BREAKING NEWS
 

Revisi Aturan IHT Dinilai Tak Terlalu Mendesak

Reporter : KINTAN PANDU JATI
Editor : FAQIH MUBAROK
Kamis, 17 Juni 2021 15:45 WIB
Pekerja di Industri Hasil Tembakau. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pemerintah menilai revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan tidak mendesak dilakukan.

Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Abdul Rochim mengatakan rencana revisi yang mengatur pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan, tidak tepat apabila dilakukan pada situasi pandemi.

Menurutnya, jika itu dilakukan, akan semakin memperburuk kondisi Industri Hasil Tembakau (IHT).

Baca juga : Komisi II DPR Minta Evaluasi Menyeluruh Otsus Papua

"Untuk revisi PP 109 memang kurang tepat kalau dilakukan sekarang. Karena masih pandemi dan situasi IHT juga sedang turun. Saat ini fokusnya adalah pemulihan ekonomi," tegas Abdul Rachim di Jakarta, Kamis (17/6).

Untuk diketahui, di masa Pandemi Covid-19, kinerja IHT sudah turun sebesar 9,7 persen akibat kenaikan cukai. Tekanan untuk merevisi PP Nomor 109 Tahun 2012 dinilai membahayakan bagi keberlangsungan industri. Selain itu tidak sejalan dengan target pemerintah dalam pelaksanaan pemulihan ekonomi nasional.

Adsense

Ketua Umum Gabungan Asosiasi Pengusaha Rokok Indonesia (Gappri) Henry Najoan meminta pemerintah untuk terlebih dahulu melakukan kajian atau evaluasi pemberlakuan PP Nomor 109 Tahun 2012.

Baca juga : Tata Kelola Arsip Kementerian ESDM Raih Terbaik Ketiga Di Indonesia

Salah satunya terkait edukasi yang dilakukan pemerintah. Menurutnya, Gappri pada dasarnya tidak setuju atas rencana revisi tersebut. Mengingat ketentuan PP yang lama masih relevan dengan kondisi saat ini.

Untuk itu, Gappri berharap PP tetap dipertahankan. Apalagi, kata Henry, asosiasi dan pelaku IHT sampai saat ini tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan revisi oleh pemerintah. Bahkan, pihaknya juga  belum menerima draf revisi PP Nomor 109 Tahun 2012.

"Gappri melihat revisi akan memperburuk kondisi usaha IHT yang saat ini sudah terpuruk akibat kenaikan tarif cukai hasil tembakau tahun 2020 dan tahun 2021," tegasnya.

Baca juga : Awas, Dinamit Bakal Meledak

Berdasarkan data resmi Gappri, tercatat 300 produk hukum yang dikenakan pada IHT. IHT adalah industri yang padat regulasi (fully regulated). Untuk itu, Gappri berharap setiap regulasi yang dibuat selalu melibatkan para pemangku kepentingan. "IHT itu selain padat karya, juga padat aturan," sebutnya.

Di tengah pandemi Covid-19 dan iklim usaha yang tidak stabil ini, Gappri berharap industri hasil tembakau nasional tidak diganggu dengan isu-isu yang merugikan banyak pihak. Justru insentif pemerintah sangat dibutuhkan dalam kondisi saat ini. Agar ekonomi masyarakat bisa bertahan dalam situasi resesi global.

"Bahwa menjaga industri yang tersisa saat pandemi Covid-19 dengan daya tahan kuat seperti IHT perlu menjadi perhatian pemerintah. Ketika pemerintah perlu menjaga sisi demand dan supply masyarakat, maka dukungan dibutuhkan bagi industri," jelasnya. [KPJ]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :

Berita Lainnya
 

TERPOPULER

Adsense