Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Catatan Isnawan Aslam

Merdeka Belajar Dan Belajar Merdeka

Jumat, 25 November 2022 13:41 WIB
Diskusi Merdeka Belajar. (Foto: Istimewa)
Diskusi Merdeka Belajar. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Indonesia bisa dibilang 'hobi' membuat baru kurikulum pendidikan. Belum tuntas sebuah kurikulum diimplementasikan, sudah disusul kurikulum baru. Akibatnya, dunia pendidikan berjalan tanpa peta jalan yang mampu mengarahkan bangsa ini menapak masa depannya secara gamblang. Pendidikan sebagai ruhnya peradaban dibiarkan jalan dalam labirin tanpa ujung.

Yang paling baru adalah implementasi Kurikulum Merdeka Belajar pada tahun 2022 oleh Mas Menteri Nadiem Makarim. Kurikulum ini lumayan mengharu biru jagad pendidikan karena masif dan gencar digelorakan.

Sejarah Kurikulum Indonesia
Sejak merdeka tahun 1945, kurikulum telah berganti sebanyak sepuluh, atau rata-rata setiap 7,5 tahun terjadi pergantian kurikulum. Sebuah pergantian yang terlalu cepat untuk sebuah kurikulum.

Tahun 1947, Indonesia menerapkan kurikulum pertama sejak Indonesia merdeka. Dalam kurikulum tersebut mulai ditetapkan Pancasila sebagai asas pendidikan. Kurikulum ini juga disebut dengan Rencana Pelajaran 1947. Kurikulum ini lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia merdeka, berdaulat, dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini. Fokus Rencana Pelajaran 1947 tidak menekankan pendidikan pikiran, melainkan hanya pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat.

Lima tahun kemudian, Indonesia meluncurkan kurikulum yang dinamakan Rencana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini merupakan penyempurnaan kurikulum sebelumnya, yaitu dengan merinci setiap mata pelajaran. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan Indonesia, seperti setiap pelajaran dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Silabus mata pelajaran menunjukkan secara jelas bahwa seorang guru hanya mengajar satu mata pelajaran.

Tidak sampai sepuluh tahun, Pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum pada tahun 1964. Kurikulum ini dinamakan Rencana Pendidikan 1964, yang bertujuan agar peserta didik mendapat pengetahuan akademik sesuai dengan jenjang sekola. Pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana, yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional atau artistik, keterampilan, dan jasmani.

Tahun 1968, Pemerintah mengimplementasikan kurikulum baru. Kurikulum ini lebih bersifat politis karena dimaksudkan untuk menggantikan Rencana Pendidikan 1964 yang dianggap sebagai produk orde lama. Kurikulum ini bertujuan membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama.

Tahun 1975, Pemerintah menyempurnakan kurikulum 1968. Kurikulum ini konon dimaksudkan agar pendidikan lebih efektif dan efisien. Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), dikenal dengan istilah satuan pelajaran, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan.

Tahun 1984, Pemerintah mengadopsi model pembelajaran Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Kurikulum ini mengusung pendekatan proses keahlian. Dalam CBSA, siswa ditempatkan sebagai subjek belajar, yaitu dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Kurikulum ini juga sering disebut dengan Kurikulum 1975 Disempurnakan.

Baca juga : Kane Cs Sedang Pede-pedenya...

Bermaksud memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya, terutama Kurikulum 1975 dan 1984, pada tahun 1994 pemerintah memperbarui kurikulum. Namun, pemaduan ini belum berhasil, disebabkan oleh beban belajar siswa dinilai terlalu berat, dari muatan nasional sampai muatan lokal, seperti bahasa daerah, kesenian, dan keterampilan daerah.

Pada tahun 2004 diluncurkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sebagai pengganti Kurikulum 1994. Suatu program pendidikan berbasis kompetensi yang harus mengandung tiga unsur pokok, yaitu pemilihan kompetensi sesuai spesifikasi, indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi, dan pengembangan pembelajaran.

KBK mempunyai ciri-ciri yang menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun kelompok, berorientasi pada hasil belajar dan keberagaman. Kegiatan belajar menggunakan pendekatan dan metode bervariasi, sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.

Berselang dua tahun, Pemerintah meluncurkan Kurikulum 2006 yang lebih dikenal dengan nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Karekteristk KTSP adalah mendesentralisasi kewenangan dalam penyusunannya. Pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi. Guru dituntut mampu mengembangkan sendiri silabus dan penilaian sesuai kondisi sekolah dan daerahnya.

