Dark/Light Mode

Media Internasional Soroti Kekerasan Terhadap Etnis Minoritas China

Jumat, 2 September 2022 16:51 WIB
Kepala Biara Tibet paling berpengaruh, yakni Kirti Rinpoche. (Foto: Istimewa)
Kepala Biara Tibet paling berpengaruh, yakni Kirti Rinpoche. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Media massa internasional kembali memberitakan informasi masih maraknya berbagai bentuk tindakan keras, yang diduga dilakukan oleh otoritas China terhadap orang Tibet.

Tindakan keras tersebut antara lain intimidasi, pelecehan, penyiksaan dan penganiayaan hingga pembunuhan terhadap individu yang disebut tidak mematuhi kebijakan Beijing.

Menurut Radio Free Asia (RFA), China telah memerintahkan para pemimpin mereka dari dua kabupaten yang saat ini merupakan bagian dari provinsi Sichuan, untuk mencegah orang Tibet setempat yang ingin memberikan penghormatan kepada Kepala Biara Tibet paling berpengaruh, yakni Kirti Rinpoche, yang berulang tahun ke-80.

"Upaya pencegahan juga dilakukan di dunia maya. Segala jenis postingan warga Tibet yang berisi ucapan selamat ulang tahun kepada Rinpoche ke-80 secara online, juga diancam akan dikenakan sanksi keras dari otoritas China," demikian pernyataan yang dikutip dari Radio Free Asia (RFA), Jumat (2/9).

Semua organisasi asing atau individu akan dilarang menyebarkan konten religius di dunia maya di China di bawah regulasi baru. Upaya ini bertujuan untuk menjaga keamanan nasional. Menurut aturan baru tersebut, tidak ada organisasi atau individu yang akan diizinkan menyebarkan informasi terkait upacara keagamaan di internet.

Baca juga : Sore Ini Lawan PSIS, Nil Maizar Waspadai Taisei Marukawa

Menanggapi hal tersebut, Center for Indonesian Domestic and Foreign Policy Studies (CENTRIS) menilai tindakan tersebut jelas melanggar hak azazi manusia (HAM) dan patut diduga memiliki maksud dan tujuan tertentu, jika benar tindakan ini dilakukan oleh China.

Apalagi dari sejumlah laporan yang di publish media menyatakan tercatat 8 Agustus 2022, telah menunjukkan angka tingkat represi dan kurangnya ekspresi.

"Tibet Press melaporkan bahwa 60 tahun telah berlalu sejak Dalai Lama bersama dengan banyak orang Tibet, dipaksa meninggalkan Tibet oleh China dan menjadi pengungsi di India," urai Peneliti CENTRIS, AB Solissa kepada wartawan, Jumat (2/9).

Tindakan keras yang diambil China hanya karena warga Tibet mengucapkan selamat ulang tahun ke Rinpoche, adalah bentuk nyata ancaman bagi umat beragama.

Menurut laporan Tibet Press, China memang mengakui bahwa Buddhisme adalah landasan identitas Tibet. Oleh karena itu, Tiongkok diduga melakukan upaya habis-habisan untuk mengurangi pentingnya perkembangan agama atau aliran kepercayaan di sana.

Baca juga : Melindungi Kebebasan Beragama Dan Berkeyakinan

"Anehnya, China mengklaim telah membebaskan secara damai, namun jika melihat laporan Tibet Press tersebut, apa yang Tiongkok lakukan jelas sebuah pelanggaran HAM," jelas AB Solissa.

Penindasan agama di Tibet yang dilaporkan telah meningkat selama beberapa dekade terakhir. Di mana dilakukan secara terus-menerus oleh China terhadap orang Tibet. Hal ini bagian dari proses Sinicisasi lengkap wilayah Himalaya oleh Beijing.

Sejak China menduduki Tibet sekitar 1950-an, Pemerintah Tiongkok yang dikuasai Partai Komunis mulai mengubah pandangan warga asli Tibet tentang agama yang seyogyanya menjadi hak dasar bagi umat manusia.

Awalnya, China menggunakan pendekatan halus yang lebih humanis, untuk memberikan pandangan baru kepada warga Tibet tentang sisi negatif agama. Bukan hanya di Tibet, kegiatan ilegal Beijing ini juga mereka terapkan pada jutaan orang-orang Uighur yang memeluk agama Islam, serta etnis minoritas pemeluk agama lainnya.

Namun, kurangnya isu hak asasi manusia yang diangkat pada setiap kesempatan untuk mendapatkan perhatian yang layak di platform internasional, berdampak dengan semakin merajalelanya dugaan pelanggaran HAM bagi umat beragama di Tibet.

Baca juga : Puan Ingatkan Perusahaan Dan Petani Harus Sinergi

Atas dasar itulah, CENTRIS mendesak dan mengajak masyarakat dunia untuk bersatu padu menghentikan aksi China, terhadap kebebasan beragama di negaranya.

"Negara-negara dunia termasuk Indonesia yang memiliki keberagaman agama, harus terus menyuarakan kebebasan beragama di Tibet yang sejatinya adalah hak dasar setiap manusia," tutur dia.

Sedangkan Perserikatan Bangsa-Bangsa seyogyanya memainkan peran sebagai organisasi terbesar dunia yang sejatinya melindungi segenap bangsa-bangsa dunia, termasuk bangsa Tibet, Uighur dan minoritas lainnya yang kebebasan beragamanya kini tengah terancam. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.