Dark/Light Mode

Cuekin Seruan Gencatan Senjata, Israel Nafsu Gempur Gaza

Senin, 23 Oktober 2023 02:27 WIB
Bantuan Kemanusiaan Untuk Gaza: Konvoi yang membawa bantuan kemanusiaan pertama untuk rakyat Gaza tiba di fasilitas penyimpanan di Khan Yunis, selatan Jalur Gaza, 21 Oktober 2023. Bantuan dibawa dari Mesir melalui perbatasan Rafah, Jalur Gaza. (Foto AFP/Belal Al Sabbagh)
Bantuan Kemanusiaan Untuk Gaza: Konvoi yang membawa bantuan kemanusiaan pertama untuk rakyat Gaza tiba di fasilitas penyimpanan di Khan Yunis, selatan Jalur Gaza, 21 Oktober 2023. Bantuan dibawa dari Mesir melalui perbatasan Rafah, Jalur Gaza. (Foto AFP/Belal Al Sabbagh)

RM.id  Rakyat Merdeka - Seruan internasional untuk menghentikan perang dicuekin Israel. Negeri Zionis tersebut sangat bernafsu alias tak sabar kembali memborbardir Jalur Gaza.

Militer Israel menyatakan tak gentar hadapi kemungkinan Hamas (Harakat al-Muqawama al-Islamiya) akan melakukan perlawanan. Menurut militer Israel, Sabtu (21/10), semakin cepat Hamas beraksi, maka akan meminimalkan risiko pihaknya memasuki Gaza lewat jalur darat.

Israel ngebet membombardir Hamas setelah kelompok militan tersebut melakukan serangan paling mematikan dalam sejarah Israel pada 7 Oktober 2023. Akibat serangan Hamas tersebut, di pihak Israel, 1.400 orang tewas, kebanyakan warga sipil.

Sedangkan serangan balasan Israel ke Gaza, telah menewaskan 4.300 orang, juga kebanyakan warga sipil. Menurut Hamas, serangan tersebut dilakukan demi mengakhiri penjajahan dilakukan Israel di tanah Palestina.

Dalam menghadapi serangan pembalasan terhadap militan Hamas, Israel menghentikan pasokan makanan, air, listrik dan bahan bakar ke wilayah yang dihuni sekitar 2,4 juta orang ini. Puluhan ribu tentara Israel juga telah dikerahkan ke perbatasan Gaza menjelang serangan darat, yang menurut para pejabat Tel Aviv akan segera dimulai.

“Mulai hari ini, kami meningkatkan serangan dan meminimalkan bahaya,” terang juru bicara militer Israel Laksamana Daniel Hagari, Sabtu (21/10).

Pada kunjungan ke brigade infanteri di garis depan, Kepala Staf Letnan Jenderal Herzi Halevi mengatakan, pasukannya siap menghadapi kejutan dari Hamas ketika pasukan Israel masuk Gaza.

“Gaza berpenduduk padat, musuh mempersiapkan banyak hal di sana, tetapi kami juga mempersiapkannya,” ujar Halevi.

Baca juga : Keputusan Hakim MK, Saldi Isra: Ada Yang Bernafsu Memutus Perkara

Dihuni 2,4 juta jiwa, dengan luas 365 kilometer persegi, menjadikan Jalur Gaza sebagai salah satu wilayah terpadat di dunia, hingga mendapatkan julukan sebagai penjara terbuka terbesar di dunia. Gaza merupakan sebuah wilayah kecil Palestina di bawah pendudukan Israel, bersama dengan Tepi Barat dan Yerusalem Timur, setelah perang Arab-Israel pada 1967. Wilayah ini dibatasi Israel dan Mesir pada sisi pantai Mediterania.

Walaupun wilayah Jalur Gaza kecil, Israel selalu gagal menaklukkan Hamas. Gaza pernah jatuh di tangan Pemerintahan Inggris setelah Perang Dunia I, lalu berpindah tangan ke Mesir, dan berakhir ditaklukkan Israel pada Perang Enam Hari pada Tahun 1967.

Mengenal Jalur Gaza

Dilansir Britannica, tiga tahun tepatnya tahun 1970, kemudian, Israel membangun permukiman Israel pertama di wilayah tersebut. Pada 2005, Jalur Gaza memiliki 21 permukiman Israel dengan 9.000 pemukim Israel di antara sekitar 1,3 juta warga Palestina yang tinggal di wilayah tersebut.

Sementara itu, pada 1993 Israel dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) telah menyepakati kerangka kerja pemerintahan otonomi Palestina di Jalur Gaza dan Tepi Barat sesuai Perjanjian Oslo. Sebagai bagian dari proses perdamaian tersebut, pasukan Israel menarik diri dari Gaza City pada 1994 (dan juga dari kota Tepi Barat, Jericho) dan mengalihkan fungsi-fungsi sipil kota tersebut kepada Otoritas Palestina (PA) yang baru dibentuk.

Namun, negosiasi terhenti dengan meletusnya intifada kedua pada tahun 2000. Terlepas dari kebuntuan tersebut, biaya pendudukan Jalur Gaza sangat membebani masyarakat Israel. Pada 2003, Perdana Menteri Ariel Sharon menerima gagasan untuk menarik tentara Israel dan pemukim di Jalur Gaza.

