Dark/Light Mode

HNW Klaim RUU Ketahanan Keluarga Sejalan dengan HAM dalam UUD 1945

Kamis, 12 Maret 2020 18:03 WIB
Hidayat Nur Wahid (Foto: Humas MPR)
Hidayat Nur Wahid (Foto: Humas MPR)

RM.id  Rakyat Merdeka - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengatakan bahwa RUU Ketahanan Keluarga sejalan dan dalam rangka melaksanakan sejumlah ketentuan HAM yang dijamin dalam UUD NRI 1945. Karena itu, dia merasa RUU itu perlu didukung bersama-sama. 

Hidayat merujuk kepada Pasal 28B UUD NRI 1945. Ayat (1) pasal itu itu berbunyi, setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Ayat (2) berbunyi, setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 

Baca juga : UU IACEPA Disahkan, Pemerintah Perkuat Kerja Sama Dengan Australia

“Bila dibaca isinya secara seksama, RUU Ketahanan Keluarga ini sejalan dengan ketentuan HAM dalam pasal tersebut. RUU ini ingin melindungi institusi keluarga, perkawinan sah, dan keselamatan anggota keluarga (suami, istri, anak-anak dll),” ujarnya, Kamis (12/3). 

Hidayat menuturkan, hingga saat ini belum ada UU yang mengatur secara spesifik mengenai keluarga padahal eksistensi lembaga keluarga sangat dipentingkan dalam sistem sosial dan budaya Indonesia. Oleh karena itu, RUU Ketahanan Keluarga ini sangat dibutuhkan untuk menghilangkan hambatan dan halangan terhadap eksistensi keluarga di Indonesia dengan berbagai permasalahannya, seperti tak harmonisnya keluarga, banyaknya perceraian, anak yang terkena narkoba, dan tindakan kriminal yang dilakukan di dalam keluarga dan lain sebagainya. 

Baca juga : Kemenhub Teken Kerja Sama PSO Dan IMO Dengan KAI Senilai Rp 4 T

Hidayat lalu merespons pihak-pihak yang menuduh RUU Ketahanan Keluarga melanggar HAM. Ia menilai, justru RUU ini merujuk pada Pancasila sekaligus untuk melaksanakan ketentuan tentang HAM sebagaimana diatur dalam Pasal 28B UUD NRI 1945 tersebut. Ia juga menjelaskan, dalam diskursus tentang HAM, selain prinsip universalitas (dimana beberapa prinsip utama berlaku umum), tetapi ada juga aspek lokalitas yang perlu diperhatikan. Aspek lokalitas ini merujuk kepada nilai-nilai yang hidup di suatu masyarakat, sehingga “penjajahan” suatu nilai tertentu ke suatu masyarakat atas nama HAM atau yang disebut sebagai human rights imperialism tidak terjadi. 

“Beberapa larangan dalam RUU itu, seperti larangan menjual sperma atau menyewakan rahim dibuat karena melihat aspek lokalitas, yakni norma-norma agama yang berlaku di masyarakat sebagai hukum yang hidup (the living law) di masyarakat. Sebab, yang diakui masyarakat dan negara adalah perkawinan yang sah, bukan melalui jual beli sperma atau penyewaan rahim,” jelasnya. 

Baca juga : WIKA Rintis Kerja Sama Jutaan Dolar AS dengan Tanzania

Anggota Komisi VIII DPR dari FPKS ini juga menuturkan bahwa ada  salah paham terkait dengan RUU ini, seolah-olah misoginis dan mendomestikasi peran perempuan. “Itu tidak benar. Sebab RUU ini justru hadirkan pengaturan yang lebih eksplisit bukan hanya istri yang berperan dalam rumah tangga, tapi suami juga,” jelasnya.  

Hal tersebut dinyatakan dalam Pasal 24 RUU Ketahanan Keluarga bahwa suami dan istri mempunyai hak yang seimbang di dalam mengatur kehidupan keluarga. Selanjutnya, Pasal 28 yang menyatakan bahwa suami dan istri yang mempunyai anak, secara bersama-sama bertanggung jawab dalam mendidik anak dan menjadi tauladan bagi anak-anak. Aturannya justru memberikan hak dan mewajiban yang seimbang/setara antara suami dalam mengurus dan bertanggung jawab terhadap Keluarga. [QAR]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.