Dark/Light Mode

Ditegaskan Menteri Siti

Carbon Governance Jadi Kunci Regulasi Untuk Perdagangan Karbon

Kamis, 9 Mei 2024 15:51 WIB
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya/Ist
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya/Ist

RM.id  Rakyat Merdeka - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menyatakan, carbon governance menjadi kunci perdagangan karbon. Carbon governance menjadi penting dengan elemen dan penerapannya yang perlu menjadi perhatian semua. 

Menurut Siti, carbon governance merupakan instrumen koherensi aktualisasi pelaku bisnis dan pemerintah dalam proses yang diketahui secara terang dan dapat diikuti dengan baik oleh publik. 

“Penerapan carbon governance akan menempatkan secara tepat sasaran aksi iklim dan nilai ekonomi karbon untuk kepentingan nasional,” ujar Siti dalam pernyataan tertulis Kementerian LHK, Kamis (9/5/2024).

Dalam kaitan ini, Siti menyebut Perpres 98 yang merupakan refleksi kedaulatan sumber daya alam dengan nilai akhir, yaitu karbon,  harus menjadi pegangan nasional. 

Ditegaskan Presiden Jokowi bahwa perdagangan karbon harus dengan tata kelola yang tepat. Artinya, harus ada carbon governance sebagai pedoman. 

Dalam iklim dan karbon peran pelaku bisnis cukup  besar karena faktor : 1) bisnis memiliki material yang  cukup banyak; 2) bisnis memiliki kekuatan finansial dan teknologi; 3) bisnis memiliki mobilitas trans-nasional  dan menjadi konduktor pengembangan teknologi di dunia; 4) bisnis dapat menjadi sentral  dalam implementasi  penurunan emisi dan diantaranya dengan aksi radikal dalam hal teknologi, serta 5) bisnis merupakan mesin pertumbuhan.

Ditegaskan Siti, penerapan yang sembrono atas offset karbon hutan dapat berimplikasi pengurangan kawasan hutan yang berpindah ke luar negeri tanpa terkendali, sehingga akan berimplikasi pada  hilangnya kawasan negara karena hilangnya jurisdiksi kewenangan pengaturan wilayah atau kawasan negara tersebut. Hal ini akibat kontrak swasta/korporat berkenaan dengan kontrak dagang karbon yang mereka lakukan dengan “land management agreement”.

Terkait ancaman hilangnya kawasan negara, Kementerian LHK sudah menangani kasus yang membahayakan kedaulatan negara, sehingga harus diambil tindakan dan sanksi kepada yang bersangkutan dan bisa diambil contohnya di Indonesia. 

Baca juga : Stefano Beltrame Nyaman Jadi Gelandang Serang

Ketika pemerintah melakukan pengawasan terhadap  perusahaan konsesi hutan  untuk langkah perbaikan, ternyata tidak bisa lagi dilakukan langkah atau operasional dilakukan oleh pemegang izin konsesi hutan tersebut,  karena kendali pengelolaannya sudah berpindah ke pihak lain di luar negeri, contoh Hong Kong.  

Padahal, pemegang izin tersebut mendapat izin dari Pemerintah RI dengan segala kewajibannya, yang tidak dapat dilaksanakan dan bahkan telah “menyerahkan” atau “mengalihkan” izin dari PemerintH RI kepada pihak lain di luar negeri. 

Dengan kondisi pelanggaran atas perizinan kawasan hutan serta ketidaktaatan dalam aturan, maka kepada perusahaan yang demikian, Pemerintah RI telah menjatuhkan sanksi pencabutan dan pembekuan.

Kondisi seperti ini memberikan gambaran bahwa terjadi pengalihan konsesi ke luar negeri tanpa diketahui oleh pemerintah, tanpa kendali pemerintah, karena tidak mengikuti aturan dengan alasan kegiatan offset carbon voluntary.

Bisa dibayangkan apabila pemegang izin definitif konsesi karbon (restorasi ekosistem) yang saat ini luasnya telah mencapai 215  ribu ha, izin definitif (6 perusahaan) dan sedang berproses menjadi sekitar 80 unit konsesi karbon dengan luas bisa mencapai di atas 2  juta ha. Ini bisa terjadi pengalihan areal hutan negara ke luar negeri tanpa kendali dan tidak diketahui oleh pemerintah atas alasan voluntary. 

Dengan demikian, secara tidak disadari wilayah yang luas hingga jutaan hektar tersebut akan beralih ke luar negeri tanpa bisa diketahui ke mana beralihnya dan dikuasai oleh siapa. 

Dengan kata lain, pemerintah hanya tahu bahwa perusahaan memiliki izin di atas kertas, hanya berupa izin tanpa wilayah, (tidak ada kewajiban yang bisa dilakukan dan tidak ada pembinaan oleh pemerintah RI),  karena wilayahnya sudah  dikuasai pihak lain (asing);  bukan lagi menjadi sumber daya alam yang dikuasai oleh negara dengan hak konstitusionalnya pada rakyat Indonesia. Indonesia bisa kehilangan wilayah negara atas nama bisnis dan voluntary.  

