Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS

Prof. Tjipta Lesmana
RM.id Rakyat Merdeka -
Oleh Prof Tjipta Lesmana, Eks Anggota Tim Independen Reformasi Birokrasi Nasional dan Eks Dosen Tamu Sespimti (Sekolah Staf dan Pimpinan Tinggi) Polri
MENGAPA ada kegagalan dalam memberantas korupsi? Saut Situmorang, mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjawab: karena ada konflik kepentingan pribadi, kelompok dan keluarga. Semua kebijakan berdasarkan kepentingan kelompoknya. Uang, kuasa dan harta yang dikejar, untuk kepentingannya.
Lain pendapat TB Hasanuddin. Dia bilang karena tidak ada niat serius untuk sungguh-sungguh memberantas korupsi.
Bukankah itu perintah undang-undang? Kenapa tidak ada niat memberantas korupsi? Kalau terlalu keras menindak, mungkin takut tidak dapat dukungan.
Laksamana Muda TNI (Purn) Soleman B Ponto, mantan Kepala Badan Intelijen Strategis TNI menyoroti perubahan kewenangan Polri – sejak undang-undangnya direvisi – antara kewenangan Polri dengan apa yang diatur di dalam UUD 1945.
Baca juga : Menjaga Moral Komisioner KPU
Alexander Marwata, pimpinan KPK, berpendapat terlalu banyak lembaga yang menangani korupsi. Ada tiga yaitu: KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan. Ego sektoral masih kuat.
Menurut Alexander Marwata dalam pertemuan dengan Komisi III DPR, kondisi pemberantasan korupsi semakin parah; mundur jauh ke belakang sebelum era reformasi. Tidak bisa dibantah, tudingan bahwa ada kegagalan memberantas korupsi, terutama sejak disahkannya undang-undang tentang pemberantasan korupsi yang baru, yang menempatkan KPK di bawah rumpun eksekutif. Indeks persepsi korupsi Indonesia terus melorot dari tahun ke tahun sejak 2000.
Beberapa negara yang dipuji selangit indeks persepsi korupsinya adalah Singapura, Hong Kong dan China. Apa resep ketiga negara ini menjadi sangat berhasil mengganyang korupsi? Keberanian (tidak pandang bulu) dan ketegasan, serta kewenangan tunggal aparat pemberantasan korupsi.
Tatkala kami menjadi anggota Tim Independen Reformasi Birokrasi Nasional pimpinan Prof Djoko Rahardjo dan Jusuf Kalla sebagai Ketua Dewan Kehormatannya, kami pernah diberikan kesempatan bincang-bincang dengan seorang pimpinan instansi pemberantasan korupsi Singapura. Ia memaparkan sejumlah “kunci” keberhasilan memberantas korupsi.
Pertama, pemerintah tidak boleh campur tangan segala tindakan antikorupsi yang dilakukan instansi berwenang.
Baca juga : 2 Plus 1 Berantas KorupsiĀ
Kedua, “KPK Singapura” Lembaga negara yang betul- betul independen. Presiden, menteri apa pun tidak bisa campur tangan.
Ketiga, Pejabat “KPK Singapura” yang diketahui menemui seseorang yang dicurigai terlibat korupsi langsung dipecat, tidak ada tawar- menawar lagi.
Penanganan kasus korupsi sepenuhnya berdasarkan hukum yang berlaku.
Menurut Marwata, Hongkong dan China juga sangat berhasil memberantas korupsi. Resepnya hampir sama: ketegasan dan keberanian.
Suatu ketika ada seorang anak petinggi pemerintah China dicurigai melakukan korupsi. Presiden Xi Jin-ping diberitahu. Kepada pers Presiden Xi mengatakan: “dia (petinggi itu) kawan baik saya, sama-sama duduk di di Dewan Pemerintahan, Lembaga tinggi yang menjalankan roda pemerintahan, tapi apa boleh buat, saya harus bertindak atas perbuatan tercela yang dilakukan putera kawan saya itu: tindak sesuai hukum yang berlaku!
Pemberantasan korupsi di negara kita kerap dicampur-adukkan dengan politik; politisasi korupsi.
Baca juga : Mahfud Risau Keberanian Berantas Korupsi Menurun Drastis
Kepolisian tampaknya paling banyak disorot publik dalam pemberantasan korupsi.
Ketika masih aktif mengajar di Sespim (Sekolah Staf dan Pimpinan) dan Sespati (Sekolah Staf dan Perwira Tinggi) Polri, dengan suara keras sambil gebrak di podium, saya setengah berteriak – di depan sekitar 150 Kombes senior - mengingatkan agar jangan sampai korupsi. Malu Anda jika korupsi dan diketahui masyarakat luas. Tidak hanya Anda yang malu, tapi juga isteri, saudara, anak, mertua dan lain-lain juga malu. Gaji sebagai anggota polisi memang kurang, tapi banyak cara lain untuk mencari tambahan income, bukan dengan cara korupsi.
Dugaan politisasi korupsi tampaknya juga terjadi. Salah satunya yang dialami Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto.
Dia baru-baru ini dipanggil KPK, diperiksa dan diduga terkait dengan kasus menghilangnya Harun Masiku, calon anggota DPR dari Fraksi PDIP yang sudah bertahun-tahun gagal ditangkap KPK.
Hasto mengaku diperiksa beberapa jam, tapi pertanyaan terkait substansi perkara, menurut Hasto, tidak lebih 2 jam; selebihnya ia diminta tunggu di ruangan yang sangat dingin.
Apa motif pemanggilan dan pemeriksaan Hasto? Harun Masiku hingga kini masih misterius. Tahun lalu Firli Bahuri mengatakan kepada pers KPK sudah mengetahui tempat persembunyian Masiku. Sudah diketahui, kok tidak ditangkap?
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya