Dark/Light Mode

Membaca Trend Globalisasi (26)

Karakter Khusus Nilai Universal Islam: Pola Migrasi Umat

Rabu, 2 Januari 2019 09:02 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Umat ideal (khaira umah) di masa depan semakinsulit diprediksi. Selain kriteria juga muncul fenomena deteritorialisasi umat. Perkembangan terakhir umat Islam tidak lagi terkonsentrasi di salahsatu negara saja tetapi menyebar dan membaur dengan umat-umat lain. Dalam kondisi seperti ini sudah barang tentu memerlukan kriteria baru di dalam merupaskan konsep khaira ummah. 

Baca juga : Memperkenalkan Perpustakaan Modern

Kecenderungan terakhir pola migrasi umat yang sangat cepat dan luas. Perkembangan sains dan teknologi, terutama di sektor transportasi dan didukung pertumbuhan ekonomi umat yang semakin baik, mengharuskan pemimpin umat untuk mengantisipasi sejumlah kemungkinan yang mungkin tidak pernah ditemukan di dalam lintasan sejarah. Pola migrasi umat selama dua dekade terakhir menimbulkan wajah baru dunia Islam. Mereka secara besar-besaran melakukan eksodus ke negara-negara maju seperti di Eropa, Amerika, Australia, dan Asia Selatan. Mereka eksodus karena krisis politik, ekonomi, dan sosial di negerinya, terutama di era pasca ‘Badai Gurun’ (Arab Spring). Banyak di antara mereka terpaksa hijrah ke negara-negara tujuan yang bisa menampungnya untuk menyelamatkan diri sambil mencari lahan kehidupan baru. 

Baca juga : Menegakkan Kejujuran Akademik

Menurut Murad W. Hofmann, mantan Direktur Informasi NATO, dalam bukunya “Religion on the Rise, Islam in the Third Millennium”, akan memberikan dampak hegemoni sosial-politik dunia, mengingat Islam adalah sistem ajaran yang menuntut loyalitas kepada penganutnya. Menurut Hofmann, pola migrasi ko-munitas Islam agak berbeda dengan komunitas lain. Secara fisik komuntas muslim berada di negara lain, bahkan sudah menjadi warga negara (citizen) atau pemegang green card, tetapi loyalitas terhadap negara asalnya masih tetap tinggi. Hal itu disebabkan karena ikatan keagamaan paling dominan. Mereka membayar pajak di negeri barunya tetapi masih membayarkan zakat harta, infaq, shadaqah, dan belanja-belanja keagamaan lainnya ke negeri asalnya. Ziarah ke maqam leluhur dan guru-guru spiritual tetap rutin dilaksanakan. Sebagian juga masih membangun rumah di negeri asal termasuk dana yang dikumpulkan diinvestasikan ke negeri asalnya. Mereka masih sangat terikat dengan negara asalnya, karena tokoh-tokoh keagamaan kharismatik dari negerinya tetap dijalin. Bahkan secara periodik tokoh spiritual itu didatangkan ke negeri baru ini untuk memberikan pencerahan. 

Baca juga : Penemuan Astronomi, Dan Astrologi

Migran muslim di negara-negara barat kini sudah lahir generasi kedua atau ketiga. Mereka masih tetap dan menjunjung tinggi nilai-nilai agama Islam. Dari manapun dan di manapun komunitas Islam itu berada selalu menciptakan lingkungan sosial unik karena mereka memiliki simbol-simbol perekat (melting pot) berupa mesjid, halal food, pendidikan dasar keagamaan untuk anak-anak mereka, dan majlis taklim untuk para orang tua. Persaudaraan sesama umat Islam dari manapun asalnya sangat akrab satu sama lain di negeri barunya. Mereka bersama-sama membangun sekolah atau madrasah untuk melestarikan generasi muslim ideal. Mereka juga menjalin komunikasi dalam bentuk media sosial sehingga antara satu sama lain sangat akrab. Keakraban mereka terutama dapat terlihat seusai menjalankan ibadah-ibadah ritual seperti shalat Jum’at, majlis ta’lim, kerja bakti, dll. Dapat dicontohkan, hari-hari raya keagamaan juga sangat intensif mempertemukan antara sesame komunitas muslim.
 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.