Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
RM.id Rakyat Merdeka - Istilah Brigade tidak selalu identik dengan militer. Di Indonesia istilah ini kini digunakan pada pembangunan pertanian, untuk menggambarkan cara penggunaan alat dan mesin (Alsin) pertanian yang lebih efektif dan efisien di lahan rawa.
Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman menegaskan, bantuan excavator yang diberikan Kementan untuk mengoptimasi lahan rawa di Kabupaten Barito Kuala (Batola), Kalimantan Selatan (Kalsel), harus digunakan secara berkelompok seperti brigade. Menurutnya, hanya dengan cara ini penggunaan excavator dapat lebih maksimal dengan biaya yang lebih hemat.
Amran menginginkan ada 5 sampai 6 excavator yang mengerjakan satu lokasi sekaligus. Dengan bergerak dalam tim, pengawasannya akan mudah dan murah. Sedangkan jika bekerja sendiri-sendiri, biayanya akan mahal karena butuh pengawas yang banyak.
"Mau yang mudah dan murah atau yang susah dan mahal? Tolong ikuti prosedur. Satu lokasi kerjakan dengan 5 eksavator sekaligus, sehinggga cepat bergerak nya. Beda kalau 1 lokasi hanya 1 mesin. Beda spiritnya. Dalam 1 brigade lebih cepat, ” ujar Amran, saat meninjau perkembangan program Selamatkan Rawa Sejahterakan Petani (Serasi), di Batola, Kalsel, Sabtu (25/5).
Baca juga : Hari ini Pasar Tanah Abang Mulai Padat Lagi
Kepala Dinas Pertanian Batola menjelaskan, di Desa Kokida, Kecamatan Barambai yang menjadi lokasi tinjauan Mentan, cara ini sudah dilakukan. Pola Brigade memang sejak awal menjadi instruksi Amran, agar pengerjaan lahan sawah rawa lebih optimal.
Kalsel Akan Jadi Tumpuan Pangan Nasional
Dengan optimasi lahan sawah rawa, Mentan optimistis Kalimantan Selatan akan menjadi salah satu tumpuan untuk pemenuhan kebutuhan pangan nasional. “Delapan ribu manusia lahir per hari di Indonesia. Begitu lahir masih minum ASI. Ibunya harus makan agar anaknya bisa minum ASI. Saat anaknya mulai tumbuh, bertambah lagi kebutuhan,” jelas Amran.
Untuk merealisasikan optimisme Kalsel menjadi tumpuan pemenuhan kebutuhan pangan, pemerintah menurunkan puluhan excavator yang nilainya bisa mencapai Rp 3 miliar per unit. Excavator digunakan untuk menyiapkan irigasi. Sehingga penggunaan bibit varietas Inpari 2 yang cocok untuk lahan rawa, bisa optimal meningkatkan produktivitas panen padi.
Baca juga : Legalkan Pernikahan Gay, Taiwan Cetak Sejarah di Asia
“Dulu produksi hanya 2-3 ton per hektar per tahun. Bagaimana bisa sejahtera? Sekarang kita punya varietas baru namanya Inpara 2, bisa maksimal 6 ton per ha. Bisa nggak?,” tanya Amran pada seorang petani yang ditemuinya di posko program Serasi Desa Kokida.
Tantangan Amran membakar semangat petani, yang kompak menyanggupi. “Itu baru sekali, kalau bisa tanam 3 kali setahun, berapa kali lipat pendapatan Petanian meningkat?,” tegas Amran yang segera disambut antusias petani.
Lebih lanjut Amran mengatakan, program Serasi dirintis bertahap sejak dua tahun lalu diawali dengan melakukan penelitian dan pengamatan terkait persoalan di lahan rawa. Benih yang ditanam awalnya tidak cocok hingga ditemukan Inpara 2. Dengan kondisi Ph yang rendah, varietas bibit ini bisa menyesuaikan produksi hingga 6 ton.
Upaya sungguh-sungguh ini dilakukan mengingat potensi lahan rawa yang begitu besar. Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy menjelaskan di Kalsel potensi lahan rawa ada sekitar 257.300 hektare. Dari jumlah tersebut yang sudah ada CP/CL (Calon Petani/Calon Lahan) seluas 160.481 hektare. Sudah disurvey seluas 43.188 hektar dan sudah didesain seluas 38.121 hektar. Sementara yang dalam proses pekerjaan fisik kontruksi seluas 2.143 hektare. Potensi ini kemudian dioptimalkan dengan mentransformasi pertanian tradisional menjadi mekanisasi.
Baca juga : Mantap, Pertamina Pastikan Kebutuhan BBM Pemudik di Tol Trans Jawa Aman
Setelah mendengarkan penjelasan pemanfaatan lahan sawah pada peringatan Hari Pangan Nasional (HPS) ke-38 di Desa Jejangkit, Kecamatan Jejangkit, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan akhir 2018 lalu, Perwakilan dari Food and Agriculture Organization (FAO) di Indonesia, Stephen Rudgard menilainya sebagai sebuah terobosan baru dalam membangun kantong penyangga pangan nasional. Menurutnya, pemanfaatan lahan rawa menjadi solusi guna memastikan ketersediaan pangan dan masa depan pertanian Indonesia. Terutama dalam menghadapi tantangan pertambahan jumlah penduduk, meningkatknya urbanisasi dan perubahan permintaan konsumen.
“Kami sangat senang bahwa Kementerian Pertanian mempromosikan penerapan praktik-praktik pertanian yang baik terkait penerapan model FAO untuk intensifikasi produksi pangan yang berkelanjutan,” ujar Stephen ketika itu. [KAL]
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya