Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

YAICI Dan Kampung Dongeng Indonesia Gelar Diskusi Literasi Sadar Gizi

Kamis, 10 Februari 2022 14:07 WIB
Diskusi literasi dengan tema, Kami Sadar Gizi, Siap Bersaing di Era Globalisasi. (Foto: Dok. YAICI)
Diskusi literasi dengan tema, Kami Sadar Gizi, Siap Bersaing di Era Globalisasi. (Foto: Dok. YAICI)

RM.id  Rakyat Merdeka - Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) bersama Kampung Dongeng Indonesia mengadakan diskusi literasi dengan tema "Kami Sadar Gizi, Siap Bersaing di Era Globalisasi". Diskusi ini dihadiri Ketua Harian YAICI Arif Hidayat, dokter umum dr. Meita Rachmawati, pegiat literasi Maman Suherman, dan pendiri Kampung Dongeng Indonesia Awam Prakoso.

Selama ini, kemampuan literasi masyarakat masih kurang. Hasil Programme for International Students Assessment (PISA) tahun 2018, menunjukkan, 70 persen siswa di Indonesia memiliki kemampuan baca rendah (di bawah Level 2 dalam skala PISA). Mereka tidak mampu menemukan gagasan utama maupun informasi penting di dalam suatu teks pendek.

Hal ini diperparah dengan angka minat baca yang juga rendah. Pada tahun 2018, survei dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, penduduk di atas usia 10 tahun yang membaca surat kabar atau majalah hanya 14,92 persen. Angka ini lebih rendah dari persentase 15 tahun sebelumnya (23,70 persen).

Padahal, selama hampir 15 tahun, Pemerintah telah menerbitkan berbagai kebijakan nasional untuk mengatasi krisis literasi. Buruknya budaya literasi di Indonesia ini yang menjadi pemicu persoalan gizi buruk dan stunting yang tak kunjung usai.

Baca juga : Jokowi Ajak Pers Sebarkan Ketangguhan Bangsa Indonesia Di Momen G20

Arif Hidayat mengatakan, salah satu bukti rendahnya literasi masyarakat adalah masih ditemukannya susu kental manis dikonsumsi sebagai minuman susu. "Dalam temuan kami, baik data dari hasil survei maupun saat bertemu langsung dengan masyarakat, masih banyak yang beranggapan bahwa kental manis adalah susu yang dapat dikonsumsi sebagai minuman susu," kata Arief.

Alasannya ada banyak. Antara lain karena sudah terbiasa, ada yang merasa pernah mendengar aturan penggunaan susu kental manis, tapi tidak ingin mencari tahu. "Ini menunjukkan literasi rendah, masyarakat tidak teredukasi," jelasnya.

Arif mengingatkan agar menjadi generasi yang sadar literasi. Yaitu, membaca label ketika membeli produk pangan dan jangan asal ikut-ikutan. Dengan demikian, generasi muda siap menjadi Agent of Change dengan menyebarkan kebaikan-kebaikan kepada rekan sesama ataupun linkungan di sekitar. "Baik lewat tulisan maupun lewat dongeng," tambah Arif.

Senada dengan Arif, pegiat literasi Maman Suherman mengatakan, perjuangan mengajak orang berliterasi bukan hanya sekadar baca tulis, tapi mengerti apa yang dibaca. Sebagai contoh, BPOM telah melarang penggunaan susu kental manis sebagai pengganti air susu ibu (ASI). Tapi, beberapa supermarket, produk ini berada berdampingan dengan susu. Lalu masyarakat beli dan dijadikan susu untuk anak.

Baca juga : IMI Gandeng Indonesia Anti-Doping Awasi MotoGP Mandalika

"Kalau masyarakat sudah paham literasi, hal seperti ini tidak akan terjadi," papar pria yang akrab disapa Kang Maman ini.

dr. Meita Rakhmawati menambahkan,  kebiasaan mengkonsumsi kental manis sebagai minuman sehari-hari memang tidak langsung kelihatan dampaknya terhadap kesehatan. Namun, akibatnya akan mulai terasa di masa mendatang.

Bagi perempuan, dapat mengakibatkan masalah kurang gizi pada saat hamil. Banyak juga anak muda yang merasa insecure dengan tubuhnya, tidak makan banyak tapi gemuk.

"Jadi selagi masih muda, mulailah memperhatikan kecukupan gizi. Jangan menunggu usia 40 tahun baru menjalani pola hidup sehat. Karena apa yang kita rasakan saat tua adalah apa yang kita makan saat muda," jelas dokter yang juga concern untuk kesehatan dan estetika ini.

Baca juga : Di Balik Menghilangnya Kentang Goreng Ukuran Besar Di Restoran Cepat Saji

Pendongeng sekaligus pendiri Kampung Dongeng Indonesia (KDI) Awam Prakoso menyampaikan pandangan mengenai lemahnya pemahaman masyarakat mengenai literasi gisi. "Mungkin selama ini kita terpaku pada bentuk edukasi yang kaku. Tapi, coba disampaikan melalui cara dongeng atau story telling," ujar Awam Prakoso.

"Pesan-pesan edukasi itu bisa disampaikan melalui cerita-cerita yang menarik, atau bahkan memanfaatkan media seperti audio visual, menonton bareng juga bisa. Ini akan diterima dengan lebih baik," sambungnya.

Menutup kegiatan, Arif Hidayat mengatakan, YAICI berkomitmen untuk meningkatkan budaya literasi di masyarakat melalui beragam program story telling bersama Kampung Dongeng Indonesia. Melalui kegiatan ini, diharapkan masyarakat terutama generasi muda dapat berperan menjadi agen perubahan untuk masa depan Generasi Emas Indonesia 2045.

"Hal ini sekaligus menjadi bekal bagi remaja dan usia muda produktif, bekal menjadi orang tua. Dengan pengetahuan gizi sedini mungkin, pada waktunya mereka menjadi orang tua tentunya akan lebih sadar akan pentingnya asupan gizi untuk anak, terutama pengetahuan terkait bahanya konsumsi kental manis yang tinggi akan gula," kata Arif Hidayat. [SAR]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.