BREAKING NEWS
 

Kalau Sekadar Diumumkan Tanpa Eksekusi

Perusahaan Pembakar Hutan Tak Akan Kapok

Reporter : JHON ROY PANGIBULAN SIREGAR
Editor : MUHAMMAD RUSMADI
Jumat, 1 Maret 2019 14:41 WIB
Ilustrasi Kebakaran Hutan. (Foto: Istimewa).

RM.id  Rakyat Merdeka - Aparat penegak hukum dan pemerintah diminta bertindak tegas terhadap perusahaan-perusahaan yang sudah terbukti melakukan kejahatan pembakaran hutan. Mereka jangan dikasih angin. Harus dibikin jera.

Halitu disampaikan Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sumatera Selatan (Walhi Sumsel) Muhammad Hoirul Sobri kepada Rakyat Merdeka, kemarin. 

Dia menyikapi data 11 perusahaan pembakar hutan yang diumumkan Presiden Jokowi dalam debat capres beberapa waktu lalu. Kesebelas perusahaan itu didenda harus membayar dengan total Rp 18 triliun. Kesebelas perusahaan itu: PT Merbau Pelalawan Lestari, PT National Sago Prima, PT Jatim Jaya Perkasa, PT Waringin Agro Jaya, PT Kallista Alam, PT Ricky Kurniawan Kertapersada, PT Bumi Mekar Hijau, PT Waimusi Agroindah, PT Palmina Utama dan PT Agro Tumbuh Gemilang Abadi & PT Surya Panen Subur. 

“Tidak akan ada kapok-kapoknya jika hanya mengadili sekadarnya, lalu memperlambat proses eksekusinya. Malah lama-lama dilupakan, atau malah main belakang,” tutur Hoirul Sobri.

Kata dia, persoalan kebakaran hutan yang dilakukan perusahaan-perusahaan itu merebak pada 2014. Kemudian, pada 2015 juga terjadi kejahatan serupa. 

“Nah, inkracht-nya saja baru 2018 dan 2019. Lama dan lamban sekali proses hukumnya bukan? Memang proses hukumnya sering dilakukan tertutup dan tidak transparan. Ngapain sih tertutup dan tidak transparan untuk pelaku kejahatan lingkungan seperti itu? Harus dibongkar semua nih,” ujar Hoirul Sobri.

Baca juga : Bank Sinarmas Layani 3,9 Juta Transaksi VA

Untuk menimbulkan efek jera, Hoirul mengusulkan, pemerintah dan aparat hukum bertindak tegas. “Jangan hanya menjerat individu, seperti Direktur saja, tetapi sikat perusahaannya, atau koorporasinya sebagai lembaga yang melakukan kejahatan,” bebernya.

Dia menyebut berbagai sanksi bisa dijatuhkan kepada perusahaan pelaku kejahatan lingkungan, seperti sanksi administratif, sanksi pencabutan izin, sanksi pengurangan lahan, dan bahkan melarang beroperasi dan mempidanakan.

Dia memastikan, Walhi selalu mengawal dan menanyakan proses hukum yang dilakukan kepada sejumlah perusahaan yang melakukan kejahatan lingkungan. Namun, setiap kali ditanyakan dan didesak, aparat hukum dan pemerintah seperti menutup diri dan tidak transparan.

Dia menegaskan, perusahaanperusak lingkungan, yang melakukan pencemaran dan kebakaran hutan harus ditindak dan dijatuhi sanksi seberat-beratnya. Sebab, kegiatan mereka itu sudah mematikan rantai kehidupan masyarakat, alam serta kehidupan hewan-hewan yang sangat berguna bagi generasi manusia ke depan.

Adsense

Selain perlu dijatuhi hukuman berat, perusahaan-perusahaan itu juga wajib melaksanakan rehabilitasi lingkungan serta melaksanakan perbaikan-perbaikan kembali kerusakan yang sudah terjadi.

Hoirul juga mempertanyakan dana kompensasi atau pembayaran kerugian yang diberikan perusahaan kepada Negara. Sebab, sampai saat ini misalnya, di wilayah Sumatera Selatan saja, belum terlihat adanya rehabilitasi lingkungan.

Baca juga : Adi Sarana Armada Akuisisi Perusahaan Lelang Asal Jepang

Bahkan, lanjutnya, masyarakat kian kocar-kacir memenuhi kebutuhan hidupnya, dikarenakan semakin sulitnya mencari penghidupan di lingkungan mereka yang sudah rusak parah dan kian gersang.

“Itu perlu dipertanyakan. Kemana uang kompensasi dan pembayaran kerugian itu dialokasikan? Sebab, uang seperti itu wajib masuk ke kas Negara. Kemudian, akan dipergunakan kembali melakukan rehabilitasi lingkungan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah terdampak,” ujarnya. 

Seperti diketahui, sembilan kasus perusahaan pembakar hutan sudah incracht atau berkekuatan tetap, di tingkat pengadilan negeri. Sementara dua di antaranya masih menunggu putusan banding di pengadilan tinggi. 

Satu perusahaan yang dimaksud adalah PT Kallista Alam di Nagan Raya yang bergerak di sektor industri minyak sawit.Perusahaan ini dituntut atas kebakaran lahan hutan gambut Rawa Tripa, Aceh, seluas seribu hektare yang terjadi pada 2012 dengan kompensasi sebesar Rp 366 miliar.

Kemudian PT Surya Panen Subur. Korporasi ini, yang juga bergerak di sektor sawit, terbukti membakar lahan seluas 1.183 hektar. Pemerintah menuntut kompensasi sebesar Rp 439 miliar pada 2012.

PT Jatim Jaya Perkasa milik Gama Grup juga terbukti merusak lingkungan dan bertanggung jawab atas kebakaran lahan seluas seribu hektare pada 2013. KLHK menang atas permohonan denda terhadap perusahaan sawit itu sebesar Rp 491 miliar.

Baca juga : Bank bjb Permudah Pembayaran Pajak Kendaraan

Sementara PT Bumi Mekar Hijau milik grup Sinar Mas yang membakar lahan yang lebih luas, lebih dari 20 ribu hektare, dituntut kompensasi lebih rendah, hanya Rp 78,5 miliar.

Anak perusahaan Sampoerna Agro Tbk, National Sago Prima, juga ikut menyumbang kebakaran lahan pada 2014 seluas 3 ribu hektare. MA akhirnya mengabulkan tuntutan kompensasi Kementerian LHK sebesar Rp 1,07 triliun pada awal Januari lalu.

Pada karhutla 2015, Kementerian LHK memenangkan gugatan terhadap tiga perusahaan sawit, Ricky Kurniawan Putrapersada, Palmina Utama, dan Waringin Agro Jaya dengan total kompensasi lebih dari Rp 600 miliar.

Satu perusahaan lagi, PT Merbau Pelalawan Lestari, bahkan dituntut membayar denda sebesar Rp 16,2 triliun. Dibanding korporasi lain yang dihukum karena kejahatan karhutla, PT MPL dihukum atas kasus pembalakan liar di atas lahan konsesi seluas 5.590 hektare di Riau pada 2013. [JON]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :

Berita Lainnya
 

TERPOPULER

Adsense