Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Kerja Narasi Super Penting Untuk Lindungi Anak Muda dari Radikalisme

Kamis, 29 Desember 2022 13:19 WIB
Pakar terorisme Noor Huda Ismail (Foto: Dok. BNPT)
Pakar terorisme Noor Huda Ismail (Foto: Dok. BNPT)

RM.id  Rakyat Merdeka - Generasi muda harus dilindungi dari paparan radikalisme dan terorisme. Pasalnya, tidak hanya merusak masa depan anak muda, radikalisme dan terorisme, juga mengancam persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Penguatan narasi kebangsaan, kedamaian, dan keagamaan yang benar harus terus diberikan kepada anak muda agar mereka memiliki imunitas dan kemampuan melawan paham-paham kekerasan itu. Karena itu, keberadaan Duta Damai Dunia Maya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menjadi solusi dalam menyebarkan pesan-pesan persatuan, perdamaian, toleransi, dalam rangka mencegah anak muda terpapar radikalisme dan terorisme.

“Kerja-kerja narasi super penting, apalagi anak muda seperti Duta Damai Dunia Maya ini. Saya kira hal paling penting mereka bisa bikin konten yang bisa related dengan anak-anak seumuran mereka,” ujar pakar terorisme Noor Huda Ismail, saat menjadi pemateri di Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Duta Damai Dunia Maya BNPT 2022, di Jakarta, Rabu (28/12) malam.

Dengan demikian, lanjut Noor Huda, para remaja bisa paham bahaya radikalisme yang saat ini banyak menyebar. Ia menilai, kalau konten-konten itu yang bikin muda, tentu mereka bisa paham. “Ini nilai positifnya karena mereka bisa ngertiin apa sih yang bikin mereka senang,” imbuhnya.

Noor Huda adalah orang di balik layar pembuatan konten-konten narasi terkait kontra terorisme melalui film pendek dan buku. Beberapa film pendeknya antara Jihad Selfie, Crossfire, dan Kecewa Karena Bapak Menjadi Teroris, yang disaksikan para Duta Damai Dunia Maya BNPT.

Dalam film-filmnya, ia melibatkan langsung para pelaku aksi terorisme. Salah satunya adalah Munir Kartono di Film Kecewa Karena Bapak. Munir pernah empat tahun hidup di penjara akibat terlibat pendanaan terorisme kasus bom Mapolres Surakarta.

Baca juga : Mak Ganjar Sosialisasikan Program Pencegahan Stunting Untuk Emak-Emak Di Bandung Barat

Noor Huda sengaja melibatkan pelaku terorisme dalam konten-kontennya agar film-film realitable dari pengakuan pelaku sehingga orang akan lebih percaya. “Karena merekalah yang pernah bagian dari kelompok ini (teroris). Mereka tahu telah dibohongi oleh kelompok lama, jadi mereka punya energi untuk melawan narasi-narasi lama mereka. Kita di luar yang paham dengan komunikasi sehingga narasinya betul-betul mengena. Jadi enak ditonton,” ungkapnya.

Dari film-film itu, kata founder Yayasan Prasasti Perdamaian ini, dapat dilihat bagaimana virus-virus radikalisme dan terorisme merasuki seseorang tidak hanya dari jalur agama, tetapi bisa dari masalah sosial lainnya. Contohnya Munir Kartono, ia teradikalisasi berawal dari masalah keluarga yang tidak terselesaikan sehingga ia mencari jalan keluar di luar rumah. Dari sanalah ia bersentuhan dengan radikalisme yang membawanya berkawan dengan tokoh ISIS Indonesia, Bahrun Naim. Bahkan Munir dan Bahrun Naim membicarakan rencana aksi terorisme sambil bermain biliar.

“Ada banyak cara pintu masuknya, nggak hanya pengajian bahkan main biliar saja bisa jadi (teroris). Kecewa dengan keluarga juga bisa jadi. Untuk itulah semua pihak harus terlibat dalam mencegah penyebaran radikalisme dan terorisme ini. Kalau ambil istilah BNPT, berbagai sektor harus terlibat. Di konteks media damai, anak-anak muda Duta Damai Dunia Maya ini sangat penting,” ungkap peraih gelar PhD dari Monash University Australia ini.

Dengan keberadaan Duta Damai Dunia Maya BNPT di 18 provinsi ini, Noor Huda berharap, mereka bisa mengungkapkan berbagai jenis radikalisme berbeda yang muncul di berbagai provinsi. Itu penting agar masyarakat tahu bahwa radikalisme itu tidak hanya berbasis agama saja, tetapi juga bermacam-macam penyebabnya.

