Dark/Light Mode

Rencana Investasi JETP Masih Setengah Hati Untuk Transisi Energi Hijau

Selasa, 21 November 2023 18:42 WIB
Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudhistira/Istimewa
Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudhistira/Istimewa

RM.id  Rakyat Merdeka - Rancangan rencana investasi dan kebijakan komprehensif (Comprehensive Investment and Policy Plan/CIPP) kesepakatan kemitraan JETP (Just Energy Transition Partnership) dinilai masih setengah hati pada upaya transisi energi berkeadilan.

Pasalnya, minimnya target pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dalam draf rencana ini, berpotensi memperlambat langkah reformasi sistem energi Indonesia menjadi lebih hijau dan ambisius.

Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudhistira mengatakan, dokumen CIPP JETP masih cukup kontradiktif. Target bauran energi terbarukan dalam CIPP cukup ambisius, yakni mencapai 44 persen pada 2030. Namun, hanya dua PLTU yang masuk daftar pensiun dini dalam skema ini, yaitu PLTU Pelabuhan Ratu dan PLTU Cirebon.

“Sebagian PLTU yang masuk pensiun dini, yakni PLTU Cirebon-1, sebenarnya sudah masuk dalam skema ETM (Energy Transition Mechanism/mekanisme transisi energi). Jadi, seolah tidak ada niatan untuk benar-benar melakukan penutupan PLTU batu bara. JETP menjadi tidak jelas, awalnya mau pensiun PLTU batu bara, justru tidak dilakukan dengan serius,” tegas dia.

Baca juga : Implementasi QRIS Antarnegara, Netzme Pay Bisa Transaksi Di Singapura

Direktur Program Transisi Bersih Harryadin Mahardika  menambahkan, hal yang sama pernah dilakukan Indonesia. Dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang diterbitkan pada 2014, Indonesia menargetkan bauran energi terbarukan 23 persen pada 2023 dan 31 persen pada 2050. Namun pada saat yang sama, Indonesia juga memulai Program 35 Gigawatt (GW) yang mayoritas adalah PLTU batu bara.

Penambahan PLTU akhirnya justru menggerus ruang pengembangan energi terbarukan, sehingga target bauran energi hijau tidak tercapai.

Menurutnya, dalam dokumen CIPP, PLTU captive tidak dimasukkan. Padahal, pertumbuhannya sangat tinggi dari 1,3 GW pada 2013 menjadi 10,8 GW pada 2023, dan masih terus bertambah.

Hal ini akan menjadi penghalang besar yang dapat menggagalkan target nol emisi Indonesia, seperti sebelumnya.

Baca juga : Bey Machmudin: Integrasi Data Tingkatkan Penerimaan Pajak

“Meski target CIPP tercapai 100 persen, target nol emisi Indonesia tidak akan pernah tercapai lantaran PLTU captive akan tetap hasilkan emisi dalam jumlah besar,” jelas Harryandi.

Kepala Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak mengatakan, sekalipun tetap perlu dihargai sebagai salah satu inisiatif transisi energi, dokumen CIPP masih kompromistis dan sangat jauh dari trayektori untuk menahan kenaikan suhu pada 1,5 derajat Celcius.

Menurutnya, pensiun dini PLTU yang hanya 1,6 GW dan PLTU captive yang tidak dihitung dalam dokumen CIPP, akan jadi ganjalan skenario menuju net zero emission.

Belum lagi kalau bicara tentang rencana pemerintah dan sektor migas untuk menaikkan produksi minyak bumi menjadi 1 juta barel per hari (bph) dan gas bumi menjadi 12 miliar kaki kubik per hari pada 2030. Semuanya itu berpotensi melumpuhkan skenario transisi energi Indonesia secara keseluruhan.

Baca juga : Pertamina NRE Dan VKTR Kerja Sama Percepat Transisi EV Di Indonesia

“Saya khawatir JETP bisa berakhir menjadi sebuah boutique project saja, tidak signifikan atau bahkan menjadi kosmetik dalam kompleksitas transisi energi Indonesia,” tegasnya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.