Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Masih Juara Sedunia

Kemacetan Jakarta Tak Menurun Setahun Terakhir

Rabu, 26 Februari 2020 06:05 WIB
Kondisi lalu lintas sore hari di Jakarta. Foto: Twitter @RPerezSolero
Kondisi lalu lintas sore hari di Jakarta. Foto: Twitter @RPerezSolero

RM.id  Rakyat Merdeka - Lembaga teknologi lokasi ternama, TomTom sudah merilis hasil dari Indeks Lalu Lintas TomTom atau TomTom Traffic Index 2019. Hasilnya, tingkat kemacetan di Jakarta 53 persen. Dari survei tersebut didapat angka kemacetan di Ibu Kota tak ada penurunan selama setahun terakhir. 

Traffic Index 2019 mencatat waktu yang dihabiskan untuk berkendara di Jakarta lebih dari 49 menit untuk waktu normal 30 menit saat pagi. Kemudian lebih dari 56 menit untuk waktu normal 30 menit saat sore. 

Kalau per tahun, kemacetan menghabiskan sebesar 174 jam atau setara dengan 7 hari 6 jam. Data ini menjelaskan, jika melakukan perjalanan sebelum pukul 17.00 WIB pada Jumat, maka akan menghemat 5 jam per tahun per 30 menit. Hal ini dikarenakan pada 2019, setiap Jumat pukul 17.00-18.00 memiliki tingkat kemacetan tertinggi sebesar 98 persen. 

Selain itu, di 2019, hari paling tidak macet adalah pada 4 Juni 2019. Hari itu bertepatan dengan libur Idul Fitri ketika warga Jakarta ramai mudik ke kampung halaman. 
Kemudian, untuk hari paling macet selama setahun jatuh pada 6 Maret 2019. Tingkat kemacetannya bahkan mencapai 91 persen. Padahal, rata-ratanya dalam satu tahun adalah 53 persen. 

TomTom melakukan survei tersebut di 416 kota yang ada di 57 negara. Di mana, Jakarta berada pada posisi ke-10 di kategori kota termacet di dunia. 

Baca juga : Prasetyo: Banjir Jakarta Karena Buruknya Tata Kelola Air

Pada 2018, Jakarta berada di posisi ke-7. Hal ini dikarenakan masuknya beberapa kota-kota lain, yakni Bengaluru dari India, Manila dari Filipina dan Pune dari India. 

Pada indeks Tomtom, Bengaluru yang baru masuk di tahun ini langsung menduduki peringkat pertama dengan tingkat kemacetan 71 persen. Begitu juga Manila yang memiliki tingkat kemacetan 71 persen, menduduki peringkat dua. 

Kemudian, kota Pune yang juga baru masuk langsung mendapat predikat kota termacet kelima di dunia dengan tingkat kemacetan 59 persen. 

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengklaim, telah terjadi perbaikan dalam penanganan kemacetan di Jakarta. Targetnya, Jakarta keluar dari sepuluh besar kota termacet dunia. 

“Target kita keluar dari 10 besar. Sekarang kita sudah turun dari paling macet nomor 4 menjadi paling macet nomor 7. Saya tuh merasa gemas juga kenapa tidak nomor 11 sekalian gitu loh,” ujarnya. 

Baca juga : Banjir Membuat Perjalanan KA Daop I Jakarta Terganggu, Ini Perubahannya

Menurutnya, agar bisa menurunkan lagi peringkat ini, transportasi di Jakarta harus diintegrasikan. Upaya ini disebutnya sebagai cara membuat rencana tata kota yang berkesinambungan. 

“Pengelolaannya harus terintegrasi. Yang mengelola tata ruang adalah yang mengelola tata transportasi. Itu sederhana sekali. Kalau tidak, rencana tata ruang dan rencana transportasi tidak nyambung,” ujar Anies. 

Dengan integrasi, kata dia, masyarakat yang naik angkutan umum akan bertambah. “Mudah-mudahan tahun depan bisa turun lagi. Ketika itu terjadi, maka makin banyak lagi yang mau pindah ke kendaraan umum,” ucap Anies. 

Pengamat Transportasi, Azas Tigor Nainggolan menilai, kemacetan Jakarta tetap terjadi. Sementara moda transportasi publik tidak cukup untuk mengatasi masalah kemacetan itu. 

“Sudah ada peresmian MRT. Ditambah lagi LRT, armada Transjakarta juga semakin massif. Seharusnya lebih baik, tapi tetap saja ada masalah kemacetan,” paparnya. 

Baca juga : Banjir, Sejumlah Bus Trans Jakarta Tak Beroperasi, Rute Dialihkan

Ini artinya, lanjut Azas, ada kesalahan manajemen. Pemegang otoritas di DKIJakarta belum memiliki konsep untuk benar-benar mengatasi kemacetan DKI. 

“Pertama, angkutan diperbaiki, kemudian ada kebijakan pengendalian penggunaan kendaraan bermotor pribadi,” kata dia. 

Menurutnya, pengendalian penggunaan kendaraan bermotor pribadi atau Electronic Road Pricing (ERP) bisa jadi solusi. ERP atau sistem jalan berbayar merupakan sistem skema pengumpulan tol elektronik untuk mengatur lalu lintas dengan cara jalan berbayar, sebagai mekanisme perpajakan. 

“Ganjil-genap yang sebelumnya menggantikan 3 in 1, itu dulu diterapkan untuk mempersiapkan satu tahun untuk berpindah ke ERP. Sekarang tidak jelas nasib ERP,” kata Nainggolan. Lebih dari itu, parkir sembarangan, menurut Azas, membuat kondisi lalu lintas di Jakarta semakin semrawut. 

“Semau-maunya parkir di badan jalan. Ini tidak ada kebijakan. Supaya orang mau berpindah ke transportasi publik, parkir dipersulit, jalan dibatasi ruang geraknya dengan ERP,” ujarnya. [MRA]
 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.