Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Sejarawan: Penting Bagi Anak Muda Memaknai Ulang Teks Sejarah

Selasa, 7 September 2021 14:47 WIB
Filolog Jawa Kuna dan Sansekerta Universitas Gajah Mada, KRT Manu J. Widyaseputra. (Foto: Ist)
Filolog Jawa Kuna dan Sansekerta Universitas Gajah Mada, KRT Manu J. Widyaseputra. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Rumah Studi Jawa Makaradhwaja Yogyakarta bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan DI Yogyakarta mengadakan webinar series soal Ksatriavinaya di Bubat (Kewajiban Ksatria di Bubat), secara daring.

Webinar series yang dimulai pada 26 Agustus 2021 ini menjadi wadah diskusi untuk memaknai kembali sejarah peristiwa kultural Bubat yang menandai Indonesia hari ini dengan sudut pandang filologi.

Ketua Yayasan Rumah Studi Jawa Makaradhvaja, Radityo Krishartanto mengatakan, terdapat berbagai wacana tentang Perang Bubat yang sangat melegenda di masyarakat. Sampai-sampai, muncul mitos orang Jawa dilarang menikah dengan orang Sunda.

Baca juga : Menteri ESDM: Anak Muda Jadi Pelopor Energi Bersih

Perang Bubat diyakini sebagai perang antara Majapahit dan Sunda. Dalam peristiwa itu Panglima Besar Majapahit Gadjah Mada membunuh Raja Sunda dan Putri Kerajaan Padjajaran pada abad ke-14 M atau di tahun 1357.

Dikatakannya, Setiap kali kita mencari pustaka tentang peristiwa Bubat, baik dari pemberitaan, hasil penelitian, dan buku ajar, Bubat jaman kemaharajaan Majapahit adalah perihal perang Jawa vis-à-vis Sunda.

"Penalaran 'zero sum logic' ini mengandaikan konflik untuk konflik tanpa resolusi konflik sebagaimana dialektika tanpa sintesa yang telah melintas abad dalam benak warga Nusantara. Hal ini yang perlu kita lihat lebih dalam," jelasnya, Selasa (7/9). 

Baca juga : Syarief Hasan: Segera Perbaiki Asrama Haji Yang Rusak

Radityo mengatakan, seluruh generasi bangsa harus bersikap kritis dalam memaknai setiap teks sejarah, sehingga tidak terkunc sejarah masa lalu yang belum terbukti kebenarannya.

"Untuk itu, webinar ini ingin mengajak teman-teman milenial kembali mempelajari teks kuno yang sudah turun menurun dari berabad-abad lalu diberikan oleh nenek moyang kita untuk bisa kita pahami kembali karena patut diduga terdapat distorsi dan deviasi fakta sejarah," tutur Radityo.

Salah satu narasumber webinar, Filolog Jawa Kuna dan Sansekerta Universitas Gajah Mada, KRT Manu J. Widyaseputra menjelaskan, perang Bubat dalam Kidung Sunda dan naskah lainnya sampai saat ini masih disalahartikan sebagai peristiwa perang dalam pengertian 'war' dalam tradisi Barat.

Baca juga : Bamsoet Tegaskan Pentingnya Bangun Karakter Bangsa Melalui Empat Pilar MPR

Sehingga, digambarkan sebagai peristiwa keji yang sangat mengerikan dan yang selalu menjadi kambing hitamnya adalah Mahamantri Gajah Mada. Kesalahan ini terletak pada penerjemahan intelektual penjajah Belanda, yaitu CC Berg, pada tahun 1927.

"Dalam Kidung Sunda, peristiwa Bubat terdapat naratif 'Yuddha' atau perang yang masih dipahami sebagai peristiwa perang dalam pengertian war dalam tradisi Barat. Padahal di Bubat itu adalah upacara yang bernama Agnihotra, kita harus lihat teks ini dari mana asalnya. Kalau dari Brahmana jangan diartikan sebagai war, kita harus tahu bagi Brahmana itu apa," jelasnya.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.