Dark/Light Mode

Catatan Dr. Marcelino Pandin dan Dr. Ir. Sugeng Budiharsono

Ketahanan Pangan Sebagai Kebijakan Super Prioritas Nasional

Selasa, 3 Oktober 2023 08:32 WIB
Dr. Marcelino Pandin (kiri) dan Dr. Ir. Sugeng Budiharsono (Foto: Istimewa)
Dr. Marcelino Pandin (kiri) dan Dr. Ir. Sugeng Budiharsono (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - G20 di bawah kepresidenan India memasukkan agenda peningkatan ketahanan pangan. Sebab, meskipun kelompok negara-negara ini tergolong kontributor terbesar ekonomi dunia, persoalan pangan masih menjadi tantangan yang signifikan bagi beberapa anggotanya. Salah satunya, India.

Berdasarkan Global Food Security Index 2022, India berada pada peringkat ke-68 dari 113 negara, dengan prevalensi kekurangan gizi sebesar 16,3 persen dan 43 persen anak kekurangan gizi kronis.

Memang tidak mudah untuk mencukupi pangan 1,4 miliar penduduk. Tapi, negara tetangganya, China yang berpenduduk 1,5 miliar jiwa,  berada pada peringkat ketahanan pangan yang jauh lebih baik. Ada di urutan 26.

Ini tak lain karena China telah menjadikan ketahanan pangan, sebagai kebijakan nasional prioritas utama.

Indonesia berada pada posisi yang sedikit lebih baik dibanding India, bercokol di peringkat 63. Menurut data Organisasi Pangan Dunia (FAO), pada tahun 2021, jumlah penduduk yang tak mampu membeli pangan bergizi, mencapai 69,1 persen.

Periode 2019-2021, jumlah penduduk Indonesia yang kekurangan gizi mencapai 17,7 juta jiwa, tersebar di 12.183 desa. Angka ini merupakan yang tertinggi di negara-negara ASEAN.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), prevalensi stunting di Indonesia pada tahun 2022 mencapai 21,6 persen. Berdasarkan data tersebut, kondisi ketahanan pangan di Indonesia memerlukan perhatian yang sangat serius. Perlu ada kebijakan nasional super prioritas. Apalagi, dalam waktu dekat, kita akan menghadapi El Nino, yang mempengaruhi ketahanan pangan.

Kondisi global yang tidak menentu seperti pandemi Covid-19 yang berlangsung lebih dari dua tahun lebih, lalu perang Rusia-Ukraina yang dimulai Februari 2022, telah mengganggu rantai pasokan dan harga pangan dunia.

Rusia dan Ukraina yang merupakan keranjang roti dunia, mewakili sekitar 27 persen pasar gandum dunia untuk 26 negara di Afrika dan Asia.

Kondisi tersebut mendorong negara-negara dunia, untuk memenuhi kebutuhan pangannya, dengan mengutamakan pasokan dalam negeri.

Baca juga : Pemerintah Diminta Jadikan Keamanan Dan Ketahanan Siber Sebagai Program Nasional

Hal ini telah dilakukan China, juga Indonesia, khususnya untuk bahan pangan pokok beras. Meski dalam kurun waktu 2017-2021 Indonesia telah mengimpor beras dari 305.375 ton (2017) menjadi 2.253.824 ton (2018), atau berkisar sekitar 1 sampai 4 persen dari total kebutuhan, yang harus diperhatikan adalah besarnya konsumsi gandum yang belum dibudidayakan secara optimal di Indonesia. Saat ini, gandum masih banyak impor. 

Pada periode 2017-2021, impor gandum berkisar antara 11.172 ton sampai 11.275 ton. Devisa yang terkuras, berkisar antara 2.567.800.000 dolar Amerika Serikat (AS) sampai dengan 3.449.800.000 dolar AS.

Berdasarkan Neraca Bahan Makanan Indonesia 2016-2021, kebutuhan pangan yang banyak diimpor selain gandum adalah kedelai, gula dan daging sapi.

Untuk beras, kedelai, gula pasir, dan daging sapi, pemerintah Indonesia dapat mendorong produksi dalam negeri. Baik dengan ekstensifikasi maupun intensifikasi.

Untuk gandum, selain harus lekas menanam gandum di Indonesia yang produktivitasnya tinggi, kita juga perlu segera mensubstitusinya. Misalnya, dengan modified cassava flour (mocaf), yang bahan bakunya tersedia banyak di Indonesia.

Selain dilakukan di sentra-sentra produksi yang ada di Java Bali, Sumatera, NTB dan Sulawesi, intensifikasi pangan juga dapat dilakukan di lahan-lahan yang ada di kawasan transmigrasi. Mengingat lahannya yang tersebar di seluruh Indonesia, kecuali Jawa dan Bali, dan potensinya sangat besar.

Lahan untuk tanaman padi mencapai 1 juta hektar lebih, dengan produksi berkisar sekitar 7,5 juta ton per tahun gabah kering giling.

Lahan untuk tanaman jagung mencapai 310 ribu hektar dengan produksi sekitar 2,3 juta ton per tahun.

