Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Diskusi Moya Institute: Demokrasi Indonesia Masih Malu-malu

Sabtu, 6 Maret 2021 00:35 WIB
Demokrasi/Ilustrasi (Foto: Istimewa)
Demokrasi/Ilustrasi (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Proses demokrasi di Indonesia dan masa depannya hingga kini kerap menjadi sorotan banyak pihak, seperti akademisi, pengamat, politisi, cendekiawan sampai masyarakat. Isu demokrasi juga yang menjadi alasan Moya Institute menggelar diskusi virtual bertema “Demokrasi Indonesia di Simpang Jalan?”, Jumat (5/3).

Dalam pembuka diskusi, Direktur Eksekutif Moya Institute Hery Sucipto memaparkan tentang situasi demokrasi di Tanah Air yang kini terus berubah. Ditandai dengan fenomena banyaknya partai politik baru yang muncul.

"Oleh sebab itu, sebetulnya turut memperkaya khasanah demokrasi di Indonesia dengan segala peristiwa politik terjadi. Apalagi pada saat pandemi Covid-19 sekarang, yang membuat jadi terbatas," ucap Hery.

Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Anis Matta, yang didapuk sebagai pembicara utama, mengatakan, selama 20 tahun terakhir di Indonesia, perubahan sosial terasa lebih cepat dan besar ketimbang reformasi politik. Penyebabnya, kondisi struktural dengan bonus demografi, lalu terbentuknya kelas menengah baru yang jumlahnya cukup banyak, tren pertumbuhan populasi urban, serta infiltrasi global.

Baca juga : Dualisme Kepemimpinan, Demokrat Bisa Makin Ditinggalkan

"Meski begitu, reformasi ketatanegaraan juga bisa menciptakan keseimbangan baru dan stabilitas politik Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar di dunia," ujar Anis.

Sementara itu, Wakil Ketua Parta Gelora Indonesia yang juga narasumber diskusi, Fahri Hamzah, menjelaskan, sekarang ini elite di Indonesia tidak menunjukkan keseriusan berdemokrasi. Kondisi ini terjadi karena telah terlalu lama Indonesia dikungkung sistem politik kerajaan sekaligus mengalami masa kolonialisme imperialisme.

"Cita rasa, kebebasan, melemah, dan harus mengikuti maunya negara sedang terjadi di Indonesia. Itu sama saja dengan kudeta yang harus dicemaskan," kata Fahri.

Pengamat politik sekaligus Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia, Prof Komaruddin Hidayat, mengungkapkan, proses demokrasi di Indonesia terasa terlalu mengikat dan normatif, karena menerapkan referensi dari Barat. "Jadinya, demokrasi di Indonesia lebih dekat ke informasi untuk mempengaruhi opini masyarakat, jadi market. Informasi bertemu dengan realitas masyarakat yang pluralis dan religius membuat kadang sinkron, kadang benturan," ujar Komaruddin.

Baca juga : Perkuat Food Estate, Kementan Berikan Pendampingan Maksimal

Kemudian, Direktur Eksekutif NetGrit dan mantan Komisioner KPU Ferry Kurnia menuturkan, bila merujuk pada indeks demokrasi, Indonesia masih belum memberikan harapan baik. Sebab, hanya memiliki skor 65.

Realita tersebut, bagi Ferry, di satu sisi membuat demokrasi Indonesia telah terlaksana, namun juga masih muncul kontraproduktif. Bahkan, berdasarkan indeks demokrasi tersebut, Ferry membandingkan kualitas demokrasi Indonesia yang di bawah Timor Leste, Malaysia, serta Filipina.

Sedangkan pakar politik internasional Imron Cotan menuturkan, demokrasi sepatutnya mengirimkan yang menjadi kepentingan rakyat. Imron mengatakan, meski seluruh sistem politik tidak ada yang sempurna, kendati begitu demokrasi adalah yang terbaik.

"Saat ini Indonesia baru dalam eksperimen demokrasi. Harus hati-hati dalam eksperimen begitu. Cita rasa demokrasi harus terus dilembagakan supaya tidak kembali seperti masa lalu saat Orde Lama dan Orde Baru," ungkap Inron.

Baca juga : Honda City Hatchback RS Mengaspal Di Indonesia, Mesinnya Galak

Imron Cotan mengingatkan, jangan sampai menganggap pula demokrasi adalah jawaban dari semua masalah politik negara. Indonesia harus berada di tengah guna terus melakukan moderasi. [TIF]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.