Dark/Light Mode

Seminar Nasional Fakultas Hukum UKI Bahas Pencegahan Lapas Jadi Sekolah Kejahatan

Senin, 24 Juni 2024 10:34 WIB
Foto: Ist.
Foto: Ist.

RM.id  Rakyat Merdeka - Kajian Lembaga Pemasyarakatan Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI) menyelenggarakan Seminar Nasional dengan tema “Penguatan Pembinaan Narapidana sebagai Upaya Mencegah Lembaga Pemasyarakatan ‘Sekolah Kejahatan’" pada hari Jumat, (22/6/2024), di Ruang Seminar, Gedung AB Lantai 3, Kampus UKI, Cawang Jakarta Timur.

Seminar yang digelar secara hybrid ini melibatkan beberapa narasumber yang kompeten di bidangnya.

Seperti, Kepala Divisi Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM RI untuk Wilayah DKI Jakarta, Guru Besar Fakultas Hukum UI Harkristuti Harkrisnowo serta dua pengajar dari UKI sendiri.

Yaitu, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UKI Ktut Silvanita dan Rospita Adelina Siregar sebagai pengajar tetap Fakultas Hukum UKI.

Seminar ini bertujuan untuk membahas berbagai isu terkait dengan pembinaan narapidana di Indonesia, dengan fokus pada upaya untuk mencegah lembaga pemasyarakatan menjadi "sekolah kejahatan".

Seperti diketahui, banyak beredar informasi bahwa lembaga pemasyarakatan kerap kali menjadi ajang bagi narapidana untuk bertukar pengalaman kejahatan.

Sehingga ketika kembali pada masyarakat mereka kerap menjadi lebih berpengalaman atau bahkan memiliki pengetahuan seputar pengalaman kejahatan baru.

Namun, untuk tentang apakah lembaga pemasyarakatan (lapas) menjadi "sekolah kejahatan" bukan sekadar spekulasi. Perlu ada data dan bukti untuk menjawabnya.

Pengajar Fakultas Hukum UKI Rospita Adelina Siregar menyampaikan, untuk menjawab pertanyaan "sekolah kejahatan" secara definitif, diperlukan penelitian dan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pemasyarakatan di Indonesia.

Penguatan pembinaan, pengawasan, dan koordinasi antar pihak terkait menjadi kunci untuk memastikan bahwa lapas benar-benar menjalankan fungsinya sebagai tempat pembinaan dan bukan "sekolah kejahatan".

Baca juga : Presidium Nasional Aktivis 98 Dukung Bamsoet Tak Penuhi Panggilan MKD

Beberapa data yang disampaikan Ktut Silvanita, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UKI, menunjukkan salah satu indikasi yang mengkhawatirkan adalah tingginya angka residivisme, ketika narapidana kembali melakukan kejahatan setelah bebas.

Hal ini bisa jadi karena selama di lapas, mereka terpapar dengan budaya kriminal dan bertukar pengalaman dengan narapidana lain, termasuk residivis.

Diambil dari data 2016 hingga 2021 lalu, rata-rata jumlah narapidana atau Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang masuk Lembaga pemasyarakatan sebesar 130.881 WBP namun sekitar 20.319 WBP masuk kembali atau 15.49 persen WBP masuk kembali.

Data tersebut menunjukkan beberapa kendala yang masih dihadapi Lembaga Pemasyarakatan untuk membina WBP agar tidak masuk kembali.

“Alasan WBP masuk Kembali ke lapas, utamanya karena kondisi ekonomi. Selain itu ada kondisi lingkungan seperti stigma negatif dari masyarakat, dan karena pribadi residivis itu sendiri. Jika pembinaan dilakukan dengan tepat maka WBP dapat menjadi potensi ekonomi dan menjadi modal Pembangunan,” ujar Ktut.

Ketut juga menyampaikan, pembekalan keterampilan juga perlu diberikan kepada WBP, seperti program pemberdayaan Tenaga Kerja-Warga Binaan Pemasyarakatan (TK-WBP).

Program ini harus bisa meningkatkan dan melengkapi WBP dengan kemampuan untuk berusaha sehingga memberikan kesempatan untuk memulai bisnis.

