Dark/Light Mode

Indef: Alih Fungsi Lahan Pertanian Masih Tinggi

Kamis, 11 Juni 2020 22:12 WIB
Ilustrasi lahan pertanian. (Foto: ist)
Ilustrasi lahan pertanian. (Foto: ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Indonesia sebagai negara agraris tengah menghadapi ancaman alih fungsi lahan. Lahan pertanian tiap tahun terus menyusut dan berganti rupa menjadi properti, infrastruktur, atau peruntukan lainnya. 

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira menilai, adanya ketidaksinkronan antara perlindungan lahan pertanian dengan agenda pembangunan nasional. Bahkan, keduanya terlihat saling menegasikan. 

"Selama ini (pertanian dan pembangunan) saling menegasikan. Sepanjang pantai utara Jawa ketika terjadi pembangunan infrastruktur yang gencar, produksi pertanian berkurang. Padahal daerah Karawang itu jadi lumbung padi utama di Jawa, bahkan Indonesia," ujar Bhima, Kamis (11/6). 

Baca juga : DPR Minta Anggaran Sektor Pertanian Tidak Dipotong

Untuk mengatasi masifnya alih fungsi lahan ini, menurut Bhima, pemerintah harus berani bersikap tegas. Terutama terkait dengan perencanaan dan pengaturan zonasi wilayah. 

"Pertama adalah zonasi yang tegas, kalau jalur hijau untuk pertanian ya tidak boleh dibuat pemukiman, proyek infrastruktur maupun pabrik. Itu harusnya ada harga mati, sanksi keras," tuturnya. "Ini juga untuk cegah spekulan tanah bermain harga," imbuh Bhima. 

Selain penegakan aturan yang tegas, peran Kepala Daerah juga sangat penting. Terutama dalam mencegah terjadinya korupsi pemberian izin antara pemerintah dan pebisnis.

Baca juga : Politik Malaysia Masih Hangat

"Korupsi soal perizinan lahan harus dibabat habis. Jangan ada lagi kasus konversi lahan pertanian untuk jadi pabrik misalnya karena aparatur daerahnya bisa disuap," tegas Bhima.

Dalam catatan Bhima, alih fungsi lahan pertanian cukup masif terjadi di Indonesia. Per tahun luas lahan baku sawah alami penyusutan hingga 120 ribu hektar. 

Menurutnya, situasi ini cukup gawat karena didorong oleh masifnya pembangunan infrastruktur, pabrik dan properti. Sementara itu, ada korelasi antara alih lahan pertanian dengan kenaikan impor pangan. Tahun 2018 lalu misalnya, impor beras tembus 2,2 juta ton. Sedangkan, impor sayuran tembus 11,5 triliun di 2019. 

Baca juga : Di Tengah Pandemi, UMKM Binaan Pertamina Pantang Menyerah

“Padahal, di tengah pandemi, kemandirian pangan merupakan syarat kunci untuk bertahan,” ujarnya. [OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.