebih kepada hak untuk pemanfaatan dan pengelolaan tanah dengan jangka waktu tertentu.

“HGU ini sudah banyak dijadikan agunan di bank. Mohon ini bisa dievaluasi terhadap aset-aset HGU ini, nilainya berapa supaya potensi pendapa­tan negara dari HGU ini kita bisa taksir nilainya. Supaya bisa menambah pendapatan negara,” sarannya.

Selanjutnya, banyak HGU yang tidak dimanfaatkan, bah­kan sampai dengan jangka waktu berakhirnya hak tersebut. Misalnya HGU 20 ribu hektare, tapi yang dimanfaatkan cuma 4 ribu hektare.

Baca juga : Ini Cara Genjot Produksi Minyak Dan Tekan Emisi

“Hal-hal seperti itu perlu kita evaluasi,” usulnya.

Karena itu, dia berharap Ke­menterian ATR dapat meninjau kembali atau reevaluasi aset Pemerintah terhadap HGU terse­but sehingga redistribusi aset atau tanah kepada rakyat ini benar-benar berkeadilan.

Selain itu, dia juga berharap agar tanah terkait milik masyara­kat adat ini juga diinvetarisasi dengan baik.

“Terkait dengan ulayat, perlu melihat juga kaitannya dengan masyarakat adat yang sebenarnya masih diakui. Karena ini problem juga. Apalagi tanah ulayat tersebar luas sehingga jelas mana yang diakui oleh negara (sebagai tanah ulayat),” tambahnya.

Baca juga : DKI Siap Perkuat Sinergi Dengan Daerah Tetangga

Di tempat yang sama, Men­teri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid mengatakan, para mafia tanah dalam praktiknya kerap melibatkan tiga komponen atau elemen. Pertama, diduga oknum orang dalam. Kedua, pembo­rong tanah yang ikut ambil kepentingan di dalamnya. Ke­tiga, adanya pihak ketiga yang menjadi pendukung dari praktik mafia tanah.

“Pendukung itu dimulai dari oknum kepala desa, bisa ok­num lawyer, bisa oknum PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah), oknum notaris,” ucapnya.

Dia lantas setengah berkela­kar, tiga elemen ini bersekongkol menjadi makelar tanah. “Bisa jadi Permata, Persatuan Makelar Tanah. Atau Bimantara, Bisnis Makelar dan Perantara,” katanya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.