Dark/Light Mode

KPK Geledah Kementan, Anak Buah Syahrul Mau Hilangkan Barbuk

Minggu, 1 Oktober 2023 08:34 WIB
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri (kanan) memberikan keterangan terkait penggeledahan di Kantor Kementerian Pertanian dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (29/9). (Foto: Antara)
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri (kanan) memberikan keterangan terkait penggeledahan di Kantor Kementerian Pertanian dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (29/9). (Foto: Antara)

RM.id  Rakyat Merdeka - Di tengah KPK sedang mencari barang bukti (barbuk) kasus korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan), ada anak buah Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo yang mencoba mau menghilangkan barbuk. KPK diminta tegas kepada oknum-oknum yang menghalangi penyidikan.

Penggeledahan dilakukan penyidik KPK di ruang kerja Syahrul, yang ada di Gedung A Kementerian Pertanian (Kementan), Jalan Harsono RM Nomor 3, Ragunan, Jakarta Selatan, Jumat (29/9/2023). Di saat yang sama, penyidik juga menyasar ruang kerja Sekretaris Jenderal Kementan, Kasdi Subagyono.

Di saat penyidik mencari bukti tambahan untuk membuat terang dugaan korupsi di Kementan, ada oknum yang diduga dengan sengaja mengumpulkan dokumen terkait perkara untuk dimusnahkan. Namun, KPK masih belum mau mengungkap siapa pihak dimaksud. Yang jelas, berkas yang dibawa dinilai penting oleh penyidik.

“Beberapa dokumen dimaksud diduga kuat adalah bukti adanya aliran uang yang diterima para pihak yang ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara ini,” ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri kepada wartawan Sabtu (30/9/2023).

Juru Bicara berlatar jaksa ini kemudian memberi ultimatum kepada pihak-pihak yang ada di internal Kementan maupun pihak terkait lainnya, untuk tidak berupaya menghalangi maupun merintangi proses penyidikan yang sedang dilakukan KPK. Sebab, mereka dapat diancam dengan Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) tentang upaya merintangi penyidikan. 

“Pasal 21 Undang-Undang Tipikor dapat kami lakukan terhadap berbagai pihak dimaksud,” tegas Ali.

Baca juga : KPK Geledah Kantor Kementan, Sasar Ruangan Menteri Dan Sekjen

Ali menegaskan, walaupun ada upaya penghancuran barang bukti, pihaknya berhasil mengamankan sejumlah dokumen dan bukti elektronik dari ruangan Syahrul dan Kasdi. Barang bukti tersebut, kemudian disita penyidik dan dibawa ke Gedung KPK untuk dianalisis lebih lanjut. Setelahnya, akan dikonfirmasi kepada para pihak yang akan di panggil saksi.

Ia pun mengingatkan, agar pihak yang terkait dengan perkara ini kooperatif saat dipanggil penyidik KPK sebagai saksi maupun tersangka. Hal ini untuk mendukung proses penyidikan perkaranya.

Tak lupa, Ali meminta dukungan masyarakat, agar dapat berperan aktif menyampaikan informasi yang benar dan valid terkait perkara ini melalui call center 198. “Maupun langsung pada Tim Penyidik,” pungkasnya.

Diketahui, aksi penggeledahan di Gedung Kementan merupakan kelanjutan dari penggeledahan di rumah dinas Mentan di Jalan Widya Chandra V No. 28, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Kamis (28/9/2023). Di rumah dinas ini, penyidik menemukan uang puluhan miliar rupiah dan 12 pucuk senjata api (senpi).

Berdasarkan informasi, uang yang diamankan penyidik jumlahnya mencapai Rp 30 miliar dalam bentuk mata uang rupiah dan asing. Uang itu ditemukan di dalam amplop-amplop, lengkap dengan nama pemberinya. Diduga, pemberinya merupakan para pejabat di Kementan yang menyetor uang ke Syahrul untuk "mengamankan" posisi mereka.

Sedangkan atas temuan berbagai jenis senpi, tim penyidik telah menyerahkannya kepada Polda Metro Jaya untuk diperiksa legalitasnya. Belasan senpi itu diserahkan ke kepolisian karena tidak terkait langsung dengan perkara korupsi di Kementan.

Baca juga : Syahrul Limpo Dikabarkan Jadi Tersangka

Sedangkan di dalam penyidikan ini, Ali belum mau mengumumkan siapa nama tersangkanya. Tapi, berdasarkan informasi, sudah ada tiga orang yang dijadikan tersangka.

Para tersangka dijerat dengan Pasal 12 huruf e UU Tipikor, karena diduga menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau menyalahgunakan kekuasaannya, dengan memaksa seseorang memberikan sesuatu.

Terkait upaya penghilangan barang bukti tersebut, pihak Kementan belum mau buka mulut. Koordinator Humas Kementan Arief Cahyono sempat menyatakan, belum dapat memberikan pernyataan instansi secara resmi.

Lalu bagaimana respon NasDem atas hal itu? Waketum NasDem, Ahmad Ali mengatakan, penggeledahan merupakan kewenangan KPK dan ada aturannya yang mengaturnya. Karena itu, kata dia, tidak perlu ditafsirkan macam-macam.

Menurut dia, jika kemudian memang ada upaya menghilangkan barang bukti dan ada pasal yang dilanggar, penindakannya harus menggunakan proses hukum. “Sehingga kalau kemudian ada upaya menghalangi harus dijerat hukum. Ketimbang KPK bikin opini dan membuat situasi tidak kondusif,” katanya.

Terkait banyak yang menyebut kasus ini politis, Ali mengatakan, partainya tetap berpikir positif. NasDem masih melihat ini sebagai suatu proses hukum. Namun, jika di sisi lain ada anggapan tersebut di tengah masyarakat, itu hak mereka.

Baca juga : KPK Geledah Rumah Dinas Mentan Syahrul Yasin Limpo

“Tapi NasDem berharap tidak seperti apa yang berkembang di masyarakat,” katanya.

Sementara pengamat hukum Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto meminta, KPK melakukan tindakan tegas terhadap para pelaku yang berupaya menghilangkan barang bukti. Dia mengatakan, upaya kesengajaan menghilangkan barang bukti adalah salah satu tindak pidana obstruction of justice atau merintangi upaya penegakan hukum.

“Pelaku jelas melakukan pelanggaran pidana pasal 221 KUHP yang ancaman hukumannya adalah pidana kurungan,” ujarnya, semalam.

Pasal 221 (1) ke 2 menyatakan, barang siapa yang melakukan perbuatan menutupi tindak pidana yang dilakukan, dengan cara menghancurkan, menghilangkan dan menyembunyikan barang bukti dan alat bukti diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Selain itu, kata Bambang, mereka juga bisa dijerat dengan Pasal 21 UU Tipikor. Yang menyebutkan, setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang terdakwa maupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150 juta dan paling banyak Rp 600 juta.

“KPK harusnya segera melakukan tindakan hukum terhadap semua yang terlibat, bukan hanya aktor pelaku tetapi juga mastermind tindak kejahatan tersebut,” kata Bambang.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.