Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
- Kasus Pemotongan Insentif ASN, KPK Panggil Bupati Sidoarjo Jumat Lusa
- KAI Tutup Posko Angkutan Lebaran, Penumpang KA Naik 18 Persen
- Polisi Tangkap Pengemudi Fortuner Pemalsu Pelat TNI Yang Ngaku Adik Jenderal
- Didampingi Ibu Wury, Wapres Gelar Halal Bihalal Bareng Pegawai Dan Media
- Jasa Marga Catat 1,3 Juta Kendaraan Sudah Kembali Ke Jabotabek
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
Dari Zaman Soeharto Sampai Sekarang
APBN Kita, Sudah Terbiasa Besar Pasak Daripada Tiang
Rabu, 1 Desember 2021 09:12 WIB
RM.id Rakyat Merdeka - Sejak pandemi, publik sering disuguhi berita tentang defisit APBN. Ternyata, fenomena negara "tekor" ini sudah terjadi sejak zaman Soeharto. Kata Anggota Komisi XI DPR Hendrawan Supratikno: APBN kita sudah terbiasa besar pasak daripada tiang.
Peribahasa ini diungkapkan Hendrawan setelah mengetahui kondisi APBN 2022 yang defisit mencapai Rp 868 triliun, seperti dipaparkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Senin (29/11). Hendrawan tidak kaget dengan jumlah defisit yang begitu besar itu. Kata politisi senior PDIP, sejak dulu, APBN kini memang selalu tekor.
"Dalam catatan, kita sudah terbiasa defisit sejak Orde Baru. Jadi, kita sudah terbiasa dengan fakta besar pasak daripada tiang," ucapnya, saat dihubungi Rakyat Merdeka, kemarin malam.
Baca juga : Dilantik Jokowi Siang Ini, Andika Perkasa Sah Jadi Panglima TNI
Hendrawan menyebut, hampir setiap tahun, belanja pemerintah selalu lebih besar ketimbang pendapatan negara. Kekurangan dalam APBN itu kemudian ditambal dengan utang.
"Pada era Orde Baru, disebut dengan nomenklatur 'penerimaan pembangunan'. Sekarang, disebut dengan ‘pembiayaan'," terang kader banteng itu.
Hendrawan sebenarnya kurang sreg dengan kondisi ini. Sebab, kondisi ini sangat berisiko. Dia mengibaratkan, negara yang bertumpu pada utang layaknya seseorang bermain ski di atas es yang tipis. Batu kecil pun bisa menjungkalkan papan seluncurnya. Sehingga, jika tidak fokus dan hati-hati, pengelolaan utang akan sangat berbahaya.
Baca juga : Ke Sintang, Pak Jokowi Belum Ada Jadwalnya
"Bunga dan cicilan utang yang besar mengurangi kemampuan negara memenuhi kewajiban pokoknya. Mengingat, anggaran pembayaran utang lebih besar daripada gabungan anggaran kesehatan dan pendidikan," ulas Hendrawan.
Dalam konferensi pers Penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Daftar Alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) 2022, Senin (29/11), Sri Mulyani mengungkapkan, APBN 2022 masih mengalami defisit Rp 868 triliun. Detailnya: penerimaan negara tahun 2022 sekitar Rp 1.846,1 triliun, sementara belanja negara tahun depan dipatok Rp 2.714,2 triliun.
Defisit ini bukan hal baru. Di tahun ini, sampai September 2021, defisit APBN sudah tembus Rp 452 triliun. Sementara, tahun lalu, karena butuh banyak anggaran untuk menanggulangi Corona di masa-masa awal, defisit mencapai Rp 947,70 triliun. Sedangkan di 2019, defisit “hanya” Rp 353 triliun.
Selanjutnya
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya