Dark/Light Mode

Jaga Stabilitas Pasokan, Kementan Gunakan Strategi Pola Tanam Berbasis IT

Selasa, 6 Agustus 2019 00:16 WIB
Prihasto Setyanto (Foto: Istimewa)
Prihasto Setyanto (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Cabe menjadi salah satu komoditas hortikultura yang sering kali mengalami fluktuasi harga. Pada satu titik tertentu mengalami kenaikan namun tak jarang mengalami penurunan harga yang sering kali membuat resah petani dan masyarakat. 

Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan), Prihasto Setyanto, menjelaskan, pemerintah memberikan segala kebijakan yang berpihak kepada petani maupun masyarakat. “Pemerintah mengalokasikan dana APBN dan APBD kepada para petani untuk menjaga stabilisasi pasokan,” katanya, saat berkunjung di Desa Tambak Rejo, Kecamatan Gurah, Senin (6/8). 

Prihasto mengatakan salah satu kondisi penyebab tidak stabilnya harga cabe, dikarenakan pola tanam yang tidak tepat. Umumnya petani menanam saat waktu harga jual cabe tinggi, akhirnya saat panen bersamaan harganya jatuh. Lebih parah lagi, saat harga jatuh petani cenderung malas merawat tanaman dan akhirnya tanaman tidak berproduksi dengan baik. 

Akhirnya produktivitas menurun dan harga mengalami kenaikan saat pasar membutuhkan pasokan, utamanya saat memasuki musim kemarau yang terjadi baru-baru ini. "Banyuwangi, Tuban, Temanggung, Kediri, Blitar, Magelang, Karanganyar merupakan daerah sentra cabe. Meski sempat mengalami kendala selama masa tanam akibat kurang air, kini sudah kembali aktif bertanam dan diperkirakan pertengahan Agustus harga cabe akan kembali normal," papar pria yang akrab dipanggil Anton ini. 

Ke depan, imbuh Anton, akan dipantau pola tanam berbasis kebutuhan. Tiap daerah dipetakan berapa jumlah konsumsi yang diperlukan melalui aplikasi online. Pola ini diyakini mampu menjaga kuantitas produksi sesuai dengan besaran kebutuhan.

Peta produksi berbasis kebutuhan riil ini akan disosialisasikan ke daerah-daerah untuk memberitahukan berapa besaran pertanaman yang dibutuhkan. Dengan pemetaan tersebut, gejolak harga akibat minimnya produksi bisa dihindari.

Baca juga : Subtitusi Impor, Kementan Fokus Kembangkan Benih Jeruk

“Peta produksi cabe ini juga bisa digunakan untuk mengenal kondisi pasar. Misalnya, kabupaten A kekurangan hasil produksi, sedangkan kabupaten B kelebihan produksi, maka pasar di kedua kabupaten dapat saling mengisi. Dengan adanya peta ini, diharapkan cabe selalu tersedia di pasar," terang Anton.

Selanjutnya, kata Anton, informasi ketersediaan juga perlu dilakukan guna memperlancar pasokan cabe ke pasar. Langkah ini penting sebagai upaya untuk menstabilkan harga cabe agar tidak naik.

"Maka dari itu untuk memperlancar pasokan kita perlu memantau daerah - daerah  yang memang masih butuh tambahan pasokan. Kita akan berkoordinasi dengan para petani untuk  memperlancar distribusi cabe ke daerah – daerah yang mengalami defisit cabe," paparnya.

Berdasarkan data Ditjen Hortikultura, peningkatan kebutuhan cabe ada di Jawa. Khususnya cabe rawit merah. 


Pasokan Cabe di Pasar Pare

Selama ini Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) didominasi oleh pasokan cabe dari Jawa Barat dan Jawa Tengah. Jawa Timur  memiliki sentra utama seperti Banyuwangi, Kediri dan Malang yang harus berbagi produksi dengan pasar di Pare Kediri, Surabaya dan Bali. 

Baca juga : Jokowi dan Boris Johnson, Mantan Walikota Yang Jadi Pemimpin Negara Besar

"Pasar Pare Kediri saat mengalami kekurangan, memasok dari Sulawesi melalui pelabuhan Tanjung Perak. Hal ini dikarenakan di Sulawesi, tepatnya di daerah - daerah surplus cabe bisa mengirim barangnya ke jawa melalui surabaya. Sebentar lagi akan masuk dari Kediri dan Nganjuk," ujar pengelola cabe besar Pasar Pare Kediri, Wawan.

Berdasarkan pantauan di Pasar Induk Pare, harga cabe hijau besar Rp 22 ribu, harga cabe merah besar Rp 40 ribu. Untuk cabe rawit hijau Rp 26 ribu, cabe rawit merah Rp 68 ribu per kg.

Hal menarik ditemukan di pasar ini adalah adanya pedagang yang menjual cabe kering. Harganya cukup ekonomis, yakni Rp 17 ribu per kg. 

"Ini menarik, ke depan juga akan dikembangkan teknologi pasca panen cabe sebagai solusi di saat harga turun. Tentunya cabe bermutu yang dipilih sehingga kualitasnya tetap terjaga," ujar Anton.

Ditemu di lokasi pasar, Satgas Pangan Kediri, Mulyono, mengaku pihaknya tidak menemukan permainan harga di Pasar Pare, artinya mekanisme harga terbentuk secara alami dan bukan permainan.


Kenaikan Cabe Tak Melulu Dinikmati Petani

Baca juga : Cegah Naik Haji Pakai APBD, Kemendagri Tolak Izin Tujuh Kepala Daerah

Ketua Paguyuban Petani Cabe Indonesia Kabupaten Kediri, Suyono mengaku kenaikan harga cabe serta merta tidak dinikmati petani. Di sisi lain keuntungan pada pihak ketiga yang menikmati harga naik.

"Petani yang menikmati keuntungan tidak sampai 50 persen karena banyak yang sudah habis tanamannya dan sekarang masih proses pembungaan. Kediri sendiri dahulu penuh dengan hamparan cabe. Belakangan diberlakukan pola tumpang gilir di mana dalam satu hamparan terdapat tiga komoditas yang ditanam bergantian," papar Suyono. 

Tumpang gilir ini telah lama dilakukan petani Kediri. Dalam satu lahan, petani melakukan pertanaman jagung yang disusul cabe dan terakhir kacang tanah. Selain efisiensi lahan, petani mendapat keuntungan panen dari tiga komoditas sekaligus. [KAL]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.