Dark/Light Mode

Beragama Dalam Keberagaman (8)

Dari “Islam Arab” Ke “Islam Indonesia”

Senin, 11 November 2024 05:36 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Tulisan ini sama sekali tidak bernuansa rasial, menolak dan tidak respek terhadap etnik Arab. Perlu diingat, Nabi kita Muhammad SAW dan para khulafaurrasyidun adalah orang Arab. Al-sabiqun al-awwalun, yang pertama kali memasang badan melindungi Nabi dan berjuang keras melanjutkan estafet agama Islam dan mereka dijamin masuk syurga adalah orang-orang Arab.

Orang-orang Arab juga tidak bisa diingkari jasanya di dalam mentransformasikan warisan intelektual Yunani ke dalam dunia Islam melalui upaya penerjemahan buku-buku dan penyerapan teknologinya.

Bahkan orang-orang Arab amat berjasa membawa Islam ke Indonesia, serta tak bisa dilupakan bahwa para Walisongo yang amat berjasa terhadap pengislaman di wilayah Nusantara adalah juga turunan Arab.

Baca juga : Agama Dan Negara Saling Mengontrol

Yang paling penting juga ialah Al-Qurán dan hadis, yang merupakan sumber ajaran Islam menggunakan bahasa Arab.

Namun demikian, tidak berarti Islam dan perangkat ajarannya harus identik dengan budaya Arab. Tidak seorang pun bisa mengklaim bahwa Islam harus identik dengan tradisi dan budaya Arab.

Dengan kata lain, ajaran Islam dan budaya Arab tidak identik. Tradisi dan budaya Arab kebetulan merupakan lokus pertama yang menjemput kelahiran Islam.

Baca juga : Kekhususan Indonesia

Adalah wajar jika kemudian ajaran Islam banyak diwarnai oleh tradisi dan budaya Arab. Tradisi dan budaya inilah yang paling pertama mewadahi ajaran dasar Islam. Tidak heran kalau Imam Malik, salah satu pendiri imam Mazhab yang mazhabnya dikenal dengan mazhab Maliki, memasukkan Ámal ahlul Madinah (tradisi penduduk Madinah) sebagai salah satu dasar atau rujukan hukum.

Islamisasi suatu negeri yes, tetapi arabisasi bisa dikatakan no. Namun demikian, tradisi dan budaya Arab juga mengandung nilai-nilai universal, yang compactible dengan budaya dan tradisi lain tidak ada masalah. Seperti halnya tradisi dan budaya Indonesia memiliki juga nilai-nilai luhur bersifat universal, sehingga bisa diterima di negara-negara lain.

Misalnya, tradisi Halal bi Halal setiap usai bulan puasa sekarang banyak diadopsi di Negara-negara lain seperti di kawasan Asia Tenggara, itu tidak ada masalah.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.