Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
Survei Indikator Politik
Pilih Nambah Utang Daripada BBM Dinaikkan
Jumat, 7 Oktober 2022 07:30 WIB
RM.id Rakyat Merdeka - Mayoritas masyarakat menolak kenaikan harga BBM. Mereka lebih memilih negara menambah utang buat menambal subsidi yang bengkak akibat naiknya harga minyak dunia.
Hal tersebut terekam dalam hasil survei Indikator Politik Indonesia yang bertajuk "Sikap Publik Terhadap Program Reformasi Pertanahan dan Perpajakan” yang dirilis, kemarin. Survei ini dilakukan secara tatap muka sejak 13-20 September 2022. Atau sekitar 10 hari setelah harga BBM resmi dinaikkan oleh pemerintah sebulan yang lalu (3/9).
Ada 1.220 orang responden usia 17 tahun atau sudah menikah dari seluruh Indonesia terlibat dalam survei ini. Dengan penarikan sampel menggunakan metode multistage random sampling. Survei ini memiliki toleransi kesalahan 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi mengatakan, saat disurvei, 96,6 persen orang sudah tahu harga BBM naik. Total 87,6 persen responden tidak setuju dengan kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM. Masing-masing terdiri dari 55,6 persen tidak setuju sama sekali dan 32 persen kurang setuju.
Baca juga : Mayoritas Masyarakat Puas Dengan Pelayanan Petugas Pajak
Responden yang setuju hanya 10,5 persen dan 1,2 persen sangat setuju. Sisanya 0,7 persen tidak tahu atau tidak menjawab. "Sebagian besar menolak memang. Ini bukan hal yang mengagetkan karena memang ini kebijakan yang tentu tidak mengenakkan," kata Burhan.
Penolakan kenaikan BBM ini datang dari berbagai status sosial masyarakat. Mulai dari pengangguran dengan tingkat penolakan mencapai 88,7 persen, karyawan 87,3 persen, karyawan dan usaha sendiri 93,1 persen hingga yang punya usaha sendiri atau wiraswasta 85,8 persen.
Bahkan, mayoritas responden lebih memilih negara menambah utang daripada harga BBM dinaikkan. Yakni mencapai 58 persen. Pilihan ini turun tipis dibanding bulan sebelumnya yakni Agustus 2022, yang mencapai 58,7 persen.
Meskipun memilih negara ngutang lagi demi menambah subsidi BBM, sebagian besar responden setuju bahwa subsidi BBM ini tidak tepat sasaran yakni mencapai 57,1 persen. Bahkan 9,5 persen sangat setuju. "Masyarakat tidak konsisten, mereka setuju dengan pendapat ini [bahwa subsidi BBM tidak tepat sasaran], tetapi ingin mendapatkan subsidi," sambungnya.
Baca juga : Terdepan Bela Ekonomi Rakyat, Elektabilitas Perindo Meroket
Ketika diberi pilihan antara subsidi harga barang versus subsidi tunai, sebanyak 60,4 persen pro subsidi barang. Hanya 34,9 persen memilih subsidi tunai langsung. Sisanya, 4,7 persen tidak tahu atau tidak jawab.
Hasil survei ini, bertolak belakang dengan pernyataan Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Moeldoko belum lama ini, yang mengklaim masyarakat dapat menerima kenaikan harga BBM subsidi. Sebagai buktinya, sebut Moeldoko, pihaknya tidak mendapatkan situasi kritis di tengah masyarakat setelah pemerintah menaikkan harga BBM.
Ia berdalih, aksi protes naiknya harga BBM yang dilakukan oleh mahasiswa di kota-kota adalah bagian dari proses demokrasi. "Ada di kota-kota gejolak atau demo. Ini sesuatu yang hidup dalam sebuah negara demokrasi," imbuhnya.
Lalu apa kata pengamat ekonomi? Direktur Eksekutif Segara Institut, Piter Abdullah menilai, kompaknya responden di survei Indikator dari berbagai status pekerjaan dan sosial masyarakat menolak kenaikan harga BBM cukup beralasan. Karena kenaikan BBM subsidi itu berisiko mengganggu proses pemulihan ekonomi nasional yang sedang berlangsung.
Baca juga : Survei SSI: Prabowo Lebih Unggul Dari Anies
"Sehingga bisa merugikan banyak pihak bukan saja kelompok bawah tetapi juga kelompok pengusaha. Mereka tidak ingin usaha mereka yang sedang berusaha bangkit bisa terpuruk lagi akibat kenaikan harga BBM subsidi," kata Piter kepada Rakyat Merdeka, tadi malam.
Tetapi, lanjutnya, kenaikan harga BBM subsidi sudah terjadi dan tidak bisa dibatalkan. Dampaknya juga sudah terasa, salah satunya inflasi meningkat.
Menurutnya, semua pihak harus membantu pemerintah agar dampak kenaikan harga BBM subsidi tersebut tidak seburuk yang diproyeksikan. Namun, sejauh ini pihaknya melihat dampak kenaikan harga BBM subsidi masih relatif aman.
"Bukan skenario terburuk yang pernah saya perkirakan sebelumnya," tandasnya.
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya