Dark/Light Mode

Senayan: RUU KUHP Produk Hukum Modern

Senin, 28 November 2022 17:28 WIB
Seminar Anti Hoaks RKUHP. (Foto: Ist)
Seminar Anti Hoaks RKUHP. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Komisi I DPR mendukung penuntasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) oleh Pemerintah dan DPR menjadi Undang-Undang (UU) pada Desember 2022 sehingga dapat segera diterapkan. 

Menurut anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDIP, Krisantus Kurniawan penuntasan, RKUHP menjadi UU dalam Paripurna pada Desember 2022 menjadi penting bagi bangsa Indonesia yang selama ini masih menggunakan produk hukum berasal dari masa kolonial.

“Karena pertahanan membutuhkan acuan hukum yang tegas dan tidak membuat keraguan aparat negara dalam bertindak. Demikian pula arus informasi, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh di dalam masyarakat yang demokratis dan sangat terbuka,” tuturnya dalam diskusi daring akhir pekan lalu.

Baca juga : Mentan Pastikan Kasus PMK Terus Menurun

Dalam Webinar Ngobrol Bareng Legislator (NGOBRAS) bertajuk ‘Antihoaks RKUHP’ hadir juga Dr. Hasyim Gautama, Direktur Tata Kelola dan Kemitraan Komunikasi Publik, Ditjen IKP Kementerian Kominfo dan Dr. Kurnia Setiawan, Dekan Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Universitas Tarumanagara (Untar).

Legislator dari daerah pemilihan (Dapil) Kalimantan Barat I tersebut menampik tudingan bahwa RHUKP mendorong negara semakin otoritarian dan represif. Kata dia, justru sebaliknya RKUHP adalah produk hukum yang perlu disesuaikan dengan perubahan masyarakat, perkembangan zaman dan kebutuhan hukum modern. 

“Nah, KUHP peninggalan Belanda yang berlaku saat ini memiliki kecenderungan menghukum, tidak memiliki alternatif sanksi pidana serta belum memuat tujuan dan pedoman pemindanaan. Jadi justru RKUHP yang diributkan sekarang ini justru produk hukum modern,” tuturnya.

Baca juga : Senayan Dorong UU Perlindungan Konsumen Direvisi, Ini Alasannya

Senada dengan Krisantus, Hasyim Gautama memaparkan, tudingan tanpa dasar tentang RKUHP marak beredar di media sosial (medsos) dan bukan tidak mungkin karena keengganan melakukan konfirmasi dianggap sebagai kebenaran. “Kominfo sebagai Kementerian yang memantau arus informasi di media massa maupun internet menemukan salah satu hoaks tentang RKUHP adalah soal hukuman mati, ini informasi yang beredar di medsos dan cukup masif,” tuturnya menjawab pertanyaan salah satu peserta.

Menurutnya terdapat dua faktor utama pemicu hoaks yakni faktor kepentingan dan faktor ekonomi. Untuk meminimalisir terperdaya oleh hoaks dibutuhkan kemampuan literasi yang baik dalam mengkonsumsi informasi. 

Dia membagikan, sejumlah langkah mudah menangkap hoaks, antara lain cermati alamat situs, jangan cuma membaca judul, memeriksa fakta, lakukan cek foto atau video dan ikut grup diskusi anti hoax.

Baca juga : Kementerian BUMN Dorong Perhutani Produksi Gula Nasional

Mantan aktivis 1998 ini menjelaskan beberapa ciri penyebaran hoaks antara lain menciptakan kecemasan, kebencian, permusuhan atau pemujaan, sumber tidak jelas, tidak ada yang bisa dimintai klarifikasi atau tanggung jawab, pesannya sepihak baik menyerang atau bahkan membela saja, mencatut nama tokoh berpengaruh.

“Jika media berita, medianya pakai nama mirip media terkenal. Kemudian memanfaatkan fanatisme, atas nama ideologi atau agama, judul tidak cocok dengan isi, tampilan bersifat provokatif dan yang paling jelas adalah minta supaya dishare atau diviralkan,” pungkasnya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.