Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Kali Ini Soal Isu Legalkan Seks Bebas

Muhammadiyah Dan Nadiem Bentrok Lagi

Rabu, 10 November 2021 07:50 WIB
Ketua Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan PP Muhammadiyah, Lincolin Arsyad. (Foto: Istimewa)
Ketua Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan PP Muhammadiyah, Lincolin Arsyad. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Hubungan Menteri Pendidikan, Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek), Nadiem Makarim dengan Muhammadiyah ‘panas’ lagi. Ormas Islam terbesar kedua di Indonesia ini berang dengan Permendikbud Ristek No. 30/2021 yang dibuat Nadiem. Muhammadiyah meminta Nadiem segera cabut aturan tersebut karena ada salah satu pasal yang terkesan “melegalkan” seks bebas.

Beberapa bulan paska polemik dana hibah pendidikan Program Organisasi Penggerak (POP), hubungan Nadiem dan Muhammadiyah sebenarnya sudah membaik. Bahkan, awal bulan lalu (1/11), Nadiem baru saja berkunjung ke kantor PP Muhammadiyah. Dalam kunjungannya itu, Nadiem ditemui langsung Sekretaris PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti. Ini merupakan kunjungan kedua Nadiem ke Muhammadiyah, setelah polemik POP.

Namun, kemesraan itu, ternyata singkat. Kini, Muhammadiyah dan Nadiem bentrok lagi. Pemicunya: adanya Permendikbudristek 30/2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi. Versi Muhammadiyah, aturan itu justru melegalkan seks bebas di lingkungan kampus.

Baca juga : Sukses Gelar IAWP, Kapolri: Indonesia Mampu Laksanakan Event Internasional di Tengah Pandemi

Protes disampaikan lewat Ketua Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan PP Muhammadiyah, Lincolin Arsyad. Kata dia, Permendikbud Ristek itu bermasalah dalam segi formil dan materiil. Salah satunya, karena ada pasal yang dianggap bermakna legalisasi seks bebas di kampus.

Arsyad berharap, perumusan Permendikbud 30/2021 diatur sesuai ketentuan formil pembentukan peraturan perundang-undangan. Selain itu, secara materiil tidak terdapat norma yang bertentangan dengan agama, maupun nilai yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945.

Soal masalah formil, Arsyad menilai aturan tersebut tidak memenuhi asas keterbukaan dalam proses pembentukannya. Hal itu terjadi lantaran pihak-pihak yang terkait dengan materi aturan itu, tidak dilibatkan secara luas, utuh, dan minimnya informasi dalam setiap tahapan pembentukan.

Baca juga : DPR Ingatkan Nadiem Bahaya Pergaulan Bebas Mahasiswa

“Hal ini bertentangan dengan Pasal 5 huruf g Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang menegaskan bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan (termasuk peraturan menteri) harus dilakukan berdasarkan asas keterbukaan,” kata Arsyad dalam keterangan tertulisnya, kemarin.

Arsyad juga menyatakan aturan itu tidak tertib materi muatan. Ia merinci terdapat dua kesalahan materi muatan yang melampaui kewenangan. Di antaranya, aturan itu mengatur materi muatan yang seharusnya diatur dalam level undang-undang. Seperti mengatur norma pelanggaran seksual yang diikuti dengan ragam sanksi yang tidak proporsional.

Arsyad merinci, terdapat beberapa poin dalam aturan tersebut yang bermasalah secara materiil. Pertama, Pasal 1 angka 1 yang merumuskan norma tentang kekerasan seksual dengan basis “ketimpangan relasi kuasa” mengandung pandangan yang menyederhanakan masalah pada satu faktor.

Baca juga : Sony Indonesia Kenalkan Lensa Terbaru Jajaran G Master

Kedua, rumusan norma kekerasan seksual yang diatur dalam Pasal 5 aturan itu menimbulkan makna legalisasi terhadap perbuatan asusila dan seks bebas “berbasis persetujuan.” Salah satu definisi kekerasan seksual yang diatur dalam pasal 5 Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 adalah menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh korban tanpa persetujuan korban. “Hal ini berimplikasi, selama tidak ada pemaksaan, penyimpangan tersebut menjadi benar dan dibenarkan, meskipun dilakukan di luar pernikahan yang sah,” urainya.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.