Tahun 2013, Pemerintah kembali bereksperimen dalam dunia kurikulum dengan mengganti KTSP. Kurikulum 2013 memiliki tiga aspek penilaian, yaitu aspek pengetahuan, aspek keterampilan, dan aspek sikap dan perilaku. Di dalam Kurikulum 2013, terutama di dalam materi pembelajaran terdapat materi yang dirampingkan dan materi yang ditambahkan. Materi yang dirampingkan seperti terlihat pada materi Bahasa Indonesia, IPS, dan PPKn. Sedangkan materi yang ditambahkan adalah materi Matematika.

Kurikulum Merdeka Belajar
Pengembangan Kurikulum Merdeka Belajar dilakukan dengan lebih fleksibel dan berfokus pada materi esensial dan pengembangan karakter peserta didik. Karakteristik kurikulum ini, antara lain:

(1). Pembelajaran berbasis proyek yang bertujuan untuk mengembangkan soft skills dan karakter sesuai profil belajar Pancasila.
(2). Berfokus pada materi esensial sehingga tersedia waktu yang cukup untuk pembelajaran yang mendalam bagi kompetensi dasar seperti literasi dan numerasi.
(3). Fleksibilitas bagi guru dalam melakukan pembelajaran yang terdiferensiasi sesuai dengan kemampuan peserta didik dan melakukan penyesuaian dengan konteks dan muatan lokal.

Dikutip dari Buku Saku Tanya Jawab Kurikulum Merdeka, keunggulan yang didapatkan dengan menggunakan Kurikulum Merdeka Belajar antara lain sebagai berikut.

(1). Materi yang disampaikan dan dipelajari menjadi lebih sederhana, mendalam, dan berfokus pada materi yang esensial.
(2). Guru lebih merdeka karena bisa mengajar sesuai dengan tahap capaian dan perkembangan peserta didik.
(3). Sekolah memiliki hak dan wewenang dalam mengembangkan kurikulum sesuai dengan satuan pendidikan dan peserta didik.
(4). Karena bersifat lebih relevan dan interaktif, proses pembelajaran lebih memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk lebih aktif dan dapat mengeksplorasi isu-isu aktual.

Baca juga : Sheila Dara, Aurora Berani Kejar Mimpi

Makna Merdeka
Dari diksi yang digunakan, Merdeka Belajar mengandung makna yang falsafi dan mencerahkan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata merdeka mengandung tiga makna, yaitu: (1) bebas dari perhambaan dan penjajahan; (2) tidak terkena atau lepas dari tuntutan; (3) tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu; leluasa.

Makna pertama, yaitu bebas, mengisyaratkan bahwa selama ini pendidikan menghamba kepada sesuatu sehingga berada dalam kondisi terjajah. Pengertian ini membawa implikasi serius jika dikaitkan dengan aspek kebangsaan atau kehidupan berbangsa. Bangsa Indonesia telah memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945.  Sejak saat itulah kita menjadi bangsa yang merdeka dalam tatanan dunia.

Kurikulum Merdeka Belajar yang digulirkan oleh Pemerintah secara filosofis bisa diartikan mendegradasi makna proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, karena ini dinarasikan oleh sebuah lembaga pemerintah yang merupakan representasi dari Pemerintah Indonesia, dan Pemerintah Indonesia merupakah salah satu representasi formal Bangsa Indonesia.

Makna kedua, yaitu 'tidak terkena atau lepas dari tuntutan', mengandung pemahaman bahwa dunia pendidikan dituntut oleh sesuatu. Adalah benar bahwa pendidikan harus bisa menjawab tuntutan agar mampu mencerdaskan bangsa.  Adalah benar bahwa pendidikan harus mampu menjadi suluh bangsa menapak jalan menuju bangsa yang sejahtera. Adalah benar adanya jika pendidikan dituntut mampu menggelar peta jalan bagi bangsa Indonesia agar selamat meniti masa depannya.

Tentunya, Kurikulum Merdeka Belajar harus dimaknai sebagai lepas dari tuntutan para pihak yang selama ini menjadikan dunia pendidikan sebagai ladang bisnis yang sangat menggiurkan. Bisnis perbukuan di Indonesia pernah menjadi gurita yang membelit dunia pendidikan yang hanya menguntungkan segelintir orang saja. Mereka tidak peduli dengan merosotnya mutu pendidikan. Yang ada hanyalah bagaimana mencari keuntungan yang sebesar-besarnya.

