Dark/Light Mode

Kemendes Gandeng Kampus Garap Desa Inklusif

Minggu, 10 November 2019 12:29 WIB
Sekjen Desa Anwar Sanusi menjadi pembicara dalam diskusi publik
Sekjen Desa Anwar Sanusi menjadi pembicara dalam diskusi publik "Menuju Desa Inklusif 2020 : Peran Perguruan Tinggi dan Masyarakat Sipil Dalam Mengawal Implementasi Desa Inklusif" di Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Jumat (8/11)

RM.id  Rakyat Merdeka - Kementerian Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) mendorong perguruan tinggi dan masyarakat sipil mengawal implementasi desa inklusif.

Hal ini diwujudkan dengan kerja sama antara Kemendes dengan Program Peduli dan Pusat Studi Perdesaan dan Kawasan (PSPK) UGM melalui Diskusi Publik yang bertemakan “Menuju Desa Inklusif 2020, pada  Jumat (8/11)

Diskusi ini bertujuan untuk mendapatkan input dan tanggapan dari civitas akademika, peneliti dan penggiat desa dalam implementasi Desa Inklusif yang diharapkan bisa dimulai tahun 2020.

Dalam diskusi tersebut, Sekjen Kemendes PDTT Anwar Sanusi menjelaskan, bahwa lima tahun berjalannya UU Desa sudah ada proses perubahan wajah di pedesaan yang mulai membaik, dari segi infrastruktur dan pelayanan sosial.

"Ini adalah fakta yang harus diakui keberhasilannya,” kata Sekjen Kemendes PDTT Anwar Sanusi saat menjadi pembicara dalam diskusi publik di Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 

“Kalau berbicara ke depan, kita harus move on dari masa lalu, infrastruktur penting tapi bukan yang utama. Rekognisi yang menguat di pedesaan harus betul-betul di dorong dan mengaktualisasikan dalam kegiatan yang berpihak betul kepada masyarakat desa, sehingga di desa tidak ada lagi orang atau kelompok masyarakat yang ditinggalkan. Tak ada lagi tuduhan kafir, cacat, sesat dan lain-lain. Kita harus terus mempromosikan keragaman dimasyarakat," tambahnya.

Baca juga : Gandeng Kadin, Telkomsel Digitalisasi Industri Kreatif

Lebih lanjut Anwar mengatakan, bahwa dalam mewujudkan desa inklusif haruslah diperkuat musyawarah desa (Musdes) nya. Untuk itu, aturan pertama yang dibuat Kemendes PDTT yakni Peraturan Menteri (Permen) tentang Musyawarah desa, karena musyawarah adalah instrumen yang ada di desa untuk pembangunan desa. 

“Disitu sudah disebutkan bagaimana kegiatan harus inklusif dan mementingkan seluruh masyarakat desa. Ke depan, kita terbuka untuk melakukan review, dan forum ini adalah forum yang tepat untuk mendapatkan masukan bagaimana untuk menciptakan desa yang inklusif," katanya.

Direktur Sehati, pegiat Desa Inklusif Sukoharjo, Edy Supriyanto menjelaskan, sejak 1997 Sehati membuat kegiatan yang melibatkan disabilitas.

“Langkah awal, kami melakukan pengorganisiran disabilitas dengan membangun kelompok sehingga sekarang di Kabupaten Sukoharjo ada 60 desa yang selalu melakukan pertemuan untuk memperkuat kelompok rentan ,”ungkap Edy

Edy menjelaskan, Sehati sudah membentuk self help group, kelompok-kelompok ini yang akan memperkuat program-program desa inklusif. 

“Ada dua faktor yang harus ada untuk mendorong program-program inklusi di didesa yaitu akses dan partisipasi," tambah Edy.

Baca juga : Pemkot Tegal Gandeng Inaplas Bikin Jalan Aspal Plastik

Menurut Edy, Musdes masih belum dipahami oleh desa, misalnya Musdes itu harus diawal sebelum Musrenbang. “Banyak desa melakukan Musrenbang dulu baru Musdes, ini yang kami kawal,” ungkap Edy.

“Desa Inklusi tidak hanya sekedar difabel mendapatkan anggaran, karena selama ini anggaran hanya untuk charity bukan untuk memperkuat kelompok disabilitas, ini yang kami kawal,”tambah Edy.

Menurut Edy, kegiatan desa Inklusi di Sukorharjo sudah masuk inovasi. “Sehati dipercaya menjadi salah satu tim inovasi di kabupaten. Ketika ada desa yang ingin masuk menjadi desa inklusi, sehati memberikan konsultasi dan mendorong pembentukan Perbup,” tambahnya.

Ulya Jamson, Dosen Fisipol UGM mengatakan, bahwa Fisipol telah berkerjasama dengan program Peduli melakuan study tentang inklusi sosial.

“Setelah 2014 studi kembali ke desa lagi karena adanya shifting politik. Desa menjadi strategis dan social inklusi menjadi praktikal. Penelitian ini melihat 4 dimensi, yaitu micro subjektif, makro obyektif, mikro obyektif dan makro obyektif," katanya.

Arie Sujito, sosiolog UGM dan Pengasuh Sanggar Maos Tradisi menjelaskan, bahwa prinsip inklusi desa, yaitu desa yang memberikan kesetaraan kepada masyarakat yaitu memberikan akses untuk terlibat dalam perencanaan di desa. 

Baca juga : KPK Minta Kemensos Percepat Pengakurasian Data Orang Miskin

“Inklusifitas itu ditandai dengan terlibatnya masyarakat dan kelompok rentan dalam pengambilan kebijakan,” Ungkap Arie. Menurut Arie, desa merupakan entitas yang dalam sehariannya sudah melakukan inklusifitas. “Desa itu entitas yang sudah melakukan inklusifitas” tambah Arie. [DIR]

Arie mengajak kelompok rentan untuk menjadikan Musdes sebagai arena strategis dengan melibatkan kelompok disabilitas dan kelompok rentan lain dalam perencanaan desa. 

“Saya selalu bilang kalau tidak diundang di dalam Musdes, harus minta datang karena inklusifitas tidak bisa hadir begitu saja tanpa diperjuangkan, ruang-ruang itu harus direbut oleh kelompok-kelompok rentan,” ungkap Arie.

“Kita harus melakuan terobosan, desa jangan menunggu dari kabupaten, desa harus mempunyai inisiatif untuk memperkuat desa inklusif,” katanya. [DIR]
 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.