Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Perubahan Jadwal Pemilu Langgar Konstitusi

Senin, 20 September 2021 13:17 WIB
Pemilu 2024. (Foto: Ilustrasi/Ist)
Pemilu 2024. (Foto: Ilustrasi/Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Direktur Eksekutif Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (SIGMA) Hendra Setyawan memprotes tarik ulur jadwal Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Seperti diketahui, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyebut Pemilu 2024 digelar Februari. Namun, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian belum lama ini mengusulkan pemilu digelar April atau Mei 2024.

Hendra menilai, pemerintah dan penyelenggara pemilu melanggar konstitusi jika jadwal ajang demokrasi lima tahunan itu dimajukan atau dimundurkan.

Hendra menyarankan seluruh pihak yang memiliki kewenangan untuk tidak mengubah pelaksanaan pemilu sesuai konstitusi. Hal itu sesuai dengan Pasal 22 E Ayat 1 yang menyebut bahwa pemilu diselenggarakan lima tahun sekali.

Baca juga : Eks Pegawai Pajak Serahkan Uang Pengganti Rp 467 Juta

"Dalam artian 12 bulan dikali 5. Kalau periode lalu dilaksanakan April tanggal 9, pada 2024 juga dilaksanakan April," ungkap Hendra di Jakarta, Senin (20/9).

Menurutnya, Pemilu termasuk perintah konstitusi. Jika mau diubah tidak menjadi lima tahun, ini harus melalui sidang di MPR. Hal ini berbeda dengan dengan Pilkada yang masih termasuk sebagai perintah Undang-undang.

Hendra meminta oemerintah dan penyelenggara peemilu membuktikan keseriusannya dalam menetapkan jadwal.

"Nah, April tidak masalah karena tidak melanggar konstitusi, tetapi Mei melanggar konstitusi dan Februari yang disimulasikan KPU juga melanggar," ujarnya.

Baca juga : DPD Sebut Pemilu Langsung Seperti Industri Dalam Demokrasi

Dia menegaskan, SIGMA tetap menyarankan Pemilu 2024 dilakukan April karena sudah sesuai amanat Pasal 22 E Ayat 1. "Tidak usah ditawar-tawar karena itu akan mengubah konstitusi. Itu sudah mutlak," tegasnya.

Hendra juga menambahkan, ada konsekuensi besar bagi partai politik jika pemilu dilakukan pada Februari karena otomatis memicu percepatan tahapan pemilu. Hal ini akan berakibat pada kesiapan partai peserta pemilu. Terutama bagi partai yang memiliki kursi di parlemen dan partai non parlemen dan partai baru.

"Sesuai putusan MK Nomor 55 Tahun 2021, ada dua hal yang membedakan antara parpol yang sudah memiliki kursi di parlemen dan yang belum," jelasnya.

Saat ini, kata dia, ada sembilan partai yang mengikuti pemilu sebelumnya dan memiliki kader yang duduk di kursi parlemen. Mereka bisa dibilang mendapatkan keuntungan karena jika mendaftar Pemilu 2024 hanya akan melakukan verifikasi administrasi saja.

Baca juga : PUPR Lanjutkan Program Pembangunan Tanggul Pantai

Sebaliknya, partai yang tidak punya wakilnya di Senayan akan melalui dua proses, yakni verifikasi administrasi dan faktual. Bagi partai yang tidak memiliki kursi di Senayan, tahapan waktu pelaksanan pemilu sangat berarti karena mereka dituntut untuk mempersiapkan syarat-syarat dan verifikasi parpol.

"Kalau untuk partai yang tidak memiliki kursi di Senayan, sehari, dua hari, seminggu, apalagi sebulan itu sangat berarti. Jadi, kalau dimajukan, secara hak itu ada parpol yang dirugikan, ini konsekuensi dari putusan MK," ucapnya. [KPJ]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.