Dark/Light Mode

Pembangkit Listrik Tenaga Air Harus Sinergi Dengan Konservasi

Selasa, 10 Oktober 2023 22:15 WIB
Seminar Integrasi Transisi Energi dengan Konservasi Ekosistem Daratan di IPB, Selasa (10/10). (Foto: Ist)
Seminar Integrasi Transisi Energi dengan Konservasi Ekosistem Daratan di IPB, Selasa (10/10). (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pakar lingkungan Universitas Indonesia sekaligus CEO Environment Institute, Mahawan Karuniasa mengatakan, sudah seharusnya pembangkit listrik tenaga air terintegrasi dengan konservasi ekosistem daratan.

Hal tersebut dikatakan Mahawan dalam Seminar Integrasi Transisi Energi dengan Konservasi Ekosistem Daratan di IPB, Selasa (10/10).

“Sudah tidak dapat ditawar lagi bahwa agenda Paris Agreement untuk tidak melampaui 1,5° Celsius perlu upaya mitigasi agar emisi global tidak melampaui 33 Giga ton CO2e melalui transisi energi, termasuk di Indonesia,” ujarnya.

Baca juga : Pertamina Patra Niaga Jamin Pasokan Energi Jelang MotoGP Mandalika

Menurut dia, Indonesia memasuki dekade dominasi emisi sektor energi. Artinya sebagian besar emisi gas rumah kaca nasional berasal dari sektor ini yang meliputi tiga sumber utama, yaitu pembangkit listrik, transportasi, dan industri.

Khusus untuk pembangkit listrik, berdasarkan dokumen LTS-LCCR (Long Term Strategi for Low Carbon and Climate Resilience) strategi utama pemangkasan emisi dilakukan dengan coal phase down, penggunaan gas, penerapan teknologi Carbon Capture and Storage, serta peningkatan pembangkit listrik bertenaga air, angin, matahari, dan panas bumi.

Staf Ahli Menteri Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK),  Haruni Krisnawati mengatakan, transisi energi diperlukan dalam implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) bersamaan dengan pencapaian target FOLU Net Sink 2030. Sehingga implementasi NDC dilaksanakan sesuai komitmen Indonesia dan strategi implementasi NDC yang telah disusun.

Baca juga : Angkasa Pura Logistik Dipercaya Lagi Tangani Kargo MotoGP

Sementara, Pakar Lingkungan Jatna Suprijana mengatakan, biodiversity loss menjadi masalah global termasuk Indonesia sebagai negara mega biodiversity, sehingga upaya transisi energi mesti sinergi dengan konservasi ekosistem, seperti pengembangan PLTA Batang Toru dengan konservasi Orangutan Tapanuli yang tersisa 200 ekor.

Dalam perspektif spasial, kata Mahawan, sebenarnya rencana PLTA Batang Toru dengan beban puncak 510 Mega Watt, memberikan usikan bentang lahan yang minim, termasuk satwa liar, karena waterway dari dam intake ke power house dibangun di bawah tanah. Sangat berbeda dengan pembukaan lahan besar-besaran untuk pertanian dan perkebunan.

“Kehati-hatiannya justru pada ekosistem sungainya yang paralel dengan waterway karena implikasi perubahan perilaku debit airnya berpengaruh pada ekistem sungai,” ujarnya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.