Dark/Light Mode

Membaca Trend Globalisasi (4)

Mengapa Islam Cepat Mengglobal?

Sabtu, 8 Desember 2018 09:00 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - PERTANYAAN sering muncul dari kalangan sejarawan ialah mengapa Islam begitu cepat mengglobal? Mengapa begitu gampang menembus batas geografis dan merasuk di dalam lapis-lapis budaya masyarakat lokal? Ajaran Islam bagaikan mempunyai kekuatan batin sehingga membuat sasaran-sasarannya tidak kuasa menolaknya. Bukan hanya gagasannya masuk akal tetapi juga mudah menembus lapis-lapis batin masyarakat. Apabila ’stelsel’ Islam bersentuhan suatu negeri maka serta merta negeri itu respek dan merelakan diri tunduk di bawah spirit peradaban baru Islam. 

Kemudahan penerimaan Islam berpenetrasi ke dalam lingkup peradaban lokal disebabkan karena substansi ajaran Islam bersifat universal dan seolah tidak menimbulkan ancaman bagi kekuatan-kekuatan lokal. Dengan kata lain, Islam tidak menimbulkan ancaman terhadap pusat-pusat kerajaan dan pemerintahan setempat. Kalaupun ada maka itu memang sejalan dengan nilai-nilai luhur lokal mereka. Di antara asas-asas peradaban dan kebudayaan Islam itu ialah sebagai berikut: 

1) al-ikha, yaitu menjunjung tinggi rasa persaudaraan kemanusiaan antara para pendatang dan penduduk local. Program al-ikha’ ini dicontohkan Nabi ketika hijarah ke Madinah. Laki-laki pendatang (muhajirin) dikawinkan dengan perempuan pribumi (anshar). Demikian pula sebaliknya, laki-laki anshar dikawinkan dengan perempuan muhajirin. Akibatnya pembauran genetic yang dampaknya sangat strategis secara psikologis sangat penting. Generasi penerus kedua kelompok tidak direpotkan lagi dengan isu pribumi dan pendatang, karena terjadi pembauran untuh antara keduanya. 

2) Al-Musawa, yaitu perinsip persamaan. Islam memperkenalkan asas peradabannya dengan perinsip persamaan (al-musawa). Baik sebagai sesama makhluk biologis, sesama pewaris sejarah peradaban masa lalu, dan bentuk-bentuk persamaan lainnya. Islam selalu atau lebih seringa mengedepankan prinsip persamaan (pricile of identity) ketimbang perinsip perbedaan (pricile of negation). Perinsip persamaan ini didasari oleh banyak ayat antara lain Q.S. S. aal-Hujurat/49:13). 

3) Al-Tasamuh, yaitu perinsip toleransi. Islam bukan hanya mewacanakan toleransi sebagaimana banyak disinggung di dalam Al-Qur’an, antara lain Q.S. al-Kafirun/109:1-6), tetapi juga dipraktekkan dalam lintasan sejarah umat Islam di berbagai Negara, dari dulu sampai sekarang. Tidak kurang dari 15 kali kata Nashara (Kristen) dan 10 kali kata Yahudi disebutkan di dalam Al- Qur’an. Bahkan agama-agama minoritas non Abrahamic Religion seperti Al-Shabi’in. Ini semua menggambarkan adanya spirit toleransi di dalam perkembangan kebudayaan dan peradaban Islam. 

4) Al-Musyawarah yang sudah menjadi bahasa Indonesia (musyawarah) yang tidak lain maknanya adalah demokrasi, yaitu memberi kesempatan secara terbuka kepada semua pihak mengedepankan pendapatnya secara merdeka, tanpa harus khawatir sedikit pun kepada siapapun, kerena perinsip demokrasi ini sesuai dengan anjuran Allah swt di dalam Q.S. Ali ‘Imran/3:159). Allah Swt juga memberi contoh dengan berdialog dengan para malaikat tentang rencana penciptaan amnesia (Q.S. al-Baqarah/2:30 dst), berdialog dengan Iblis (Q.S. al-Hijr/15:32), dan manusia (Q.S. al- A’raf/7:172).

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.