“Saya senang ada teman-teman dari Ambon, Papua. Saya harapkan mereka bisa bikin konten tentang jenis radikalisme yang tidak melalu karena Islam saja,” kata jebolan Pondok Pesantren Al-Mukmin, Ngruki, Solo ini.

Di acara yang sama, Munir Kartono juga memberikan testimoni tentang proses radikalisasinya. Menurutnya, proses itu begitu panjang berawal dari permasalahan keluarga yang berlarut-larut. Masalah itu memancing ia untuk mencari identitas di luar rumah, bahkan di jalanan, sampai akhirnya ia teradikalisasi.

Baca juga : Kalau Bukan Anak Presiden, Nggak Bakal Bisa Begitu

“Itu semua terjadi di luar rumah, lewat pergaulan. Kemudian saya sampai menemukan jaringan teroris semua di luar rumah. Tapi kembali itu semua berawal dari satu masalah yang tidak selesai,” tuturnya.

Saat kali pertama mencari identitas di luar rumah, jelas Munir, ia ketemu dengan anak-anak punk. Tapi anak-anak punk ini tidak seperti anak punk kebanyakan yang hobinya main musik dengan dandanan dekil. Anak punk yang ditemui adalah mereka yang membuka lapak-lapak perpustakaan jalanan gratis. Dimana bacaan-bacaan itu menarik bentuk-bentuk perlawanan terhadap idealism feodal, bentuk-bentuk nilai nilai kolot, termasuk tidak sesuai dengan negara Indonesia.

“Saya pertama pergi di Bogor, kemudian saya main ke Bandung. Sampai hari ini kelompok-kelompok ini masih eksis. Nah setelah itu saya bersama kelompok punk tadi, saya sampai satu titik membenci pada negara. Saya mulai tertarik dengan masalah agama, saya mencari kelompok yang mempunyai narasi agama tapi punya nilai perlawanan terhadap negara. Saya kemudian bergabung dengan HTI. Itu titik ketemunya,” urainya.

Di HTI pulalah, Munir mengaku bertemu Bahrun Naim yang kebetulan seusia, seprofesi, dan memiliki hobi sama yaitu mengelola warnet. “Kita sama-sama jadi klop, ketemu. Kadang saya datang ke Solo, main billiard bareng sampai akhirnya cari duit untuk kelompok-kelompok teroris bareng,” kata Munir.

Munir menambahkan, ia melakukan pendanaan teror dengan cara membobol Paypal. Dari situ dana dialirkan ke crypto currency berupa Bitcoin. Saat itu tahun 2012, kebetulan grafik Bitcoin sedang meningkat tajam.

Dari dana yang dibelikan Bitcoin, saat dijual selisih nilainya sangat tinggi. Dana itulah yang dialirkan ke Bahrun Naim, yang kemudian disebar ke mana-mana seperti pemberangkatan orang-orang ke Suriah, melakukan aksi bom di Indonesia, termasuk pembiayaan kepada keluarga yang melakukan teror bom.

Baca juga : Ganjar: Anak Muda Se Indonesia Boleh Merapat

“Bom Mapolres Kartasura, dananya dari saya. Saat itu, Bahrun Naim minta mencarikan dana karena memang saat itu pelaku sudah ingin melakukan. Saya carikan dananya sehingga terjadi bom di Mapolres Surakarta tahun 2016,” jelasnya.

Kini Munir mengaku sudah sembuh total setelah menjalani hukuman selama empat tahun di Lapas Purwakarta dan Lapas Khusus Sentul. Ia menceritakan prosesnya saat ia berikrar setia kembali ke NKRI di Lapas Purwakarta. Setelah itu, ia mengajukan diri untuk dibina lebih lanjut di Pusat Deradikalisasi (Pusderad) BNPT di Sentul.

“Alhamadulillah dari BNPT menyambut saya, akhirnya saya dipindahkan ke Pusderad. Di sana saya dibina dengan berbagai macam pelatihan, kemudian di dalam saya bertemu banyak akademisi dan diajarkan bermacam-macam hal sehingga akhirnya semakin sadar bahwa yang telah saya lakukan salah dan saya harus berbuat lebih baik lagi untuk keluarga dan masa depan kita bersama, Indonesia,” tutur Munir.■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.