Dark/Light Mode

Tangkap 112 Kapal Ilegal

KKP Selamatkan Rp 3,1 T

Sabtu, 3 Agustus 2024 07:30 WIB
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikaan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Pung Nugroho Saksono (Foto: Antara)
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikaan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Pung Nugroho Saksono (Foto: Antara)

RM.id  Rakyat Merdeka - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menangkap 112 kapal ikan ilegal di perairan Indonesia sepanjang Januari-Juni 2024. Kerugian yang berhasil diselamatkan mencapai Rp 3,1 triliun.

Secara rinci, dari jumlah tersebut, sebanyak 15 di antaranya merupakan kapal ikan asing, dan 97 sisanya, kapal berbendera Indonesia. Direktur Jenderal Pengawasan Sumberdaya Ke­lautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Pung Nugroho Saksono mengungkapkan, dari hasil penangkapan kapal tersebut, total kerugian yang berhasil diselamatkan mencapai Rp 3,1 triliun.

Pung menjelaskan, kapal ikan itu mayoritas berasal dari Filipina. Disusul Malaysia sebanyak 3 kapal, Vietnam sebanyak 2 kapal, dan Rusia 1 kapal.

“Kami melakukan patroli bersama dengan penegak hu­kum lainnya seperti Bakamla, kepolisian, TNI AL, bahkan ikut beroperasi dengan aparat Australia di perbatasan Indonesia dan Australia,” kata Pung dalam konferensi pers, di Kantor KKP, Jakarta, Jumat (2/8/2024).

Dia memastikan, KKP tidak lagi melakukan penenggelaman dalam menindak kapal ikan ilegal. Ia menjelaskan, kapal-kapal yang digunakan secara ilegal masih bisa dimanfaatkan untuk kegiatan yang lebih baik.

“Jadi dibom itu kan meng­gunakan detonator dan harus mengajukan TNI. Membawa detonatornya sendiri riskan, dan biayanya juga signifikan,” ungkapnya.

Pung juga menyatakan, penenggelaman kapal membutuhkan anggaran yang tak se­dikit.

Baca juga : Dudung Dorong Pemuda Songsong Indonesia Emas

Selain itu, penenggelaman kapal juga dapat merusak lingkungan di laut karena pencema­ran yang dihasilkan dari tumpa­han sisa-sisa minyak di kapal.

“Dampaknya juga untuk lingkungan tidak bagus, ketika dibom kan ambyar dan menimbulkan sampah di sekitar lokasi. Oli dari mesin kapalnya bisa pecah sehingga mencemarkan laut,” jelasnya.

Menurut Pung, saat ini Pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk memanfaatkan kapal hasil tangkapan dengan kegiatan yang lebih produktif, ketimbang harus mengebom dan ditenggelamkan.

Misalnya, menyerahkan kapal hasil tangkapan untuk digunakan sebagai kapal latih lembaga pen­didikan kelautan dan perikanan, dan untuk diberikan kepada kelompok nelayan yang kurang mampu.

Bisa juga dihibahkan kepada sekolah atau pendidikan untuk pelatihan sesuai kelautan peri­kanan. “Ini akan lebih berman­faat untuk masyarakat kita,” ucap Pung.

Tak hanya menangkap kapal ilegal, pada semester l 2024 ini, KKP mengungkap beberapa kasus kejahatan di laut.

Kasus pertama yang diung­kap adalah penangkapan kapal berbendera Rusia, RZ 03, yang diduga terlibat dalam berbagai kejahatan, seperti penangkapan ikan ilegal, perdagangan minyak ilegal, hingga perbudakan anak buah kapal (ABK).

Baca juga : Garap Ekonomi Digital, SDM Kita Butuh Dipoles

“Sebagian besar ABK di ka­pal ini berasal dari luar negeri, terutama China, namun ada juga sejumlah warga Indonesia yang dipekerjakan di kapal tersebut,” ungkapnya.

Saat ini, kapal tersebut telah ditangkap di wilayah Arafura dan sedang dalam proses penyelidikan lebih lanjut.

Kasus kedua melibatkan penangkapan pelaku transship­ment (pemindahan muatan) dari kapal ikan RZ 03 ke kapal pengangkut asal Indonesia.

Kasus ketiga adalah pengungkapan tindak pidana perda­gangan orang (TPPO) oleh kapal ikan tanpa nama, yang melibatkan 6 warga negara Indonesia (WNI) dan 6 warga negara asing (WNA) asal China yang rencananya akan dibawa ke Australia.

Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Peri­kanan (Kiara) Susan Herawati menilai, rencana menghibahkan kapal justru rentan sia-sia atau mubazir.

Susan mengungkapkan, hal ini terjadi di tahun 2012 lalu. Saat itu ada 5 kapal asing yang diserahkan ke sebuah universitas di Kalimantan. Namun ternyata, kapal-kapal tersebut tidak di­manfaatkan.

Umumnya, kapal yang disita Pemerintah berukuran besar berada di kisaran 30 gross ton (GT) atau bahkan lebih besar. Sebagai pembanding, ukuran kapal nelayan berada di kisaran 10 GT.

Baca juga : Koalisi PDIP Dan Golkar Di Banten Rawan Bubar

Masalah muncul saat kapal sebesar itu diserahkan ke ne­layan atau universitas. Mereka tak mampu menanggung biaya perawatan dan operasional yang memang terbilang mahal.

“Nelayan tradisional juga nggak mungkin menggunakan kapal yang dihibahkan,” kata Susan.

Meski begitu, Susan sebenarnya tidak mempersoalkan jika saat ini kapal tidak ditenggelam­kan.

Bahkan, jika Pemerintah mau mempreteli untuk menambah kas negara, kata dia, juga tidak masalah.

Hanya saja, Pemerintah belum memberikan jaminan bahwa pencuri ikan tidak mem­bandel.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.