Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Daripada Ngeributin Jumlah Paslon

Mending Parpol Pelototi Pemilu Supaya Jurdil Noh

Selasa, 20 September 2022 07:35 WIB
Pengamat politik Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing. (Foto: Istimewa)
Pengamat politik Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Kabar dugaan Pemilu 2024 akan diatur supaya hanya ada dua pasangan calon presiden-calon wakil presiden yang diungkapkan Presiden Indonesia keenam, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), tak perlu terlalu dikhawatirkan. Berapa pasang pun calonnya, pemilu sama-sama demokratis.

Ini ditegaskan pengamat politik Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing. “Tidak ada beda dua pasang atau lebih dari sudut demokrasi. Tetap rakyat yang berdaulat. Tinggal bagaimana pelaksanaannya di lapangan, potensi keterbelahan rakyat sejauh apa. Itu yang harus diantisipasi,” kata Emrus saat berbincang dengan Rakyat Merdeka, kemarin.

Dikatakan, tiga pasang atau lebih, tetap ada perbedaan. Ini hal lumrah dalam demokrasi. Yang paling penting, mengelola perbedaan ini lebih kepada hal yang substansial. Yakni ide, gagasan, dan platform. Bukan primordialisme dan identitas sempit yang kebablasan.

Selain itu, tiga atau empat pasang sudah pasti akan ada dua putaran. Putaran terakhir tetap saja akan berlangsung dua pasang. “Jadi masing-masing ada risikonya. Urusan yang lebih penting bukan soal jumlah, tapi soal jualan idenya. Mana yang paling diterima rakyat,” tukasnya.

Baca juga : SBY Sebut Pilpres Diatur 2 Paslon, Mahyudin: Perlu Data Dan Bukti

Dia menyarankan, sebaiknya siapa pun yang punya kecurigaan, harus disampaikan dengan fakta dan bukti. Jangan sampai, Pemilu yang sudah dijalankan penyelenggara dengan maksimal kemudian tidak diterima sebagian rakyat hanya karena termakan isu.

“Bahaya, jangan lemparkan prasangka kepada rakyat. Kecuali ada bukti yang kuat. Lemparkan saja program antitesa Pemerintah saat ini. Sehingga dapat menarik pemilih,” pungkasnya.

Sementara itu Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Viva Yoga Mauladi meminta semua pihak kembali pada aturan yang berlaku untuk Pemilu. Misalnya, aturan Presidential Threshold 20 persen pada Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Pada 222 disebutkan, partai politik atau gabungan partai politik mengusulkan pasangan capres-cawapres.

“Saya kira tak ada upaya menjegal parpol agar gagal membentuk koalisi dan tak memenuhi persyaratan PT 20 persen. Kondisinya masih dinamis. Masing-masing partai mandiri dan mencari eksistensi teman koalisi,” tegas Viva dalam pesannya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Baca juga : Duit Pemilu Masih Kurang

Viva meminta, semua pihak menyerahkan ini kepada penyelenggara Pemilu. Seluruh parpol juga harus saling menjaga agar tak ada potensi tindakan pelanggaran, ketidakjujuran dan ketidakadilan dalam Pemilu.

Dia pun setuju dengan pendapat SBY yang meminta, seluruh partai politik bekerja sama secara simultan untuk menjaga kemurnian suara dan kedaulatan rakyat di Pemilu 2024 melalui proses penyelenggaraan pemilu yang berkualitas dan berintegritas.

“Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) harus meningkatkan kualitas pengawasan agar pemilu luber dan jurdil. Beri akses luas kepada pemantau pemilu dari lembaga independen, dan tentunya pers,” sarannya.

Sebelumnya, Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, SBY saat Rapimnas Partai Demokrat di Jakarta, belum lama ini mengungkapkan, ada upaya dari pihak tertentu yang menghendaki pemilu yang ada hanya akan diikuti dua pasangan. Cara yang demikian disebut menginjak-injak hak rakyat. Padahal pemilu adalah hak rakyat, hak untuk dipilih dan memilih.

Baca juga : Jaga Pasokan, Pertamina Patra Niaga Pelototi Proses Distribusi Solar Bersubsidi

Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat, Syarief Hasan membela bosnya. Dia melihat, aturan Presidential Threshold 20 persen lah yang menjadi salah satu faktor dari beratnya pencapresan dalam Pemilu Presiden. “Aturan ini semakin tidak mendukung demokrasi kita. Terlebih ada pihak-pihak tertentu yang ingin hanya ada dua pasangan capres,” kata Syarief dalam keterangannya kepada Rakyat Merdeka, kemarin. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.