Menerapkan metode sertifikasi karbon secara sembrono tanpa kendali Pemerintah akan dapat berimplikasi pada melayangny juridiksi teritori wilayah dan dalam skala yang massif, menjadi bukan tidak mungkin kita hanya akan memiliki negara tanpa wilayah, atau virtual country. Dagang karbon secara sembrono jelas merongrong kewibawaan dan kedaulatan negara.

Baca juga : Menteri Siti: Pemerintah Atur Perdagangan Karbon Demi Menjaga Kedaulatan Negara

“Perdagangan karbon yang sembrono bisa merongrong kewibawaan dan kedaulatan negara. Untuk itu, ada persyaratan perdagangan karbon agar tidak membahayakan kedaulatan negara dan harus diatur oleh pemerintah atas nama kekuasaan negara,” tandas Siti, sambil menambahkan salah satu ketentuan dan persyaratan perdagangan karbon adalah penggunaan metodologi untuk menghitung kinerja pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK).

Menurut Siti, sudah ada pengaturan dengan  Permen LHK Nomor 21 tahun 2022 Pasal 60 Ayat (2) huruf F. Methodologi yang dapat digunakan dalam penghitungan emisi, yaitu: (1)  metodologi yang telah disetujui oleh UNFCCC atau badan di bawahnya seperti Badan Pengawas CDM atau Badan Pengawas A6.4 Paris Agreement; (2) methodologi yang telah ditetapkan oleh Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PPI-KLHK), selaku National Focal Point (NFP) UNFCCC Indonesia; atau (3) Ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN). 

Metodologi memegang peran penting karena  menjelaskan data aktivitas dan faktor emisi yang digunakan serta metodologi penghitungan emisi yang dipakai.

Metodologi Dan Verifikasi

Lebih lanjut, Siti mengatakan, kinerja surplus emisi dapat diperdagangkan, apabila nilai aktual emisi berada di bawah baseline dan target pengurangan emisi pelaku usaha.

Berapa hitungan surplus tergantung dari metodologi yang digunakan. Karena itu, verifikasi menjadi sangat penting karena harus emisi aktual atau bukan potensial.

Adapun metodologi penghitungan emisi ditetapkan berbasis scientific dan technology. Untuk sektor kehutanan telah ditetapkan metodologi hitung kinerja penuruann emisi GRK sektor kehutanan, yaitu 5 metode masing-masing : KMSAH-001, MSAH-001, MSAH-002, MSAH-003, dan MSAH-004. Metodologi CDM untuk sektor Kehutanan yang telah disetujui oleh Badan Pengawas CDM ada 4 yaitu AR-AM014, AR-ACM003, AR-AMS0003, AR-AMS0007, yaitu metodologi penghitungan untuk kinerja penurunan emisi GRK, emisi dari deforestasi, emisi dari degradasi hutan, emisi dari kebakaran lahan gambut, emisi dari lahan gambut serta Aforestasi dan Reforestasi baik skala besar maupun skala kecil.

“Tetap saja ada dan memungkinkan pengembangan metodologi di luar yang  disebutkan sebagai metodologi tersebut  seperti antara kain dengan MRA atau Mutual Respect Agreement. Seperti ini juga sudah ada contohnya yang telah dirintis dalam kerjasama  Indonesia-Jepang,” ujar Siti  

Baca juga : Latihan Jadi Istri Lewat Sinetron

Menurut Siti, peluang pengembangan metodologi, tentu saja dibuka untuk semua stakeholder yang memiliki scientific dan technology yang memadai seperti para peneliti, lembaga penelitian, perguruan tinggi, praktisi dan sebagainya. 

Pada konteks ini, Supervisory Body Article 6.4 Paris Agreement, yakni Lembaga Pengawas operasionalisasi mekanisme pasar melalui Kerjasama antarpelaku usaha secara internasional, melakukan evaluasi dan review atas metodologi CDM agar dapat digunakan untuk menghitung tingkat akual emisi proyek atau aktivitas usaha. 

Lembaga ini juga membahas mekanisme pengusulan metodologi oleh stakeholder untuk disetujui sebagai metodologi penghitungan emisi. 

Mekanisme pengusulan dan persetujuan metodologi nantinya akan diterapkan untuk regulated market di bawah Paris Agreement agar aktual emisi dan kinerja pengurangan emisi yang diperdagangkan secara internasional hasilnya valid, reliable dan dapat diperbandingkan antar negara. 

Metode lain yang berkembang atau dikembangkan tidak dapat dilaksanakan, kecuali dengan melakukan adjustment atau compatibility sebagaimana diatur dalam Perpres 98 Tahun 2021.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.