Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

APTISI Wilayah III DKI Beri Pandangan Atas Isu-isu Pendidikan Terkini

Selasa, 20 September 2022 14:55 WIB
Ketua APTISI Wilayah III Jakarta Prof Raihan (Foto: Istimewa)
Ketua APTISI Wilayah III Jakarta Prof Raihan (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Beberapa masalah pendidikan tinggi yang berkembang saat ini, seperti reakredikasi, penerimaan mahasiswa baru, sampai uji kompetensi bagi kampus swasta, menjadi perhatian kalangan pendidik, pemerhati pendidikan, pengelola pendidikan, serta asosiasi-asosiasi yang bergerak di bidang pendidikan, khususnya pendidikan tinggi. Menurut Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Wilayah III Jakarta Prof Raihan, perubahan dan perkembangan peraturan dan perundang-undangan ini perlu kesiapan dan masa transisi serta sinkronisasi dalam berbagai hal.

Pertama, masalah perubahan yang terlalu cepat dari proses akreditasi (reakreditasi) dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) ke beberapa Lembaga Akreditasi Mandiri Perguruan Tinggi (LAM-PT) perlu masa transisi selama minimal 1 tahun. “Karenanya, perlu alternatif dalam penanganan ini. Hal ini dikarenakan tidak semua prodi mampu membayar biaya LAM jika jumlah mahasiswanya minimalis,” ujarnya, seperti keterangan yang diterima redaksi, Selasa (20/9).

Baca juga : Menag Kasih Wejengan Lembaga Pendidikan Berbasis Agama

Dia melanjutkan, saran sebagai solusi misalnya diberikan masa transisi peralihan akreditasi prodi dalam minimal 1 tahun tetap dilakukan BAN-PT secara otomatis. “Sedangkan yang sudah melakukan reakreditasi ke LAM-PT tetap berjalan sehingga dalam 1 tahun LAM PT juga dapat dievaluasi dalam kemampuan waktu dan tatacara akreditasi,” terangnya.

Untuk penerimaah mahasiswa baru di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dengan berbagai jalur, kata dia, mempunyai multiplier effect tidak saja kepada penerimaan mahasiswa baru di Perguruan Tinggi Swasta (PTS) tetapi seakan-akan menjadi ladang bisnis PTN. Juga memberikan peluang ekses negatif pada pengelola PTN untuk menerima uang di luar sistem pada perguruan tingginya. 

Baca juga : Ini Alasan KPK Panggil Anies Dalam Penyelidikan Formula E

Sedangkan untuk adanya ujian kompetensi, khususnya bagi PTS di daerah dan sebagian PTS di DKI Jakarta, kata dia, terasa memberatkan. “Sebaiknya dikembalikan kepada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012,” sarannya.

Lalu, mengenai adanya Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang disalurkan, dia menyarankan, porsi PTS diberikan lebih banyak. Sebab, mahasiswa pada PTS jauh lebih besar dari PTN. 

Baca juga : 6 Perusahaan Besar Teken MoU Dengan 30 Institusi Pendidikan Vokasi

Terkait dengan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas), dia menyarankan, Pemerintah dan DPR perlu melibatkan seluas-luasnya asosiasi-asosiasi, pemerhati pendidikan atau masyarakat yang bergerak di pendidikan seperti APTISI, serta organisasi lainnya secara intensif. Agar terdapat konsistensi terhadap komitmen Pemerintah  serta memerhatikan Undang-Undang dan peraturan yang terkait. “Agar hal-hal yang selama ini telah dilaksanakan dengan baik serta dapat meningkatkan kualitas pendidikan dan tetap terjaga dan dapat diakomodir pada Undang-Undang Sisdiknas baru,” ungkap Prof Raihan.■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.