Dark/Light Mode

Lindungi Industri Nasional, Kemenperin Ingin Pengawasan Lartas Impor Di Border

Senin, 16 Oktober 2023 23:19 WIB
Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita. (Foto: Ist)
Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya meningkatkan kualitas produk industri dalam negeri agar dapat berdaya saing melalui standardisasi industri, berupa pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) secara wajib pada produk hasil industri.

Pemberlakuan SNI ini diharapkan dapat mendorong peningkatan kualitas produk industri dalam negeri melalui standar-standar yang telah ditetapkan dan juga untuk melindungi pasar dalam negeri dari produk impor berkualitas rendah (trade barrier).

“Maraknya peredaran barang impor di pasar dan platform digital (e-Commerce) saat ini, membuat Bapak Presiden memberikan arahan agar fokus pada pengetatan impor komoditas tertentu seperti pakaian jadi, mainan anak, elektronik, alas kaki, kosmetik, barang tekstil sudah jadi lainnya, obat tradisional, dan suplemen kesehatan, serta produk tas,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, di Jakarta, Senin (16/10).

Menperin mengemukakan, saat ini pengawasan yang sifatnya Post-Border akan diubah menjadi pengawasan di Border, dengan pemenuhan Persetujuan Impor (PI) dan juga Laporan Surveyor (LS). Dari total sebanyak 11.415 HS, terdapat ketentuan tata niaga impor (Larangan/Pembatasan atau Lartas) terhadap 6.910 HS (sekitar 60,5 persen) dan sisanya sekitar 39,5 persen merupakan barang Non-Lartas.

Baca juga : Muzani Dan Dasco Terima Penghargaan Dharma Pertahanan Utama Dari Menhan

“Dari 60,5 persen komoditas yang terkena Lartas tersebut, sebanyak 3.662 HS (32,1 persen) dilakukan pengawasan di Border dan sebanyak 3.248 HS (28,4 persen) dilakukan pengawasan Post-Border,” ungkapnya.

Terkait hal itu, Kemenperin melakukan revisi atau perbaikan peraturan untuk mengakomodasi perubahan pengawasan dari post-border menjadi border tersebut dalam waktu dua minggu. Selain itu, menurut Menperin, terdapat usulan beberapa industri di kawasan berikat yang ingin menjual produknya di pasar domestik dengan melepas fasilitas-fasilitas yang didapatkan, di mana hal ini perlu juga diawasi secara ketat. Hal ini juga dikarenakan Kemenperin sampai saat ini belum memiliki akses data yang cukup valid terkait kuantitas produk dari kawasan berikat.

“Jika industri yang berada di kawasan berikat yang ingin menjual produknya ke dalam negeri, maka harus diciptakan playing field yang sama antara kawasan berikat dengan nonberikat agar tercipta fairness. Supaya industri di kawasan berikat tidak menjadi predator bagi industri di luar kawasan berikat yang tidak menerima insentif yang sama,” imbuhnya.

Ia menyebutkan, dalam upaya menetapkan kebijakan, diperlukan data dan informasi yang tepat. Sehingga, Kemenperin akhirnya harus membuat studi sendiri untuk menetapkan jumlah kawasan berikat di Indonesia. “Ini menjadi problem, kalau tidak terbuka satu sama lain terkait data, Kemenperin sebagai pembina industri tidak bisa melakukan tugas secara maksimal,” tandasnya.

Baca juga : Relawan Ganjar Crivisaya Adakan Pelatihan Latte Art Di Palembang

Menperin juga menekankan pentingnya keterbukaan dan transparansi terkait data, termasuk dalam upaya pengendalian impor. “Kami telah mengusulkan agar langkah ini dilakukan melalui Neraca Komoditas yang sesuai dengan supply and demand nasional,” papar Agus.

Langkah selanjutnya, diperlukan pembentukan Satgas Nasional yang terdiri dari Kemenperin, Polri, Bea Cukai, Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Kominfo dan Badan Karantina. “Semua langkah ini diperlukan untuk melindungi pelaku usaha terutama industri nasional serta masyarakat Indonesia secara keseluruhan,” tuturnya.

SNI Wajib

Menperin menegaskan, semua produk yang diproduksi dan beredar di Indonesia, baik produk dalam negeri atau produk luar negeri, harus mematuhi regulasi pemberlakuan SNI Wajib dan regulasi lain yang sudah ditetapkan, serta harus dipastikan bahwa kegiatan importasi tidak mematikan atau merugikan industri dalam negeri. “Hal ini diperlukan, agar tercipta persaingan usaha yang sehat, mampu melindungi industri nasional Indonesia dan juga memastikan bahwa produk-produk yang beredar di pasar kita adalah produk yang aman, berkualitas, dan mendukung pertumbuhan ekonomi kita,” imbuhnya.

Baca juga : Relawan Kowarteg Ganjar Hadir Di Serang Untuk Salurkan Air Bersih

Pada tahun 2021, Kemenperin melalui Pusat Pengawasan Standardisasi Industri telah melakukan Pengawasan fokus produk impor sebanyak 95 merek untuk 10 SNI wajib dari 15 provinsi dan hasilnya 63,1 persen mematuhi regulasi SNI Wajib.

Selanjutnya, pada tahun 2022, telah dilakukan pengawasan produk dalam negeri dan impor sejumlah 124 merek untuk 28 SNI Wajib dari 18 provinsi, hasilnya 65,3 persen  mematuhi regulasi SNI Wajib. “Untuk pengawasan tahun 2023 sedang dilakukan hingga akhir tahun. Hingga September 2023, telah dilakukan pengawasan sebanyak 62 merek produk dalam negeri dan impor untuk 21 SNI wajib dari 18 provinsi dan hasilnya 46 merek sesuai SNI, tujuh merek tidak sesuai SNI dan sembilan menunggu hasil uji,” sebutnya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.