Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Fitofarmaka Jadi Solusi Ketahanan Kesehatan

Selasa, 6 September 2022 12:25 WIB
Prof Bambang Brodjonegoro. (Foto: Ist)
Prof Bambang Brodjonegoro. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pandemi Covid-19 jadi momentum untuk membangun ketahanan kesehatan. Salah satunya dengan mengembangkan Green Pharmacy atau fitofarmaka.

Begitu kata eks Menristek, Prof Bambang Brodjonegoro saat bicara pada acara T20 Indonesia Parallel Session 3D: Green Pharmacy’s Role In Supporting Global Health Architecture, Selasa (6/9).

“Ketahanan sistem kesehatan merupakan tulang punggung kesiapsiagaan dan tanggap darurat. Dengan ketahanan kesehatan yang memadai, pelayanan kesehatan esensial dapat terjaga,” ujarnya.

Menurut dia, Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan Green Pharmacy atau fitofarmaka untuk menjaga kualitas, khasiat, dan obat-obatan  yang ramah lingkungan. Sehingga dapat menciptakan akses atau solusi untuk isu penanggulangan bahan kimia yang ada di seluruh dunia.

Dalam Presidensi G20 ini, kata dia, Indonesia harus menjadi panutan dalam pengembangan fitofarmaka sebagai gerakan Green Pharmacy. Ini merupakan masa depan yang menjanjikan bagi kemandirian serta ketahanan kesehatan bagi negara-negara yang memiliki kapabilitas produksi produk kesehatan yang terbatas dan angka impor yang tinggi.

Selain itu, kata dia, pengembangan Green Pharmacy memiliki pasar yang menjanjikan di masa depan, mulai dari negara-negara berkembang hingga negara maju yang sebagian besar penduduknya menggunakan produk obat herbal dalam memenuhi kebutuhan kesehatan dasar mereka, karena khasiat yang tinggi serta untuk pengobatan penyakit menular dan tidak menular.

Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan, Lucia Rizka Andalusia mengatakan, obat herbal sebagai bagian dari pengobatan tradisional dan komplementer merupakan sumber daya kesehatan yang penting. Saat ini, semakin banyak negara yang mengakui peran jamu dalam sistem kesehatan nasional mereka. 

Baca juga : BBM Naik, Masyarakat Mulai Kencangkan Ikat Pinggang

Di China, penggunaan obat herbal sudah mapan untuk tujuan kesehatan. Di Jepang, 50-70 persen jamu telah diresepkan. Sementara itu, Kantor Regional WHO untuk Amerika (AMOR/PAHO) melaporkan bahwa 71 persen penduduk Chili dan 40 persen penduduk Kolombia menggunakan obat tradisional.

Bahkan penggunaan jamu oleh penduduk negara maju seperti di Perancis mencapai 49 persen, Kanada 70 persen, Inggris 40 persen, dan Amerika Serikat 42 persen. “Inilah kondisi pasar ekspor jamu ke depan,” bebernya.

Namun, kata dia, ada tantangan pengembangan obat herbal, seperti kurangnya penelitian karena kesulitan, dukungan keuangan untuk penelitian tentang TCM dan pengobatan herbal. Selain itu kurangnya kemauan politik.

Indonesia memiliki peluang mengembangkan Green Pharmacy karena memiliki 143 ha hutan tropis, dengan 28.000 spesies tumbuhan dan 32 ribu bahan telah dimanfaatkan. “Kami mendorong penelitian, pengembangan, hingga penanganan dan pemanenan bahan baku untuk memastikan standar kualitas dalam produksi,” ujarnya.

Plt. Dirjen Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kementerian Perindustrian, Ignatius Warsito mengatakan, dari sisi industri, produk farmasi saat ini sebagian besar dikembangkan dari bahan kimia dasar. Transformasi untuk menjadikannya green atau ramah lingkungan sangat penting untuk keberlanjutan.

“Jadi bukan hanya transisi dari kimia ke herbal, tapi membuat bahan obat menjadi kembali ke alam,” ujarnya.

Menurut dia, penting bagi semua pihak dari hulu hingga hilir untuk melakukan kolaborasi dengan aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi. Bersama-sama membuat parameter dan bagaimana kita dapat mempercepat ini untuk mengarungi dinamika global saat ini,” tukasnya.

Baca juga : Komisi I Kebut Sahkan UU PDP

Director of Research & Business Development Dexa Group, Dr. Raymond Tjandrawinata mengatakan, ada beberapa dampak dari obat-obatan kimia. Misalnya mulai dari R&D Manufaktur, distribusi, konsumsi, bahkan hingga pengelolaan limbah. Pasalnya, obat-obatan jenis ini memiliki beberapa dampak terhadap lingkungan.

Dr. Raymond Tjandrawinata.

Apa dampaknya? Beberapa penelitian menemukan serapan obat-obatan dari makanan. Produk obat-obatan kimia dapat berada di air minum akibat pencucian ke air tanah. Contohnya adalah dari air yang terkontaminasi di Hyderabad, India.

Sementara contoh di Indonesia adalah parasetamol, obat yang digunakan di Indonesia ini mencemari air di Teluk Jakarta. “Ini yang perlu kita perhatikan, bahwa farmasi memang sangat bermanfaat, tetapi juga mencemari lingkungan karena produksi dan konsumsinya,” bebernya.

Menurut dia, ekologi adalah sesuatu yang perlu dijaga di masa depan. Salah satunya dengan  memastikan bahwa limbah farmasi tidak mencemari lingkungan. Untuk itu, perlu banyak memberikan perhatian dan edukasi kepada masyarakat yang tujuannya adalah kelestarian lingkungan. 

“Kita perlu mengembangkan program, dan mengajarkan orang tentang lingkungan untuk mempengaruhi keyakinan dan nilai-nilai manusia,” ujarnya.

Menurut dia, Green Pharmacy adalah alternatif yang sangat baik untuk sebuah negara, karena Green Pharmacy berasal dari bumi, kita harus kembali ke bumi. Tidak hanya meningkatkan kesehatan dan gaya hidup masyarakat, tetapi juga meningkatkan keramahan lingkungan. Misalnya, mengurangi emisi NO dan meningkatkan bahan organik, menyesuaikan pH tanah, dan meningkatkan retensi air dan kapasitas menahan. 

“Ketika kita mengembangkan apotek, kita perlu memastikan produk kimia diturunkan dengan lebih banyak Green Pharmacy,” bebernya.

Baca juga : Jasa Raharja Jamin Seluruh Korban Kecelakaan Truk Kontainer Bekasi

Kata dia, Green Pharmacy perlu mengikuti  proses modern dari penemuan obat, melalui pengujian pada hewan dan manusia. Jika tidak, Green Pharmacy tidak akan digunakan oleh dokter dan ditambahkan ke Pedoman praktik klinis.

“Pada akhir saya ingin mengatakan ketika kita berbicara tentang Green Pharmacy, rantai nilai tidak hanya datang dari produsen, tetapi kembali ke awal yaitu petani untuk bahan baku,” katanya.

Menurut dia, pengembangan Green Pharmacy dalam jumlah besar tidak hanya menguntungkan produsen, perusahaan, pasien dan dokter, tetapi juga para petani yang memiliki kemampuan menanam esuai dengan praktik agrikultur yang baik. 

“Kita berterima kasih kepada Green Pharmacy yang memberikan banyak harapan bagi kita di masa depan,” bebernya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.