"Program ini tidak hanya merupakan kemampuan finansial tetapi juga mengurangi residivis,” imbuh Ktut.

Senada dengan Ktut Silvanita, Guru Besar Fakultas Hukum UI, Harkristuti Harkrisnowo memaparkan beberapa masalah yang dihadapi oleh Lembaga Pemasyarakatan adalah keterbatasan fasilitas dan hukum pidana yang ada di Indonesia yang masih didominasi oleh pidana penjara.

Namun, tidak hanya seputar masalah fasilitas dan juga hukum, Harkristuti juga menyampaikan beberapa masalah sosial yang akan dihadapi mantan narapidana.

Baca juga : FBS Universitas Nasional Fasilitasi Dosen dalam Pelatihan Jurnal Scopus

Menurutnya, mendapatkan pekerjaan menjadi hal yang sering dihadapi mantan narapidana setelah kembali kepada kehidupan sosial.

Maka dari itu diperlukan tempat sementara yang dapat memberikan kebutuhan mantan napi sebelum benar-benar kembali kepada masyarakat.

Rumah Singgah menjadi sebuah Solusi yang diharapkan dapat memberikan kebutuhan bagi mantan narapidana.

Konsep Rumah Singgah sendiri menurut Harkristuti adalah tempat sementara bagi napi yang memiliki Fasilitas berbasis komunitas (residential treatment centers).

Tempat ini didirikan untuk memberikan kesempatan dan peluang transisi terhadap sumber daya komunitas agar memiliki upaya untuk kembali ke masyarakat sebagai anggota komunitas yang sehat, taat hukum, dan produktif setelah mereka dinyatakan bersalah melakukan kejahatan tertentu .

“Jadi konsep Rumah Singgah atau Halfway House yaitu fasilitas berbasis komunitas atau residential treatment centers, didirikan untuk memberikan kesempatan dan peluang transisi terhadap sumber daya komunitas bagi individu yang berupaya untuk kembali ke masyarakat sebagai anggota komunitas yang sehat, taat hukum, dan produktif setelah mereka dinyatakan bersalah melakukan kejahatan tertentu,” terang Harkristuti.

Harkristuti menambahkan, esensi keberadaan rumah singgah adalah sebagai wadah penting dalam proses reintegrasi mantan narapidana ke masyarakat.

Fungsinya tidak hanya sebagai tempat tinggal sementara, tetapi juga sebagai jembatan untuk membantu mereka kembali ke kehidupan normal.

Beberapa poin penting tentang esensi rumah singgah adalah memberikan dukungan transisi.

Harkristuti menyampaikan, rumah singgah harus bisa menyediakan tempat tinggal dan kebutuhan dasar bagi mantan narapidana yang baru keluar dari lapas, yang mungkin belum memiliki tempat tinggal atau pekerjaan yang stabil.

Baca juga : Sinar Mas Dukung Pembangunan Kebun Raya di IKN

Agar mendapat pekerjaan, rumah singgah harus mampu memberi pembinaan dan keterampilan.

Selain memberi keterampilan untuk pekerjaan setelah kembali kepada masyarakat, rumah singgah juga membantu mantan narapidana membangun jaringan sosial.

Hal ini diharapkan mampu menghindari stigma negatif yang sering melekat pada mereka, dan memberikan kesempatan untuk memulai hidup baru dengan lebih positif.

Terakhir, Harkristuti menjelaskan bahwa rumah singgah melakukan pencegahan residivisme.

Dengan memberikan dukungan dan pembinaan yang komprehensif, rumah singgah dapat membantu mantan narapidana kembali ke jalur yang benar dan mengurangi risiko mereka untuk kembali melakukan kejahatan.

Pusat Kajian Lembaga Pemasyarakatan Fakultas Hukum UKI adalah lembaga penelitian dan pengabdian masyarakat yang fokus pada isu-isu terkait dengan pemasyarakatan di Indonesia.

Pusat Kajian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pemasyarakatan dan mendorong kebijakan yang lebih efektif dalam pembinaan narapidana.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.