Dark/Light Mode

Produksi Melimpah, Kenaikan Harga Beras Akibat Buruknya Tata Kelola Pasar

Selasa, 14 Februari 2023 19:22 WIB
Panen padi. (Foto: Ilustrasi)
Panen padi. (Foto: Ilustrasi)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua Umum KTNA Nasional M. Yadi Sofyan Noor tidak sepakat dengan penilaian bahwa kenaikan harga gabah meski telah masuk musim panen raya awal tahun 2023 ini akibat kesalahan kebijakan di level hulu.

Pasalnya, kebijakan dan program sektor pertanian saat ini yang dijalankan pemerintah membuahkan hasil yakni terjadi panen raya padi di semua daerah Indonesia, bahkan diprediksi terjadi kenaikan produksi beras di tahun 2023.

Dari semua sumber data yaitu BPS, satelit dan data lapangan memprediksi produksi padi tahun 2023 ini 54 juta ton gabah kering giling, setara 31,4 juta ton beras. Dan berdasarkan data KSA BPS, prognosa panen padi pada Februari 2023 seluas 1,0 juta hektar dan Maret seluas 1,9 juta hektar.

"Artinya, beras tentunya melimpah ruah pada masa panen raya awal 2023 ini dan kebijakan dan program pembangunan pertanian tentu berhasil. Sehingga, masih terjadinya kenaikan harga gabah tentu karena tata Kelola pasar dan dan sistem buffer stock yang belum kuat sehingga perlu ditingkatkan lagi," kata Yadi Sofyan di Jakarta, Selasa (14/2).

Yadi menambahkan, persoalan kenaikan harga di tengah panen raya ini menandakkan keadaan terjadinya anomali harga dan pasar. Mengapa? Karena stok beras di masyarakat tentu banyak, bahkan ditambah stok beras masuk dari impor, harga pun tetap tidak turun.

Baca juga : Antisipasi Kenaikan Harga Beras Di Jateng, Ganjar Akan Kontrol Hasil Panen

Artinya, lanjut dia, ini bukan masalah di pasokan. Berapapun beras yang dipasok, harga tidak turun, karena masalahnya ada di pasar, pedagang dan tata kelola pasar serta sistem logistik dan distribusi yang masih belum diperbaiki. Tentu soal ini adanya di hilir, bukan di hulu.

Lebih lanjut Yadi menilai tingginya harga gabah meski masuk masa panen raya saat ini tentu juga disebabkan karena harga gabah petani masih diangka di atas Rp 6.000 perkg.

Tingginya harga gabah hingga saat ini karena naiknya harga pupuk, BBM hingga biaya transportasi naik, sementara harga pembelian pemerintah (HPP) tidak ikut naik.

"Ada yang tidak optimal menyerap gabah petani. Kondisi ini menyebabkan iklim perberasan tidak kondusif karena pasar beras dikendalikan pedagang dan ini turut memberikan dampak pada pasar beras secara keseluruhan," ungkapnya.

Kendati demikian, Yadi mengungkapkan kondisi harga gabah dan beras saat ini mulai turun. Berdasarkan laporan dari lapangan, misalnya perkembangan di Jawa Timur, panennya semakin banyak sehingga gabah kering panen semakin membanjir di penggilingan dan harganya pun turun, dari puncaknya Rp 6.300 menjadi Rp 6.000. Bahkan diprediksi minggu ini akan turun lebih cepat lagi daripada minggu lalu.

Baca juga : Demokrat Lantang Kritik Pemerintah

Harga beras, kata dia, sudah mulai turun. Misalnya beras dari Demak dari Rp 10.500 menjadi Rp 10.000, namun rata-rata pabrik hari ini menahan belanja menunggu harga stabil.

"Laporan dari anggota di lapangan, rata-rata kapasitas dryernya sudah terisi full, tetapi gudang berasnya rata-rata stoknya masih harian, belum ada penambahan yang signifikan," ujarnya.

Terpisah dalam diskusi publik berjudul Ketahanan Pangan: Mengapa Beras Indonesia Termahal di ASEAN, Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dwidjono Hadi Darwanto meminta perum Bulog bertanggungjawab atas kenaikan harga beras yang terjadi saat ini.

Dia menilai, ada yang tidak maksimal melakukan pengadaan atau penyerapan sehingga kondisi ini terus berulang setiap tahunnya. Kenaikan harga diakibatkan oleh biaya dan juga ketersediaan akhir tahun yang kurang.

Padahal, seharusnya, ketersediaan beras minimal mencapai 1,2 juta ton per tahun. Akan tetapi, hanya mengadakan sebesar 980-an ribu ton. Akibatnya, karena harus dilakukan operasi pasar setiap bulan dengan kebutuhan sebesar 100-200 ribu ton, September sudah habis.

Baca juga : Tekan Harga Beras, Bulog Jor-joran Gelontorin Stok

Imbasnya, pada bulan November-Desember harga pasti naik dan kondisi itu terus berulang setiap tahun.

"Artinya, kalau mempunyai ketersediaan cukup, itu November-Desember itu masih bisa operasi pasar. Sehingga harga akan turun," pinta Prof. Dwidjono. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.