Dark/Light Mode

Produksi Plastik Virgin Mau Dikurangi, Industri Petrokimia Terancam

Kamis, 20 April 2023 12:34 WIB
Ilustrasi industri petrokimia. (Foto: ist)
Ilustrasi industri petrokimia. (Foto: ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Industri petrokimia terancam dengan rencana Indonesia mengurangi produksi plastik virgin.

Hal itu sebagai upaya pengendalian polusi sampah plastik yang disampaikan ke Sekretariat Intergovernmental Negotiation Committee (INC) yang dibentuk oleh UNEP berdasarkan mandat dari Resolusi UNEA 5/14. 

Ketua umum Industri Olefin, Aromatik dan Plastik  Indonesia (INAPLAS), Suhat Miyarso mengatakan, saat ini anggota INAPLAS sedang giat membangun industri petrokimia untuk memenuhi kebutuhan bahan baku plastik dalam negeri yang saat ini masih net impor, dengan nilai sebesar 2,8 miliar per tahun. Dalam rangka memperkuat daya saing terhadap produk impor, saat ini tengah dibangun tiga mega proyek petrokimia oleh PT Chandra Asri Petrochemical Tbk, PT Lotte Chemical Titan Nusantara dan PT Pertamina Persero sejak 2022-2027 dengan total nilai investasi sebesar 18 miliar dolar AS.

Baca juga : Jenazah Pratu Miftahul Arifin Belum Dievakuasi, Ini Penjelasan TNI

Pemerintah juga berencana membangun industri petrokimia di Kawasan Industri Hijau Indonesia (KIHI), Kalimantan Utara dengan nilai investasi 56 miliar dolar AS. Bahkan, pemerintah memiliki ambisi menjadikan proyek tersebut sebagai “the largest petrochemical industry” di dunia. 

“Dengan program pengembangan industri petrokimia yang terancam, berpotensi untuk memberikan dampak turunan lainnya,” ujarnya, Kamis (20/4).

Di antaranya menghilangkan potensi serapan tenaga kerja hingga 3,2  juta orang melalui rencana beberapa mega proyek pembangunan industri petrokimia tersebut. Ditambah lagi akan mengurangi serapan tenaga kerja dari kegiatan daur ulang plastik paska penggunaan saat ini.  Berdasarkan data Sustainable Waste Indonesia (2021), kegiatan daur ulang plastik telah melibatkan 57.500 tenaga kerja dan 1.370 UMKM,” beber Suhat.

Baca juga : Bikin Parfum Dari Aroma Keringat

Lebih lanjut, Suhat menjelaskan, posisi Indonesia tersebut secara prinsip tidak tepat sasaran. Hal tersebut dikarenakan konsumsi plastik Indonesia masih lebih kecil dibandingkan dengan negara lainnya. Sedangkan plastik sangat diperlukan untuk kebutuhan sehari-hari, seperti kemasan makanan minuman, peralatan rumah tangga, infrastruktur, otomotif, dan banyak kebutuhan lainnya.

“Produksi plastik Indonesia juga telah memenuhi SNI, BPOM, Halal, Ekolabel, serta standar internasional ISO dan FDA, sehingga aman untuk konsumen dan juga lingkungan. Dari sisi dampak terhadap lingkungan, plastik memiliki dampak yang lebih baik terhadap perubahan iklim, pengasaman, eutrofikasi, dan penipisan lapisan ozon dibandingkan dengan material lainnya (United Nations Environment Programme, 2020),” papar Suhat.

Merujuk pada hal-hal di atas, Suhat berharap, Pemerintah dapat merevisi dan mengkaji  kembali posisi Indonesia yang disampaikan kepada Sekretariat INC dengan berfokus pada peningkatan pengelolaan sampah berbasis ekonomi sirkular, pola konsumsi berkelanjutan dan bertanggung jawab, perubahan perilaku masyarakat, serta mendorong penerapan desain ramah lingkungan. 

Baca juga : Susunan Direksi Jasa Raharja Dirombak, Ini Perubahannya

Hal tersebut dilakukan agar selaras dengan upaya pertumbuhan industri petrokimia nasional untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri dan mengurangi angka impor bahan baku plastik. Selain itu, diharapkan agar Pemerintah segera menyusun Plastic Value Chain dengan memperhatikan kebijakan pemerintah terkait pengembangan industri petrokimia, yang selanjutnya dituangkan pada Rencana Aksi Nasional (RAN) dengan melibatkan pemangku kebijakan terkait. 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.