Selain itu, juga ada lahan sawit yang mencapai 1,1 juta hektar dengan produksi minyak sawit mentah (CPO) sekitar 4,7 juta ton/tahun.

Dengan adanya intensifikasi, produksi padi dan jagung dari kawasan transmigrasi diharapkan akan meningkat.

Baca juga : IPCC Terminal Kendaraan Luncurkan Customer Care Station

Intensifikasi pangan, dapat dilakukan dengan mengembangkan dan menerapkan inovasi pangan. Mulai dari produksi, pengolahan, sampai pemasaran.

Sejak Revolusi Hijau pada tahun 1960-an, teknologi telah memainkan peran kunci dalam meningkatkan produktivitas pertanian.

Pengembangan inovasi untuk peningkatan efesiensi produksi harus semakin ditingkatkan karena jumlah penduduk yang semakin meningkat, lahan pertanian yang semakin berkurang, kondisi lingkungan dan perubahan iklim yang semakin kompleks.

Era digital telah memberikan keuntungan tersendiri, khususnya kecerdasan buatan, big data, internet of things (IoT), mesin pembelajar, sensor, robot otonom, drone adalah teknologi yang memungkinkan penggunaan sumber daya baru yang lebih efisien.

Teknologi yang sudah dan sedang dikembangkan saat ini, antara mencakup pertanian dalam ruangan (indoor farming), pertanian presisi (precision agriculture), pertanian cerdas (smart agriculture), bahkan biosaline.

Permasalahan bagi Indonesia adalah banyaknya pelaku pertanian, yang belum melek digital.

Selain itu, masih terbatasnya ketersediaan infrastruktur digital bagi para petani di perdesaan. Tantangan lainnya adalah masih banyak teknologi hasil inovasi, yang tidak dapat diakses oleh para petani, apalagi teknologi digital.

Dukungan besar dari pemerintah sangat diperlukan, jika inovasi tersebut ingin menjangkau daerah-daerah yang paling membutuhkan ketahanan pangan dan adaptasi iklim dalam bentuk pendanaan, serta kebijakan yang mendukung sistem inovasi lokal berbasis pengetahuan atau kearifan lokal.

Adaptasi perubahan iklim untuk ketahanan pangan merupakan suatu keniscayaan. Apalagi, saat ini telah terjadi perubahan iklim yang drastis.

Strategi yang tepat diperlukan mulai dari mitigasi, penyiapan varietas tanaman/hewan yang dibudidayakan, usaha budidaya, pengolahan, dan rantai pasok yang beradaptasi dengan perubahan iklim.

Baca juga : BIN Launching PORBIN Sebagai Wadah Pembinaan Atlet Prestasi Nasional

Selain perubahan iklim, aspek lainnya yang perlu diperhatikan adalah lingkungan. Jangan sampai, peningkatan pangan dilakukan dengan cara ekstensifikasi sampai melakukan deforestasi, yang malah akan menyebabkan peningkatan kerusakan lingkungan global.

Intensifikasi dengan menggunakan pupuk, pestisida, dan herbisida anorganik juga akan meningkatkan kerusakan lingkungan. Sehingga, usaha-usaha peningkatan produksi pangan melalui pengembangan dan penerapan inovasi teknologi yang ramah lingkungan, dan beradaptasi dengan perubahan iklim akan meningkatkan keberlanjutan ketahanan pangan.

Di atas semua itu, yang sangat diprioritaskan dalam kebijakan pangan yang berkelanjutan adalah petani, pekebun, peternak, pembudiaya ikan, nelayan, para UMKM pengolahan produk pertanian.

Merekalah aktor kunci ketahanan pangan di Indonesia. Mereka harus ditingkatkan kesejahteraannya, agar mereka masih tetap bisa berusaha di bidang pertanian.

Jangan sampai, pada saat panen raya, lalu dilakukan impor besar-besaran produk yang sama. Sehingga, harga barang pertanian jatuh. Yang paling rugi dalam rantai pemasaran tersebut, pastilah petani.

Para middle man tidak akan pernah rugi, apalagi para juragannya. Kalau kondisi itu terjadi terus-menerus, maka akan membuat kapok petani untuk berusaha dalam bidang pertanian. Akibatnya, bukan ketahanan pangan, tapi kerentanan pangan. Ini dapat berakibat bukan hanya kepada perekonomian nasional, tetapi juga ketahanan nasional.

Para petani harus dibuat sejahtera, agar mereka dapat hidup layak. Keluarganya dapat mengenyam pendidikan dengan baik, dan dapat meneruskan usaha pertaniannya turun temurun.

Pemerintah harus memiliki politik pertanian yang jelas, yaitu tersedianya pangan yang cukup berbasis pasokan dalam negeri, dengan gizi yang berkualitas dan terjangkau rakyat. Serta berpihak kepada peningkatan kesejahteraan petaninya.

Dr. Marcelino Pandin, Pakar/Pemerhati Ekonomi Regional

 Dr. Ir. Sugeng BudiharsonoPakar/Pemerhati Perdesaan dan Pertanian

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.