Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
RM.id Rakyat Merdeka - Pimpinan Pusat Syarikat Islam (SI) mendorong adanya percepatan pemeriksaan produk halal dengan melibatkan ormas islam di dalam draf omnibus law RUU Cipta Kerja (Ciptaker).
Saat ini, otoritas sertifikat halal dipegang oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Tak hanya itu, SI juga mengingatkan urusan sertifikat halal jangan dijadikan sebagai urusan bisnis, tetapi harus dilihat sebagai urusan umat.
Hal ini ditegaskan Ketua Umum Syarikat Islam, Hamdan Zoelva dalam keterangan tertulisnya kepada RMco.id, Senin (27/07).
Dalam draf RUU Cipta Kerja Omnibus Law yang tengah digodok DPR, SI memandang perlu dilakukan perubahan materi hukum di dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Karya, khususnya Prosedur Jaminan Produk Halal terhadap Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU-JPH).
Baca juga : Pesantren Jangan Ditinggal Sendirian
SI telah mengirimkan surat ke DPR tentang Pandangan SI atas RUU Cipta Kerja Terkait Jaminan Produk Halal. Ada tujuh hal yang disampaikannya.
Pertama, SI berpandangan bahwa ketentuan pada Pasal 7, Pasal 10, Pasal 13, Pasal 14 ayat 2 huruf (f) Undang Undang Jaminan Produk Halal (UU-JPH) perlu ditinjau ulang agar dapat menciptakan kesetaraan posisi di antara ormas islam.
Kedua, kewenangan dalam proses penentuan dan penetapan kehalalan produk sebaiknya tidak hanya ditangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), tetapi bisa melibatkan sejumlah ormas islam lainnya.
Ketiga, Ormas islam yang berbadan hukum nantinya berwenang membentuk Lembaga Pemeriksa Halal (LPH)-LPH sebagaimana maksud UU JPH berdasarkan pertimbangan MUI bersama-sama ormas Islam pendiri MUI.
Baca juga : Mendagri: Pilkada Bisa Bangkitkan UMKM dan Bantu Penanganan Covid-19
Keempat, MUI bersama Ormas Islam mempunyai kewenangan sama untuk menetapkan fatwa kehalalan produk, memberikan sertifikasi auditor halal, dan akreditasi LPH bersama-sama BPJPH.
Kelima, SI setuju dengan diberikan kewenangan self-declair kepada pelaku UMKM untuk menetapkan sendiri kehalalan produknya, dengan juga menerapkan dan menegakkan sanksi-sanksi hukum terhadap produk-produk yang memalsukan kehalalannya.
Self declare ini harus tetap ter-register dan dalam pengawasan LPH.
Keenam, Urusan sertifikat halal tidak boleh dipandang sebagai urusan bisnis LPH, tetapi harus dilihat sebagai urusan ummat yaitu kenyamanan umat memakan atau menggunakan produk halal, dan urusan kemajuan ekonomi ummat.
Baca juga : Dari Advokat Aldres, KPK Gali Gugatan PT MIT Yang Diurus Nurhadi
Ketujuh, LPH bertanggung jawab secara hukum atas kehalalan produk yang direkomendasikannya. Apabila ditemukan kelalaian, maka LPH akan diberikan sanksi administratif dengan dicabut haknya untuk melakukan pemeriksaan halal hingga sanksi pidana.
Dengan mekanisme demikian, menurutnya, seleksi yang sangat rumit dan menyulitkan bagi calon LPH tidak lagi terjadi, walaupun terpenuhinya syarat minimal adalah mutlak.
“Pendekatan ini akan mengatasi persoalan kerumitan seputar pendirian LPH, seperti yang sekarang terjadi,” tegasya. [FIK]
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya