Dark/Light Mode

Demokrat Desak DPR Lanjutkan Pembahasan Revisi UU Pemilu

Kamis, 11 Februari 2021 07:01 WIB
Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) Partai Demokrat Anwar Hafid. (Dok. DPR)
Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) Partai Demokrat Anwar Hafid. (Dok. DPR)

RM.id  Rakyat Merdeka - Partai Demokrat meminta agar pembahasan revisi Undang-undang (UU) Pemilu tetap dilanjutkan. Pembahasan revisi UU pemilu ini penting karena menyangkut hak masyarakat Indonesia.

Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) Partai Demokrat Anwar Hafid menegaskan, Partai Demokrat masih dalam posisi ingin terus melanjutkan revisi UU Pemilu. Untuk itu, Anwar membantah klaim Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia (F-PG), bahwa semua Kapoksi sudah setuju membatalkan rencana pembahasan revisi UU Pemilu.

“Fraksi Partai Demokrat tetap meminta agar revisi Undang-undang Pemilu dilanjutkan dan segera dibahas,” tegas Anwar, Kamis (10/2/2021).

Pihaknya mengakui, perdebatan soal revisi UU Pemilu di parlemen alot dan rumit. Pendapat pro dan kontra dari semua fraksi tak bisa dihindari. Namun ia menegaskan, Revisi UU Pemilu adalah harapan rakyat dan harapan rakyat adalah perjuangan Demokrat.

Baca juga : DPR Minta Penanganan Pupuk Subsidi Ditinjau Total

Kapoksi Partai Demokrat ini juga menyoroti belum disahkannya Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021 yang telah disepakati pada pengambilan tingkat I di Badan Legislasi (Baleg) DPR, hingga masa akhir persidangan.

Padahal kata dia, Baleg DPR bersama Menteri Hukum dan HAM serta Dewan Pimpinan Daerah (DPD) telah menetapkan 33 Rancangan Undang-undang (RUU) dalam Prolegnas Prioritas 2021, termasuk RUU Pemilu pada 14 Januari lalu.

“Jangan sampai ada kesan yang berkembang di masyarakat bahwa Prolegnas sampai saat ini belum disahkan karena ada “pesan khusus” dari pemerintah,” lanjut Anwar yang mewakili Dapil Sulteng.

Fraksi Partai Demokrat meminta kepada Pimpinan DPR RI untuk menjelaskan mengapa Prolegnas 2021 sampai saat ini belum disahkan.

Baca juga : Komisi IX Dukung Proyek Sistem Satu Kanal Pekerja Migran Ke Saudi

Revisi UU Pemilu diperlukan agar Pilkada 2022/2023 bisa diselenggarakan, sehingga mengurangi beban penyelenggaraan Pemilu 2024.

KPU dan elemen-elemen masyarakat sipil khawatir jika Pemilu serentak tetap dilaksanakan sebagaimana yang diatur dalam UU Pemilu No. 10 Taun  2016 yang kini berlaku, maka akan jatuh banyak korban jiwa seperti yang terjadi pada Pemilu serentak 2019 yang mengakibatkan hampir 900 petugas pemungutan suara meninggal.

Berdasarkan survei nasional yang dilaksanakan 1-3 Februari, lebih dari 50 persen responden menginginkan Pilkada dilaksanakan sesuai dengan akhir masa jabatan kepala daerah.

"Sebanyak 54,8 persen publik memilih pemilihan gubernur, bupati atau wali kota dilaksanakan sebelum masa tugas mereka berakhir di tahun 2022," kata Burhanudin Muhtadi Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia (8/2), yang melakukan survei tersebut.

Baca juga : Komisi IV DPR Minta Anggaran Kementan Ditambah

Dalam survei tersebut pula, 53,7 persen responden memilih pilkada digelar pada 2023 tanpa ditunda hingga 2024.

Burhanuddin mengungkapkan berdasarkan survei sebagian besar masyarakat ingin pilkada digelar sesuai habisnya masa jabatan kepala daerah karena mereka tidak mau dipimpin penjabat (Pj) yang ditunjuk pemerintah, tidak dipilih melalui proses demokrasi.

Semula revisi UU ini didukung hampir seluruh partai politik, tapi belakangan sebagian besar parpol mengubah sikapnya, dengan alasan ingin berkonsentrasi untuk mengatasi pandemi. Hanya Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang masih bertahan untuk melakukan revisi UU Pemilu tersebut. [FAZ]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.