Akhirnya jadwal untuk evakuasi dan penarikan penuh pemukim dan tentara Israel, rampung pada September 2005. Penarikan itu terjadi di tengah tegangnya hubungan pemerintahan Sharon dan PA. Penarikan dilaksanakan tanpa koordinasi yang erat mengenai mekanisme, sumber daya, dan perencanaan yang akan digunakan PA untuk mengamankan dan mengembangkan Jalur Gaza.

Ketidakstabilan politik merupakan salah satu tantangan yang dihadapi PA di wilayah tersebut, gara-gara pemilu 2006 dimenangkan gerakan militan, Hamas, yang menentang perundingan perdamaian Oslo dengan Israel.

Berbicara di Majelis Umum PBB setelah penarikan mundur, Sharon menyatakan berakhirnya kontrol dan tanggung jawab Israel atas Jalur Gaza, ke tangan PA. Pada 2006, PA menyelenggarakan pemilihan parlemen kedua dalam sejarahnya, dan Hamas memenangkan mayoritas kursi di Dewan Legislatif Palestina (PLC).

Baca juga : Balas Serangan Hamas, PM Israel Benyamin Netanyahu: Ini Baru Permulaan

Masuknya Hamas ke dalam pemerintahan mengakibatkan sanksi internasional. Perebutan kekuasaan antara faksi-faksi utama PA pun terjadi dan semakin keras, menghasilkan PA yang dipimpin Faksi Fatah di Tepi Barat dan pengambilalihan Jalur Gaza oleh Hamas.

Khawatir akan permusuhan Hamas terhadap Israel, pada 2007, Israel menerapkan blokade terhadap wilayah tersebut, membatasi impor dan ekspor serta pergerakan ke dan dari Jalur Gaza.

Sejak saat itu, wilayah tersebut telah menjadi fokus konflik yang sering terjadi antara Israel dan Hamas. Termasuk eskalasi yang merusak pada 2008, 2012, 2014, dan 2021, dan blokade tersebut (meskipun kadang-kadang dilonggarkan) tidak pernah dicabut. Pada 7 Oktober 2023, Hamas melakukan serangan paling mematikan terhadap Israel sejak kemerdekaannya pada 1948.

Tiga Titik Penyeberangan Ke Gaza

Pada 2007, Israel mengontrol wilayah udara dan perairan Gaza, serta dua dari tiga titik penyeberangan perbatasan. Titik ketiga dikuasai Mesir.

Dua perbatasan itu, Beit Hanoun di Gaza utara atau Erez (Israel) , dan Kerem Shalom terletak di kawasan selatan, merupakan perbatasan Jalur Gaza-Israel-Mesir berada di bawah otoritas Israel. Jalur ketiga, penyeberangan Rafah, dekat Mesir, kini menjadi satu-satunya jalur potensial untuk bantuan kemanusiaan.

Israel hanya mengizinkan adanya pergerakan di Beit Hanoun untuk kasus kemanusiaan luar biasa dan dengan penekanan pada kasus medis yang mendesak.

Menurut PBB, jumlah rata-rata warga Palestina yang tercatat keluar melalui Beit Hanoun pada 2010-2019 adalah 287 orang per hari. Namun sebenarnya, Israel telah membatasi pergerakan keluar dan masuknya warga Palestina di Gaza sejak penghujung 1980-an ketika pemberontakan Palestina pertama terjadi yang dikenal dengan Intifada.

Israel memulai pembatasan dengan membuat sistem surat izin yang mengharuskan warga Palestina di Gaza untuk mendapatkan izin kerja atau perjalanan melalui Israel atau untuk mengakses Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Akan tetapi, izin ini sangat sulit untuk didapatkan.

Baca juga : Survei Terbaru: Ganjar Menguat, Prabowo Melemah

Sejak 1993, Israel menggunakan taktik penutupan di wilayah Palestina secara rutin. Terkadang mereka melarang setiap atau semua warga Palestina di wilayah tertentu untuk pergi.

Larangan tersebut bisa berlangsung hingga berbulan-bulan dalam satu waktu. Lalu pada 2000, saat Intifada kedua terjadi, Israel membatalkan banyak izin kerja dan perjalanan yang sebelumnya sudah ada di Gaza. Israel juga secara signifikan menurunkan jumlah surat izin yang diterbitkan.

Pada 2001, Israel mengebom bandara Gaza. Padahal, bandara tersebut baru dibangun sekitar tiga tahun sebelumnya. Pada 2005, Israel menarik diri dari Gaza.

Blokade Israel telah memutus akses warga Palestina dari pusat kota mereka, yaitu Yerusalem. Padahal, wilayah tersebut menaungi beragam rumah sakit spesialis, konsulat asing, bank, hingga layanan penting lain.

 Dalam Oslo Accords 1993 dinyatakan bahwa Israel harus memperlakukan wilayah Palestina sebagai satu kesatuan politik, dan tidak memecah atau membaginya. Dengan menghentikan akses ke Yerusalem Timur, Israel juga menghalangi umat Islam dan Kristen Palestina di Gaza untuk mengakses tempat-tempat suci keagamaan mereka.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.