Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Dualisme Kepemimpinan, Demokrat Bisa Makin Ditinggalkan

Jumat, 5 Maret 2021 19:03 WIB
Pengamat Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing. [Foto: Ist]
Pengamat Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing. [Foto: Ist]

RM.id  Rakyat Merdeka - Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko, terpilih sebagai Ketua Umum (Ketum) Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB) yang digelar di Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (5/3/2021). Saat ini bisa dikatakan, ada dua nakhoda dalam satu partai yang sama.

Pengamat Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing menilai, dengan dua nakhoda seperti saat ini, arah politiknya bisa saja akan berbeda. Karena itu, masalah ini harus diselesaikan di internal Partai Demokrat.

"Baik Ketum yang terpilih melalui KLB di Deli Serdang, maupun Ketum sebelumnya," ujar Emrus, kepada RM.id.

Baca juga : Airlangga Mau Buka Sikap Politik Beringin

Untuk saat ini, lanjut dia, tiap pihak memang akan bertahan pada posisinya masing-masing. Kalau sudah begitu, yang jadi pertanyaan adalah, pihak mana yang nantinya akan mengatasnamakan Partai Demokrat dalam kontestasi-kontestasi politik.

"Baik dalam pemilihan presiden, pemilihan legislatif, atau pemilihan kepala daerah," kata Emrus.

Dualisme kepengurusan, sambungnya, juga akan berakibat buruk pada popularitas Partai Demokrat di tengah masyarakat. Bisa saja nanti publik malah meninggalkan partai tersebut.

Baca juga : KLB Mimpi Di Siang Bolong

Dia menyarankan, agar kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) berdiskusi berdiskusi dengan kubu Moeldoko. Bertemu dan bertukar pandangan. Sehingga menyatukan dua pemimpin yang ada saat ini menjadi satu nakhoda.

Dari pertemuan itu, sambung Emrus, bisa saja nanti ada kepastian, apakah yang akan memimpin Demokrat Moeldoko atau AHY. Atau bisa saja dua kubu itu menunjuk satu pihak yang bisa memimpin partai. "Karena tidak baik, dalam satu partai ada dua nakhoda," ucapnya.

Untuk pemerintah, dia mengingatkan jangan sampai ada intervensi. Karena hal ini merupakan urusan internal Partai Demokrat. Jika pemerintah ikut terlibat, nanti akan dianggap memihak pada faksi tertentu. “Kecuali memang ada pihak-pihak tertentu yang melakukan tindakan melawan hukum, tentunya harus diproses secara hukum," ujarnya.

Baca juga : Marzuki Ketauan Nafsunya

Demokrat sebagai partai yang sudah dewasa, seharusnya bisa menyelesaikan masalah ini. "Pemerintah sebaiknya juga menyerahkan penyelesaian masalah ini ke internal Partai Demokrat," tandasnya. [PYB]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.