Jangan sampai dunia pendidikan dijadikan sebagai alat untuk melakukan rekayasa politik, sosial dan kultural pihak-pihak yang tidak menginginkan Bangsa Indonesia cerdas dan maju.  Fenomena ini bagaikan kentut (maaf), tercium baunya tapi tak berwujud.

Indonesia punya semua sumberdaya yang berpotensi untuk menjadi bangsa yang besar, maju dan punya peran signifikan di dunia. Potensi ini akan menjadi kekuatan riil jika dikelola dengan benar dan sungguh-sungguh. Dalam percaturan global, potensi kekuatan ini tidak selalu kompatibel dengan kekuatan-kekuatan global yang secara naluriah ingin menghegemoni dunia dengan segala cara, termasuk masuk melalui dunia pendidikan. Kita harus waspada terhadap hal ini.

Makna ketiga, yaitu 'tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu; leluasa', seyogyanya menjadi makna filosofis dari Kurikulum Merdeka Belajar, yaitu merdeka atau bebas dari tuntutan untuk mengakomodasi pihak-pihak yang ingin mengerdilkan bangsa Indonesia dengan mengkooptasi dunia pendidikan.

Waspadai Implementasinya
Secara konsep, Kurikulum Merdeka Belajar kita yakini sangat baik bagi kemajuan pendidikan di Indonesia. Yang perlu diwaspadai adalah implementasinya jangan sampai memporakporandakan sendi-sendi dunia pendidikan yang dengan segala kekurangan dan keterbatasannya telah teruji ketahanannya terhadap berbagai dinamika kehidupan berbangsa dan berbangsa.

Baca juga : Neymar Harus Belajar Dari Kekalahan Messi

Jangan sampai materi Kurikulum Merdeka Belajar hanya 'ganti baju' dari kurikulum-kurikulum sebelumnya. Kurikulum Merdeka Belajar diharapkan kompatibel dengan karakter, potensi dan kekayaan budaya Bangsa Indonesia.

Indonesia punya tokoh-tokoh pendidikan hebat yang pemikirannya diakui dunia, bahkan diadopsi oleh bangsa lain. Ki Hajar Dewantara, Ahmad Dahlan, atau Hasyim Asyari adalah beberapa contoh begawan pendidikan yang dimiliki Indonesia.

Kurikulum Merdeka Belajar diharapkan mampu menyerap ruh konsep pendidikan yang berbasis kearifan budaya Indonesia hasil pemikiran dan implementasi tokoh-tokoh pendidikan Indonesia. Bukan sekedar mencomot konsep dan praktik-praktik pendidikan negara lain dan dicangkokkan ke dalam sistem pendidikan Indonesia. Yang baik di negara lain belum tentu sesuai dan baik diterapkan di Indonesia. Soto ayam dan rendang keduanya adalah makanan yang lezat. Entah apa rasanya jika keduanya dicampurkan.

Kurikulum Merdeka Belajar diharapkan mampu memotivasi, menginspirasi dan mendorong generasi muda untuk menggali bakat dan potensinya serta mengaktualisasikan dirinya menjadi Bangsa Indonesia yang cerdas dan berakhlak mulia.

Semangat Pembebasan
Keberhasilan implementasi Kurikulum Merdeka Belajar tergantung pada semangat kemerdekaan pemangku kepentingan pendidikan. Pemerintah perlu membebaskan diri dari syahwat politik yaitu melakukan ‘politisasi kurikulum’ yang hanya mementingkan kepentingan sesaat dan hanya menguntungkan kelompoknya.

Kurikulum Merdeka Belajar harus membebaskan para guru dari segala beban administrasi remeh-temeh yang menggerus efektivitas kegiatan belajar dan belajar. Guru harus dibebaskan dari himpitan atau tekanan ekonomi sehingga bisa fokus pada tugas pokok dan fungsinya sebagai pendidik. Guru harus membebaskan diri dari kelembaman atau kemalasan meningkatkan kompetensinya. Kepala sekolah harus punya semangat kemerdekaan untuk berinovasi mewujudkan suasana kegiatan belajar mengajar yang kreatif dan menyenangkan.

Masyarakat harus membebaskan diri dari sikap atau pemikiran bahwa jika sudah menyekolahkan anaknya maka sudah terlepas dari tanggung jawab mendidik anaknya. Masyarakat harus membebaskan diri dari sikap atau pemikiran yang menganggap bahwa sekolah adalah satu-satunya tempat untuk mendidik anaknya. Untuk mengimplementasikan Kurikulum Merdeka Belajar kita harus belajar merdeka terlebih dahulu.■

Isnawan Aslam, Wakil Ketua Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) yang antusias menggeluti dunia pendidikan.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.