Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS

RM.id Rakyat Merdeka - Hasil survei yang digelar Kementerian Perhubungan menunjukkan, sekitar 7 persen masyarakat Indonesia tetap akan pulang kampung. Meski ada larangan mudik Lebaran.
Jumlah itu turun dari angka 11 persen, yang tetap berkeras mudik, meski sudah ada larangan dari pemerintah. Bila tidak ada pelarangan, jumlah warga yang mudik mencapai 33 persen.
Berita Terkait : Nekat Mudik Lebaran, Pemerintah Siapkan 381 Pos Penyekatan
Sebagian dari mereka, tampaknya juga sudah curi start sebelum periode larangan mudik 6-17 Mei 2021. Situasi ini tentunya berpotensi menyebabkan peningkatan kasus Covid. Terutama, bila risikonya tidak diminimalkan sedini mungkin.
Terkait hal ini, Kandidat PhD Ilmu Kedokteran dari Universitas Kobe Jepang, dr. Adam Prabata memaparkan berbagai kemungkinan risiko yang akan timbul, bila masyarakat tetap keukeuh mudik.
Berita Terkait : Satgas: Tidak Mudik, Langkah Terbaik Cegah Covid
Pertama, mudik berisiko menularkan/tertular Covid-19 dari dan ke keluarga di kampung halaman. Kedua, membawa virus penyebab Covid-19 ke kota atau daerah yang menjadi tujuan mudik.
"Dapat disimpulkan mudik berisiko meningkatkan kasus Covid di suatu daerah. Termasuk, di Indonesia secara keseluruhan. Sehingga, menahan diri untuk tidak mudik tetap pilihan yang lebih baik," ujar Adam via akun Instagramnya, Jumat (7/5).
Berita Terkait : Waduh, 138 Ribu Kendaraan Bakal Tinggalkan Jabodetabek
Mengingat adanya risiko kontak erat dengan pasien Covid sewaktu mudik dan risiko pemudik tertular Covid saat kontak erat, Adam menyarankan agar pemudik melakukan karantina mandiri 14 hari, sebelum kontak dengan keluarga di kampung halaman.
"Bila sudah karantina mandiri setelah 14 hari dan tidak bergejala, maka risiko tertular dan menularkan Covid-19 menjadi sangat kecil," sambung dokter yang rajin memberikan edukasi soal kesehatan via media sosial ini.
Selanjutnya
Tags :
Berita Lainnya