BREAKING NEWS
 

Muktamar Haji Bahas Kemungkinan Sembelih Hewan Dam Di Indonesia

Reporter & Editor :
SAIFUL BAHRI
Kamis, 12 Januari 2023 09:41 WIB
KH Muhammad Faiz Syukran Ma’mun saat Muktamar Haji 1444 H/2023 M di Jeddah yang digelar Pemerintah Kerajaan Arab Saudi. (Foto : Kemenag)

RM.id  Rakyat Merdeka - KH Muhammad Faiz Syukran Ma’mun mengajak para ulama dunia untuk mendiskusikan kembali masalah hewan dam, disembelih di mana dan dagingnya dibagikan kepada siapa saat pelaksanaan ibadah haji.

Hal itu disampaikan Muhammad Faiz dalam Muktamar Haji 1444 H/2023 M di Jeddah yang digelar Pemerintah Kerajaan Arab Saudi.

Muktamar yang berlangsung sejak 9 Januari 2023 ini mengangkat tema ‘Fiqhut-Taysiir (kemudahan) dalam Haji dan Implikasinya terhadap Kemudahan Layanan".

Acara dihadiri lebih dari 70 perwakilan negara pengirim jemaah haji. Tampil sebagai pembicara, Dr. Syauqi bin Ibrahim (Mesir), Dr Quthub bin Mushthafa, Syekh Ali bin Abdirrahman (Turki), Dr Yusuf Bel Ma’hady (Aljazair), Dr Said bin Nasheer (Arab Saudi). 

Dari Indonesia, selain KH Muhammad Faiz Syukran Ma’mun (NU) juga dihadiri Prof. Dr. Syamsul Anwar, MA (Muhammadiyah).

Baca juga : Yandri Apresiasi Kemendag Tingkatkan Volume Perdagangan Indonesia-Saudi 

Menurut Gus Faiz, sapaan Muhammad Faiz, saat ini jumlah jemaah meningkat drastis di setiap musim haji, mencapai dua hingga tiga juta. Sejalan itu, Kerajaan Arab Saudi juga terus membangun dan memperluas infrastruktur untuk menerima para peziarah di Baitullah di masa mendatang.

Hal ini, pada gilirannya, mengarah pada peningkatan jumlah hewan dam, baik karena Tamattu’, atau karena melakukan larangan atau lainnya. Akibatnya, ada kebutuhan nyata akan sejumlah rumah potong hewan dengan peralatan lengkap dan cukup untuk menampung jumlah hewan kurban yang sangat banyak. Selain itu, diperlukan juga keberadaan orang yang berhak atas daging hewan dam.

Gus Faiz mengapresiasi ijtihad ulama yang membolehkan membawa daging-daging yang disembelih sebagai Dam Tamattu’ dan Qiran ke luar Tanah Suci dan distribusikan kepada orang miskin ke berbagai negara muslim. Sebab, jumlah orang fakir dan miskin di Tanah Suci khususnya, dan Kerajaan Arab Saudi pada umumnya,  memang sangat sedikit. 

“Fatwa ini berkontribusi dalam mencapai maslahah seputar nasib daging yang jumlahnya melebihi kebutuhan orang miskin di Tanah Suci,” tegas Gus Faiz.

Adsense

Namun, lanjutnya, ijtihad ini belum menjawab semua aspek masalah yang ada dan tantangan di masa yang akan datang. Ijtihad ini belum menjawab masalah proses penyembelihan, di mana itu harus dilakukan di Mina atau Mekkah sesuai dengan Firman Allah dan Hadis Nabi.

Baca juga : Gus Halim: Bantul Bisa Jadi Piloting Penurunan Kemiskinan Dengan Data SDGs Desa

Pengkhususan Mina dan Mekkah sebagai tempat penyembelihan, kata Gus Faiz, merupakan tantangan besar. Sebab, dibutuhkan pengembangan rumah pemotongan hewan yang ada, atau bahkan pembangunan rumah pemotongan hewan yang baru, baik di pintu masuk dan keluar Mina atau berbagai tempat di Tanah Suci, untuk menampung hewan yang disembelih dalam jumlah besar.

Apalagi, menurut Jumhur Ulama, waktu penyembelihan tidak boleh melewati empat hari, yaitu Hari Idul Kurban dan Hari Tasyriq. Jika jumlah hewan yang disembelih mencapai satu juta ekor, berarti tidak kurang 250.000 ekor penyembelihan dalam satu hari, atau setara dengan penyembelihan sembilan kepala per detik. Ini belum menghitung proses menguliti, memotong, dan mengemas.

Masalah lainnya, jumlah hewan ternak yang sangat besar ini, sebagian didatangkan dari luar Kerajaan Arab Saudi. Setelah disembelih dan dikemas, daging baru diangkut ke luar negeri setelah disimpan dan didinginkan. Ini juga membutuhkan biaya yang besar.

Di sisi lain, tidak baik juga untuk menyerahkan operasi penyembelihan, pengulitan, dan pemotongan hewan dam kepada individu. Penyembelihan harus dilakukan di rumah jagal yang diawasi oleh kerajaan, untuk melindungi para peziarah dan tempat suci dari polusi dan penyebaran penyakit jika hewan kurban disembelih di jalanan.

Gus Faiz mengakui bahwa tidak ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama tentang kekhususan Tanah Suci dan Mekkah sebagai tempat penyembelihan. Sebab, kurban itu sendiri menjadi bagian dari ibadah haji sehingga tidak bisa dilaksanakan kecuali pada waktu dan tempat tertentu, seperti rangkaian ibadah lainnya. “Ini memang pandangan yang kuat dan tidak ada yang membantahnya,” tegasnya.

Baca juga : Gardu Ganjar Banten Bagikan Ribuan Sembako Ke Pedagang Pasar Rau Serang

Meski dalam kesepakatan yang hampir sampai pada derajat Mujma’ Alaih ini, Ibn Abdil Bar menyebutkan pandangan Al-Tabari bahwa diperbolehkan menyembelih hewan kurban di mana pun Mahdi (orang yang membayar Dam) menginginkannya, kecuali Dam Qiran dan Dam karena melanggar larangan berburu. Kedua Dam itu tidak dapat disembelih kecuali di Tanah Suci.

“Saya pikir pernyataan ini tidak mudah diterima, dan sepengetahuan saya, saya tidak menemukan ulama yang mendukungnya, membolehkan Dam Tamattu’ disembelih di negerinya, kemudian membagikannya kepada tetangganya,” sebut Gus Faiz.

“Namun, dalam konteks keadaan saat ini dan yang akan datang di mana terjadi peningkatan jumlah jemaah, pernyataan ini layak dipertimbangkan, diteliti dan didialogkan,” tandasnya.

Meski harus dikaji lebih mendalam, pandangan Gus Faiz mendapat apresiasi dari peserta seminar yang hadir. Mereka menilai lontaran ide tersebut menarik dan realistis untuk kondisi dunia Islam saat ini.

Direktur Bina Haji Arsad Hidayat mengatakan bahwa pihaknya akan menindaklajuti wacana yang dilontarkan Gus Faiz untuk dibahas dalam forum Bahtsul Masail Perhajian yang melibatkan seluruh ormas Islam, baik MUI, NU, Muhammadiyah, Persis, dan lainnya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :

Berita Lainnya
 

TERPOPULER

Adsense