Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
- Kinerja Industri Manufaktur Terganggu Urusan Koordinasi Antarinstansi
- KAI Tutup Posko Angkutan Lebaran, Penumpang KA Naik 18 Persen
- 100.000 Pendukung Prabowo-Gibran Gelar Aksi Damai di MK, Jumat Besok
- Didampingi Ibu Wury, Wapres Gelar Halal Bihalal Bareng Pegawai Dan Media
- Bobby Tetap Mau Daftar Jadi Bacagubnya PDIP
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
Di Pileg Dan Pilkada
PSI Ogah Mencalonkan Eks Narapidana Korupsi
Minggu, 4 Desember 2022 07:45 WIB
RM.id Rakyat Merdeka - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) berjanji tidak akan mengajukan mantan narapidana kasus korupsi sebagai calon anggota legislatif (caleg) di Pemilu Legislatif (Pileg) 2024.
Namun begitu, PSI mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 87/PUU-XX/2022 terkait pengujian Pasal 240 ayat (1) Undang-Undang Pemilu, yang menambahkan masa lima tahun bagi mantan koruptor yang ingin mencalonkan diri sebagai anggota legislatif di semua tingkatan.
Juru Bicara PSI, Ariyo Bimmo mengatakan, putusan MK Nomor 87/PUU-XX/2022 merupakan terobosan hukum, yang memberi kepastian hukum kepada penyelenggara dan peserta pemilu. Namun, kepastian hukum itu tidak akan membuat PSI mencalonkan para mantan koruptor di Pileg dan Pemilu Kepala Daerah (Pilkada) 2024 nanti.
Baca juga : Ridwan Kamil Dan Golkar Bakal Saling Melengkapi
“Kami nggak akan mengusung mantan koruptor. PSI memang mengapresiasi keputusan MK, tapi bukan berarti kami mau menerima orang yang pernah korupsi sebagai caleg,” kata Ariyo melalui keterangannya, kemarin.
Menurut dia, PSI menilai orang yang pernah terbukti mengkhianati urusan publik, tidak boleh kembali diberi kepercayaan untuk memegang jabatan publik. Hal tersebut berlaku untuk jabatan yang sifatnya penunjukan, seperti menteri, komisaris dan lain-lain, maupun yang sifatnya pemilihan seperti kepala negara, kepala daerah maupun anggota legislatif di semua tingkatan.
Bahkan, ia mengajak masyarakat untuk mencermati fenomena pembebasan bersyarat dan vonis ringan terhadap para koruptor, yang terjadi akhir-akhir ini. Berdasar penelitian ICW tahun 2021, urai dia, rata-rata vonis koruptor di Indonesia, hanya tiga tahun lima bulan.
Baca juga : Selain Arema, PSIS Juga Dapat Undangan Uji Coba Lawan Klub Georgia
“Artinya, koruptor bisa nyaleg lagi setelah 8,5 tahun. Kira-kira menurut anda, para calon koruptor akan jera nggak?” tanyanya.
Lebih lanjut, ia mengatakan, efek jera tidak tergantung oleh ancaman hukuman dalam aturan perundang-undangan. Menurut dia, hal tersebut sangat relevan dengan proses pemidanaan dan pascapemidanaan.
“Bagaimanapun, putusan MK ini sudah selaras dengan pemikiran para pembuat undang-undang ketika menetapkan undang-undang dalam rezim hukum yang sama (UU Pilkada). Agar lebih selaras lagi, baiknya ancaman pidana pencabutan hak politik juga ditambahkan dalam Undang-Undang Tipikor dan RUU KUHP,” tutupnya. ■
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya