Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Tarik Investor Garap Panas Bumi di Indonesia, Ini Usulan APBI

Kamis, 6 Mei 2021 20:35 WIB
Foto: Ist
Foto: Ist

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua Umum Asosiasi Panas Bumi Indonesia (APBI) Priyandaru Effendi mengatakan, potensi panas bumi di Indonesia mencapai 23 Gigawatt Hour (GwH). Tapi, dari jumlah itu, sampai sekarang baru digarap sekitar 2,1 GwH. Potensi ekonomi besar dan menarik minat investor untuk menggarapnya.

"Jadi, masih sangat terbuka luas untuk pengembangan potensi panas bumi di Tanah Air. Dan, kini banyak investor yang siap masuk ke Indonesia," ujar Priyandaru dalam webinar Pengembangan Potensi Panas Bumi yang dihelat Ruang Energi secara daring, Kamis (6/5).

Menurut catatan APBI, sedikitnya ada uang siap masuk sampai 4 miliar dolar Amerika Serikat (AS) ke sektor panas bumi di Indonesia.

"Potensi panas bumi di Indonesia sangat besar bahkan terbesar di dunia. Sementara, tren ke depan dibutuhkan energi yang bersih dan terbarukan. Salah satunya panas bumi ini," imbuhnya.

Oleh karenanya, tak aneh jika banyak investor melirik untuk mengembangkan panas bumi di Indonesia. Posisi geografis Indonesia yang berada di cincin api dunia atau ring of fire, berimplikasi pada besarnya potensi pasar bumi itu.

Baca juga : Dukung Gernas Bangga Buatan Indonesia, Kemenperin Gelar Festival Joglosemar 

"Dan panas bumi bukan hanya bisa dikembangkan menjadi listrik, tapi juga sumber daya lain termasuk pengembangan sektor pariwisata," jelas Priyandaru.

Sementara, yang dibutuhkan investor, menurut APBI, adalah skema tarif listrik, khususnya dari PLTP, yang jelas dan win-win solution. "Selama ini ada gap, ada biaya produksi di PLTP dengan kemampuan atau daya beli PLN, serta tarif listrik yang dijual ke konsumen," bebernya.

Kemudian, yang juga dibutuhkan investor adalah kepastian hukum dan kepastian berinvestasi. "Para pemodal datang ke Indonesia dan mengembangkan panas bumi untuk mencari untung bukan buntung. Oleh karenanya, butuh dukungan regulasi yang jelas, dan tidak berlaku surut," terang Priyandaru.

APBI pun mengusulkan pemerintah segera melakukan restrukturisasi tarif listrik khususnya dari panas bumi. Jangan bandingkan satu pengembangan dengan lainnya, apalagi dengan PLTA atau PLTU batubara.

"Soalnya, kondisi satu wilayah, teknologi serta kondisi geografis mempengaruhi besar investasi dan akhirnya berdampak ke harga produksi listrik itu yang dihasilkan," paparnya.

Baca juga : Reasuransi Indonesia Mau Bangun Ekosistem Asuransi Berkesinambungan

Priyandaru menambahkan, insentif bagi investor di sektor panas bumi perlu ditambah. Sebab, lokasi panas bumi ada di daerah remote area. Sementara infrastruktur seperti jalan, jembatan, dan akomodasi lainnya masih minim, meski sudah ada insentif pajak, kemudahan perizinan, dan lainnya.

"Untuk meringankan beban investor, pemerintah atau Pemda bisa membantu membangun infrastruktur jalan, dan kebutuhan dasar lainnya. Dengan begitu, lalu lintas dan pergerakan logistik ke proyek makin mudah dan harga terjangkau," usul Priyandaru.

Membangun infrastruktur jalan ini bisa dilakukan dengan mekanisme cost recovery atau lainnya. Prinsipnya, bisa dibahas bersama.

"Apalagi, infrastruktur dasar itu bukan hanya untuk kepentingan proyek, tapi juga mendukung pengembamgan ekonomi masyarakat di sekitar proyek ikut menikmati," sambungnya.

Solusi lainya, menurut dia, bisa dengan subsidi atau skim kredit perbankan, bunga lunak atau lainnya. Selama ini, suku bunga komersial sekitar 7 persen per tahun.

Baca juga : Menparekraf Gandeng Yayasan Indonesia Forum Pulihkan Ekonomi

Jika nilainya bisa diturunkan dengan tenor lebih panjang, maka otomatis akan sangat meringankan beban investor. Dengan cara seperti itu, APBI yakin harga produksi listrik panas bumi di Indonesia bisa ditekan lagi.

"PLN sebagai pihak offtaker dan kemudian menjual listriknya ke masyarakat tidak keberatan dan bisnis tetap berjalan lancar. Jadi, perlu solusi bersama untuk kebaikan bangsa dan negara ini," tandas Priyandaru.

Direktur Utama Medco Power Indonesia, Eko Satria menambahkan, selama ini, masalah tarif listrik PLTP masih menjadi kendala, khususnya bagi pihak swasta nasional dalam mengembangkan potensi panas bumi menjadi listrik. Harga jual listrik sering tidak ketemu antara pihak pengembang dengan PLN sebagai pembeli.

"Pengembang panas bumi maunya menjual listrik sesuai harga keekonomian, sedang PLN ingin membeli listrik dengan murah, karena harga jual listrik diatur pemerintah," ujarnya.

Sepakat dengan APBI, Eko mengusulkan restrukturisasi tarif listrik segera dilakukan. "Tentunya dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, sehingga aspirasi mereka juga didengar dan bisa menjadi bahan pertimbangan sebelum mengambil keputusan," tandas Eko. [NOV]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.