Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Ekonomi Lesu, Kenaikan Cukai Dan Pajak Rokok Diminta Ditunda
Selasa, 7 April 2020 16:21 WIB

RM.id Rakyat Merdeka - Pemerintah diminta untuk menunda kenaikan cukai dan pajak rokok. Pasalnya pandemi corona berdampak pada perekonomian Indonesia. Salah satunya daya beli masyarakat yang menurun.
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor, Prof Didin S Damanhuri mengatakan, kebijakan tersebut cocok diterbitkan jika kondisi ekonomi negara stabil. Dengan pandemi ini, pemerintah harus menjaga kestabilan ekonomi dengan melindungi seluruh sektor usaha.
"Niat menaikkan cukai, pajak, dan sebagainya itu kan asumsi sebelum corona. Jadi mengapa dipertahankan? Sekarang sudah tidak relevan. Jangan hanya rokok saja yang dibicarakan, tapi seluruh sektor industri lainnya. Karena ini tidak relevan, bahkan harusnya diberi insentif,” tuturnya seperti ditulis Selasa (7/4).
Baca juga : Pendaftaran Dan Seleksi Sekolah Kedinasan Ditunda
Menurut dia, pemulihan maupun pertumbuhan ekonomi tergantung dari keberhasilan pemerintah menangani corona. Selain menanti vaksinnya, tolok ukur keberhasilannya juga tergantung dari penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
PSBB menelan anggaran Rp 70 triliun. Angka itu lebih kecil dari anggaran insentif ekonomi Rp 150 triliun. "Sebaiknya dibalik. Menghadapi Covid-19 ini lebih baik yang Rp 150 triliun dan nanti bisa ditingkatkan kalau ada skenario kondisi paling buruk terjadi," kata Didin.
Dia setuju dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 19/2020. Adapun salah satu poinnya menyebut Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) dan dana bagi hasil sumberdaya alam (DBHSDA) dapat digunakan pemerintah daerah untuk penanganan dan pencegahan penularan corona. Alasanya, penyelamatan masyarakat dari penularan corona menjadi prioritas utama. Hal itu menjadi kunci utama bagi pemulihan ekonomi.
Baca juga : Senator Puji Strategi Kementan Jaminan Pasokan dan Distribusi Pangan
“Jadi sekarang harus dimobilisasi dana (BHCHT). Terutama untuk daerah yang petani tembakaunya tinggi seperti Jawa Timur atau Sumatera Utara. Kan tidak semua petani tembakau, jadi harus clustering dana itu. Atau kalau masih cukup besar cluster di mana yang banyak penyakit atau covid tinggi diutamakan juga," ungkapnya.
Sayangnya, DBHCT belum dimanfaatkan untuk penanganan corona. Justru yang digunakan dana pendidikan. Ketimbang pendidikan, Didin menilai, seharusnya dana tersebut dari proyek-proyek yang tidak prioritas.
Berkaitan dengan industri hasil tembakau, Didin mengakui industri ini terbukti menggerakkan perekonomian. Untuk itu sudah sewajarnya pemerintah melindungi dan membiarkan para petani tembakau bekerja serta memikirkan bagaimana menampung hasil produksinya.
Baca juga : Firli Nunjuk Hidung Agus
Menurut didin, jika perusahaan atau industri hasil tembakau masih bisa berproduksi dan melakukan ekspor hasil produksinya harus terus dilindungi. Karena dapat menggerakan perekonomian masyarakat. [MEN]
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya