Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Buktinya Dialami Pensiunan TNI

Jangan Minta Jokowi Mundur, Nanti Diciduk

Sabtu, 30 Mei 2020 06:47 WIB
Ruslan Buton ditangkap polisi. (Foto: Twitter)
Ruslan Buton ditangkap polisi. (Foto: Twitter)

RM.id  Rakyat Merdeka - Bagi siapa saja yang nekat lantang minta Presiden Jokowi mundur patut berpikir ulang kalau tak mau diciduk seperti yang dialami Ruslan Buton.

Awalnya, pensiunan TNI berpangkat terakhir kapten itu, membuat surat terbuka meminta Presiden Jokowi mundur dari jabatannya.

Ruslan diciduk dari kediamannya di daerah Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara, Kamis (28/5) pagi. Yang nangkep Ruslan adalah Tim Bareskrim Polri bersama Polda Sumatera Tenggara dan Polres Buton. Selanjutnya, Ruslan diterbangkan ke Jakarta untuk menjalani proses hukum.

Sebelumnya, media sosial dibikin heboh dengan sebuah video suara yang berisi pernyataan Ruslan Buton. Dalam video tersebut, Eks Panglima Serdadu Eks Trimata Nusantara itu, membacakan surat terbuka yang ditujukan pada Presiden Jokowi.

Baca juga : Ketum PSSI Angkat Dua Pensiunan TNI Jadi Staf Khusus

Dalam rekaman itu, Ruslan mengatakan Presiden Jokowi adalah penyebab semua masalah yang terjadi di Indonesia. Solusi terbaik untuk menyelamatkan bangsa Indonesia adalah bila Jokowi mundur dari jabatannya sebagai Presiden.

"Bila tidak mundur, bukan menjadi sebuah keniscayaan akan terjadinya gelombang gerakan revolusi rakyat dari seluruh elemen masyarakat," kata Rusĺan, dalam rekaman suaranya.

Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divisi Humas Mabes Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan mengatakan, Ruslan mengakui rekaman tersebut adalah bikinannya. "Dibuat pada tanggal 18 Mei 2020 menggunakan handphone tersangka,” kata Ahmad di Mabes Polri, Jakarta Selatan, kemarin.

Keputusan menangkap Ruslan, lanjut Ahmad, diambil berdasarkan laporan polisi, Jumat (22/5) pekan lalu. Polisi menyita 1 unit telepon genggam yang digunakan Ruslan untuk merekam surat terbuka.

Baca juga : Antisipasi Krisis Pangan Akibat Kekeringan, Jokowi Beri 3 Arahan Ini

Akibat perbuatannya, Ruslan dijerat dengan Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan/atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana juncto Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). “Ancaman pidana 6 tahun dan/atau Pasal 207 KUHP dapat dipidana dengan ancaman penjara 2 tahun,” tandasnya.

Sekedar informasi, Ruslan adalah mantan perwira menengah di Yonif RK 732/Banau. Pangkat terakhirnya Kapten Infanteri. Ketika menjabat sebagai Komandan Kompi sekaligus Komandan Pos Satgas SSK III Yonif RK 732/Banau, ia pernah terlibat dalam kasus pembunuhan La Gode pada 27 Oktober 2017 lalu.

Akibat kasus itu, ia dipecat dari anggota TNI AD pada 6 Juni 2018. Selain itu, Pengadilan Militer Ambon juga memutuskan hukuman penjara 1 tahun 10 bulan. Setelah dipecat, Ruslan membentuk kelompok mantan Prajurit TNI dari 3 matra darat, laut, dan udara yang disebut Serdadu Eks Trimatra Nusantara. Dan menobatkan dirinya sebagai Panglima.

Respons publik terbelah menyikapi penangkapan Ruslan Buton. Ada yang mendukung, ada juga yang mengkritik. Tagar #SaveRuslanButon juga sempat trending di Twitter sepanjang hari kemarin.

Baca juga : Jokowi Punya Alasan Sendiri

Pakar komunikasi politik Lely Arrianie menilai kasus ini menjadi bukti bahwa polarisasi politik cebong dan kampret, akibat Pilpres 2019 lalu, masih kental. Meskipun elit dari dua kubu politik sudah bersatu. "Apalagi sang lawan tanding sudah tengkurap jadi pembantunya. Harusnya pasca bergabungnya Prabowo, tidak ada lagi kebencian," kata Lely, ketika berbincang dengan Rakyat Merdeka, tadi malam.

Bisa juga karena ada agenda lain. Sebab, jika murni pendukung Prabowo, Ruslan tentu tidak akan menyerang Jokowi. Apalagi di dalam salah satu penggalan pernyataannya, Ruslan menyebut kata-kata revolusi. "Ada kelompok lain atau sempalan yang ingin mengambil alih kekuasaan," sambung Lely.

Faktor media sosial juga punya pengaruh besar. Lely menilai surat terbuka itu bukan murni pemikiran Ruslan, tapi tercuci oleh informasi di media sosial. "Kalau enggak, masak sih dia berani," imbuhnya. [SAR]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.