Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Karena Dibiarkan, Konten Negatif Bertebaran

Pengamat Minta Menkominfo Evaluasi Bawahannya

Senin, 1 Maret 2021 16:06 WIB
Konten negatif. (Foto: Ilustrasi)
Konten negatif. (Foto: Ilustrasi)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pengamat Telekomunikasi Kamilov Sagala merespon positif keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) 46 tahun 2021 tentang Pos Telekomunikasi dan Penyiaran (Postelsiar). Salah satu pasal yang terdapat di regulasi yang disahkan 2 Februari 2021 adalah pengaturan terhadap penyedia layanan over the top (OTT) baik itu asing maupun lokal.

Meski mengapresiasi, namun PP Postelsiar tersebut dinilai terlambat oleh anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) periode 2006 ini. "Pengaturan yang dilakukan pemerintah kepada OTT asing itu terlambat. Sudah banyak OTT asing yang menikmati keuntungan di Indonesia. Tingkat kerugian yang dialami Negara kita ini sudah sangat besar. Namun terbitnya PP Postelsiar tersebut jauh lebih baik daripada tidak ada sama sekali regulasi yang mengatur mengenai OTT asing," ungkap Kamilov dalam keterangannya, Senin (1/3).

Namun, tantangan sekarang menurut Kamilov, adalah bagaimana pemerintah dapat membuat aturan turunan dari PP Postelsiar ini. Tujuannya agar sejalan dengan cita-cita UU Cipta Kerja. Yakni meningkatkan investasi dan menciptakan lapangan pekerjaan di Indonesia. Peraturan turunannya yaitu Peraturan Menteri Kominfo mengenai detail pelaksanaan kerja sama penyelenggara OTT dengan penyelenggara telekomunikasi serta Peraturan Menteri Keuangan mengenai Pajak Penghasilan atas transaksi perdagangan melalui sistem elektronik yang dilakukan oleh penyelenggara OTT.

Baca juga : Pentingnya Bangun Keluarga Tangguh

Karena selama ini, OTT asing tidak pernah diatur, maka pemerintah dalam hal ini Kementrian Keuangan dan Kemenkominfo harus dapat mengantisipasi pembangkangan yang akan dilakukan oleh OTT asing tersebut. Bukti dari pembangkangan OTT asing terhadap kewibawan Indonesia dapat dilihat dari masih banyak OTT asing yang tidak memiliki badan hukum di Indonesia. Karena tidak memiliki badan hukum di Indonesia, maka pemerintah tidak dapat dengan mudah menungut pajak penghasilan (PPh).

Bukti lainnya, masih rendahnya OTT asing untuk mendaftarkan aplikasinya di Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE). Padahal aturan mendaftar di PSE Kemenkominfo ini sudah ada. Harusnya, regulator dalam hal ini Dirjen APTIKA dapat dengan tegas memaksa agar OTT asing mendaftarkan aplikasinya di Kemenkominfo. "Ini kesalahan Dirjen APTIKA karena melakukan pembiaran. Karena dari sisi regulasi, dia diberikan kewenangan untuk mengatur OTT. Namun tak dijalankan," terang Kamilov.

Akibat tidak tegasnya Dirjen APTIKA, hingga saat ini masih banyak konten negatif yang muncul di OTT asing. Salah satunya adalah Netflix. Di aplikasi Netflix tayangan seperti pornografi, LGBT dan kekerasan masih dapat diakses oleh masyarakat Indonesia. Menurut Kamilov, Dirjen APTIKA sudah melakukan pembiaran terhadap maraknya konten negatif di OTT asing yang disebarkan di Indonesia. Padahal konten tersebut sangat merugikan masyarakat. "Sudah sewajarnya kinerja Dirjen APTIKA dievaluasi mendalam oleh Menkominfo. Karena sudah memasuki tahapan paling serius yaitu pembiaran," sarannya.

Baca juga : Masih Banyak Konten Negatif, KPI Dukung Kominfo Blokir OTT Asing

Selanjutnya, soal mesin pengais (crawling) konten negatif seharga Rp 200 miliar, harusnya juga dievaluasi efektifitasnya. Beli barang yang mahal tapi nggak efektif penggunaannya. "Kalau efektif konten negatif seperti LGBT dan pornografi tidak ada lagi. Sudah jelas, Dirjen APTIKA yang sekarang ini bukanlah pribadi yang cocok untuk memerangi konten negatif," ungkapnya.

Saat ini beredar kabar Dirjen APTIKA akan melakukan pengadaan perangkat untuk memantau trafik OTT asing. Tujuannya untuk memvalidasi keuntungan yang didapatkan OTT asing dengan pembayaran pajak yang dilaporkan ke Ditjen Pajak. Kamilov tak sependapat dengan rencana ini. Untuk melakukan verifikasi pendapatan OTT asing, menurutnya mudah sekali. Cukup kawal dan evaluasi kewajiban kerja sama dengan operator telekomunikasi. Operator telekomunikasi memiliki data yang sangat lengkap. 

"Jadi ngapain Dirjen APTIKA melakukan pemborosan uang negara dan pengadaan perangkat disaat anggaran negara berat. Jangan memaksakan untuk pengadaan alat yang tidak efektif dan tidak mudah dalam operasionalnya," imbau Kamilov. [MRA]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.