Dark/Light Mode

APPKSI: Pabrik Kelapa Sawit Tanpa Kebun, Rugikan Petani Plasma

Senin, 1 Juli 2024 21:19 WIB
Ketua Dewan Pembina Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia (APPKSI), Arief Poyuono. Foto: Istimewa
Ketua Dewan Pembina Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia (APPKSI), Arief Poyuono. Foto: Istimewa

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua Dewan Pembina Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia (APPKSI), Arief Poyuono menyayangkan maraknya pembangunan Pabrik Kelapa Sawit Tanpa kebun (PKSTK).

Kata Arief, situasi ini menimbulkan pertanyaan lantaran dari mana kelapa sawit yang disuplai.

"Bukannya membuat petani sawit semakin untung, justru menciptakan banyak kerugian bagi petani plasma. Sebab, PKSTK malah memberi peluang terjadi tindak pidana pencurian Tandan buah segar milik perkebunan sawit yang bermitra dengan petani plasma," kata Arief, dalam keterangan tertulisnya, Senin (1/7/2024).

Dia meminta Presiden Jokowi dan Polri untuk menertibkan PKSTK. Arief meminta, Pemerintah kembali mengkaji ulang pabrik sawit tanpa kebun inti dari daftar perusahaan yang bisa dibuka.

Baca juga : SIM Keliling Kabupaten Bogor Sabtu 29 Juni, Cek Di Sini Lokasinya

"Jika melenceng dari ketentuan, langsung menindaknya dengan menutupnya," ujarnya.

Arief mengaku, PKSTK ini sering kali berdiri di dekat PKS yang bermitra dengan petani plasma atau pekebun swadaya.

"Kehadirannya mengganggu PKS bermitra karena mengambil tandan buah aegar dari plasma dan pekebun bermitra, tanpa memenuhi syarat memiliki bahan baku minimal 20 persen dari kebun sendiri seperti yang diatur dalam standar Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dan European Union Delegated Regulation (EUDR)," tambah Arief.

Arief menyebutkan, masalah lain yang dihadapi oleh industri sawit, yaitu PKS brondolan.

Baca juga : Ini Kriteria Jemaah Haji Sakit yang Bisa Ajukan Mutasi Kloter

"PKS brondolan berdiri dekat pabrik yang sudah ada dan menyebabkan pemindahan brondolan, yang berpotensi mempengaruhi produksi Crude Palm Oil dan harga TBS pekebun," ungkap Arief.

Menurutnya, PKS brondolan juga dapat menghasilkan CPO dengan kadar asam tinggi, yang dianggap sebagai limbah dan bukan sebagai produk utama.

"Hal ini dapat menyebabkan penurunan produksi CPO secara keseluruhan dan memunculkan masalah baru di masa depan," ujarnya.

Sementara itu, pengamat hukum dari Universitas Andalas Agung Hermansyah menilai bahwa harus ada ketegasan dari Pemerintah terkait PKSTK yang memberi peluang terjadi tindak pidana pencurian tandan buah segar milik petani kecil.

Baca juga : Putu BKSAP: Thailand Mau Tingkatkan Kerja Sama Bidang Pendidikan dengan RI

"Dan ini, salah paham terhadap regulasi tersebut seperti kemitraan inti plasma perusahaan nyediain pabrik, tapi kebunnya milik masyaakat," nilai Agung.

Agung menilai, pada dasarnya kalau pabriknya ilegal dan tanpa izin, maka dapat mengancam lingkungan. Selain itu, kata dia, penertiban itu dilakukan oleh Pemerintah selaku pihak yang mengeluarkan izin.

"Jadi harus dilakukan kerja sama pihak kementerian terkait dengan Polri agar bisa menertibkan pelaku PKSTK," pungkas dia.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.