Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Tentang Pemberantasan Korupsi

Kejagung Bisa Lebih Hebat Dari KPK..

Sabtu, 8 Februari 2020 10:54 WIB
Menko Polhukam Mahfud MD. (Foto: Sophan Wahyudi/RM)
Menko Polhukam Mahfud MD. (Foto: Sophan Wahyudi/RM)

RM.id  Rakyat Merdeka - Mahfud Md adalah menteri yang perjalanan karier politiknya lengkap dan paripurna. Pernah berkiprah di Yudikatif, Legislatif dan Eksekutif, tentu dia sangat paham lika-liku tata negara, dan penegakan hukum.

Baru-baru ini, Pemerintah dianggap ikut andil dalam pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Akibatnya, muncul dugaan, upaya pemberantasan korupsi dan penegakan hukum juga akan melemah.

Bagaimana keadaan penegakan hukum dan pemberantasan korupsi. Benarkah makin melemah?

Yang berpandangan bahwa pemberantasan korupsi melemah, berarti orang itu tidak mengerti taksonomi hukum. Padahal, penegakan hukum ada klasifikasinya di MA, KPK, Kepolisian dan Menkumhan. Sehingga, harusnya tidak ada kesimpulan sembarangan, kepada Pemerintah atau dalam hal ini Presiden.

Mengapa Presiden tidak dianggap ikut bertanggung jawab jika pemberantasan korupsi atau penegakan hukum dianggap melemah?

Bukan Presiden yang mengangkat Ketua MK dan Ketua MA. Menurut undang-undang, yang menyeleksi adalah DPR. Sedangkan Presiden mengesahkan atau meresmikan. Istilah mengangkat itu sangat berbeda dengan meresmikan.

Baca juga : Suap Proyek Pasar, Bupati Lampung Utara Segera Diadili

Tugas Presiden terkait hakim, DPR, BPK dan KPK itu meresmikan. Sehingga mereka bukan bawahan Presiden. Orang yang tidak tahu klasifikasi dan taksonomi ini, jika ada masalah hukum, akan menganggapnya sebagai kesalahan Presiden.

Kasus Harun Masiku, misalnya, itu ranah KPK. Bukan kebijakan Presiden karena Eksekutif tidak boleh ikut campur. Silakan diproses. Sampai terjadi pemecatan Dirjen Imigrasi, itu internal dan kewenangan Kemenkumham. Saya tidak masuk ke sana. Bahwa menterinya dari PDI Perjuangan, ya biarkan saja masyarakat yang menilai.

Sikap Pemerintah terhadap pemberantasan korupsi?

Yang jelas, saat ini KPK dan Kejaksaan Agung memiliki posisi, mengeroyok ramai-ramai, perang lawan korupsi. Soal ini Presiden tidak main-main. Misalnya kasus Jiwasraya. Presiden tidak menghalangi. Bahkan, Presiden bilang, tindak saja. Bongkar saja, supaya ketahuan siapa pelakunya.

Dari pernyataan itu, saya yakin, Presiden tidak terkait. Coba, misalnya Presiden terlibat (Jiwasraya), kan gampang sekali menutupnya. Misalnya, minta saja Menteri BUMN diam dan selesaikan di bawah meja. Tetapi, Presiden meminta kasus ini dibongkar.

Presiden juga bilang, silakan saja proses politik di DPR. Mau Pansus, atau Panja. Bahkan Presiden merasa kecewa, saat ada orang dipanggil KPK, malah enggak datang. Kalau enggak datang, presiden bilang, ya diambil paksa, jangan takut. Masa KPK, alat negara takut.

Baca juga : Cegah Korupsi Proyek, Basuki Didampingi KPK

Apakah mungkin Kejaksaan Agung bisa lebih hebat dari KPK?

Saya termasuk sering berkata, hey, kalau anda kecewa KPK lemah, itu semua orang kecewa, termasuk saya. Tetapi saya bilang, kita punya institusi Kejaksaan Agung, yang sebetulnya bisa lebih hebat dari KPK. Karena apa? Kejaksaan punya anggaran lebih banyak, jumlah aparat juga lebih banyak, bahkan sampai ke daerah tingkat dua. Punya kewenangan melakukan tindakan. Juga punya pusat pendidikan.

Sedangkan KPK itu kecil, tapi mengapa bisa begitu hebatnya di mata rakyat. Makanya, saya bilang, ayo dong. Kita kerja. Kejaksaan Agung bisa lebih hebat dari KPK.

Apa mungkin tangkapan Kejaksaaan diekspos seperti yang dilakukan KPK?

Kasus yang ditangani Kejaksaan, bahkan di daerah, sebetulnya kan banyak juga ya? Mungkinkah dinarasikan seperti yang dilakukan KPK? Hhmmm... Anda ingat nggak dulu, zaman Pak Harto. Pernah ada penayangan wajah koruptor. Itu kritiknya luar biasa. Sehingga, rencana Kejaksaan akan sering umumkan, akhirnya cuma diumumkan satu (koruptor) per bulan. Itu menjadi beban psikologis di masa lalu. Mungkin juga, tujuannya menghargai hak asasi sehingga mereka mungkin tidak akan mau melakukannya.

Selain itu, aparat Kejaksaan tersebar di berbagai daerah. Tapi bagi saya, penting juga ya, sekali-kali, untuk kasus yang besar-besar, Kejaksaan mengumumkan. Misalnya, kasus yang menyangkut gubernur, menteri atau kasus lain yang besar-besar.

Baca juga : Mentan "Paksakan" Pemenuhan Pangan Hewani Dalam Negeri

Kasus yang ditangani dan diperiksa Kejaksaan hingga tingkat daerah, sebetulnya kan banyak?

Memang banyak. Saya menerima laporan, itu jauh lebih banyak dari yang dilakukan KPK. Bagaimana performa Jaksa Agung yang baru. Apakah Bapak optimis kinerja Kejaksaan bisa lebih baik dari KPK? Saya lihat, Pak Burhanuddin (Jaksa Agung, Sanitiar Burhanuddin -red), orangnya tulus. Mau bekerja sungguh-sungguh. Bahwa dia harus menghadapi birokrasi yang sudah lama, saya kira kita memaklumi.

Oleh karena itu, saya katakan, kita kerja sama-sama saja. Pak Jaksa Agung, saya tahu, tidak mudah mengubah kultur lama itu. Tapi saya yakin dia orangnya bersungguh-sungguh. ***

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.